Definisi Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris,
gender. Dalam kamus bahasa Indonesia,
kata gender diartikan dengan gender, adalah salah satu bagian gamelan Jawa yang
terbuat dari logam-logam yang pipih dengan penggema bunyi dari bambu. Dalam
form curriculum vitae, kata gender sering digunakan untuk menunjukan jenis
kelamin.[1]
Pencetus istilah pertama kali gender
adalah Robert Stoller (1968), ia dikenalkan untuk memisahkan ciri manusia yang
bersifat sosial budaya dari ciri fisik biologis. Oakley dalam Sex, Gender, and Society mendefinisikan
gender sebagai sebuah konstruksi sosial atau atribut yang disematkan pada
manusia yang mana dibangun sendiri oleh manusia. Oakley menyebutkan bahwa
gender perbedaan yang bukan biologis.
Kantor Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia mendefinisikan bahwa gender adalah peran-peran sosial
yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Judith Butler dalam Gender Trouble memberikan argumen bahwa gender merupakan bentuk
simbolik dari aksi masyarakat yang mengikuti kebiasaan yang dilakukan. Hillary
M. Lips dalam Sex and Gender: An
Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan.
Dalam Women’s Studies Encyclopedia,
gender diartikan sebagai suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara
laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. H.T Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender
sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan
perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka
menjadi laki-laki dan perempuan.
Mansour Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial mengartikan gender sebagai
suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial maupun kultural.[2]
Simone de Beauvior seorang filusuf yang mengkampanyekan konsep gender ini mendefinisikan
bahwa gender adalah konstruksi sosial bukan (sesuatu yang sudah ditentukan)
biologis.[3]
Menurut hemat penulis dari semua
definisi yang telah dipaparkan di atas dengan mengacu kepada berbagai tokoh
gender, bahwa gender adalah suatu konstruksi sosial, budaya, masyarakat
terhadap laki-laki maupun perempuan baik itu dari segi peran, karakter, dan
kepribadiannya. Pada intinya adalah gender bukanlah merupakan sesuatu yang
telah ditentukan atau ditakdirkan kepada manusia (laki-laki dan perempuan) tetapi
justru diciptakan sendiri oleh manusia itu sendiri dari hasil pemikiran dan
persepsinya terhadap realitas yang ia lihat.
Penulis sendiri sedikit kurang setuju
kalaulah semuanya dikatakan murni konstruksi sosial karena pada fitrahnya pun
sudah berbeda. Misalnya adalah menurut Murtadha Muthahari yang menganalisis
dari sisi fisik yang kemudian berimplikasi pada kepribadian, laki-laki denyut
jantungnya lebih cepat disbanding perempuan, ini berimplikasi laki-laki
cenderung menyukai dan melakukan sesuatu yang melibatkan gerakan, laki-laki
secara umum cenderung pada tantangan dan perkelahian dan perempuan cenderung
pada kedamaian dan keramahan.[4] Meskipun
demikian ada yang memang beberapa dikonstruksi oleh masyarakat.
Karakteristik
Gender
Sifat atau karakteristik pertama gender, dapat berubah atau tidak
permanen. Konstruksi bahwa perempuan itu lemah dengan sendirinya hilang dengan
fakta bahwa banyak juga perempuan yang kuat. Misalnya di Indonesia sendiri
perempuan banyak yang menjadi buruh/kuli bangunan. Selain itu, perempuan juga
banyak menempati posisi-posisi strategis dalam jabatan pemerintahan, bahkan
sampai menjadi presidennya.
Kedua,
gender sifatnya lentur, cair, dapat
dimiliki, dilekatkan atau diperankan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sebagai
contoh, bahwa yang lemah dan berperangai lembut itu perempuan. Namun jika
melihat faktanya, banyak juga dari laki-laki yang berperangai seperti itu juga.
Ketiga, gender dapat berbeda-beda tergantung pada dan
keadaan seperti apa ditentukannya, baik itu tempat, waktu dan lain sebagainya.
Sebagai contoh bahwa pada penjajahan Belanda, perempuan sangat dianggap lemah
dan hanya harus bekerja di ranah domestik. Sifat dan karakteristik lainnya
adalah gender bersifat vernacular atau bersifat kedaerahan. Mungkin masih sama
dengan yang di atas, tergantung situasi, kondisi, tempat dan waktu.[5]
Definisi
Seksualitas
Secara etimologi, istilah seksualitas
belum diketemukan padanannya. Seksualitas berasl dari akar kata seks yang
berarti ciri-ciri anatomi biologi yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan. Secara historis teori seksualitas baru muncul awal abad ke-18. Seksualitas
dimaknai sebagai konstruksi sosial tentang pengetahuan, norma, dan perilaku
serta subjektivitas yang berkaitan dengan seks dan terkait erat dengan sistem
kekuasaan pengetahuan.[6]
Menurut Michael Focault seksualitas adalah strategi dan hubungan kuasa yang
beroperasi untuk mengkondisikan seks.[7]
Menurutnya seksualitas merupakan suatu strategi untuk menguasai permainan seks
dan selalu berada di bawah kendalinya.
Seksualitas memiliki makna lebih luas
dan mencakup tidak hanya seks, tapi juga gender dan persoalan relasi kuasa.
Perbedaan paling penting antara seksualitas dengan seks dan gender terletak
pada objek materialnya. Jika seks berkaitan dengan aspek fisik anatomik
biologis, gender berhubungan dengan konstruksi sosial, dan seksualitas adalah
kompleksitas dari keduanya.[8]
Menurut World Health Organization (WHO),
paling tidak ada empat tingkat definisi mengenai seksualitas sebagai berikut: pertama, seksualitas adalah aspek utama
dari manusia sepanjang hidup dan meliputi seks, identitas gender dan peran,
orientasi seksual, erotisme, kesenangan, keintiman dan reproduksi. Kedua, seksualitas dialami dan
diungkapkan dalam pikiran, fantasi, keinginan, keyakinan, sikap, nilai,
perilaku, praktik, peran dan hubungan. Ketiga,
seksualitas dipengaruhi oleh interaksi biologis, psikologis, sosial,
ekonomi, politik, budaya, etika, hukum, sejarah dan keagamaan dan spiritual
Faktor. Keempat, seksualitas mencakup kebutuhan dasar untuk
kasih sayang manusia, sentuhan dan keintiman, seperti secara sadar dan tidak
sadar diungkapkan melalui perasaan seseorang, pikiran dan perilaku.[9]
Karakteristik
Seksualitas
Paling tidak penggunaan istilah
seksualitas berkaitan dengan beberapa aspek sebagai berikut: pertama, perkembangan bidang pengetahuan
dan perilaku setiap individu. Kedua
perangkat norma dan aturan yang dibentuk oleh individu, lembaga, hokum dan
lainnya. Ketiga, diarahkan untuk
memaknai tentang berbagai nilai perilaku seperti kesenangan, sensai dan lain
sebagainya.[10]
REFERENSI
Abadi,
Hermawan Septian. “Kekuasaan Seksualitas Dalam Novel: Perspektif Analisis
Wacana Kritis Michel Foucault” 2, no. 2 (2017): 12.
Nugroho,
Riant. Gender Dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia. 2nd ed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Rohmaniyah,
Inayah. Gender Dan Konstruksi Patriariki Dalam Tafsir Agama. 3rd ed.
Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2019.
———.
“Gender Dan Konstruksi Perempuan Dalam Agama.” Jurnal Studi llmu-iImu
AI-Qur’an dan Hadis 10 (July 2009): 24.
———.
“Konstruksi Seksualitas Dan Relasi Kuasa Dalam Praktik Diskursif Pernikahan
Dini.” Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 16, no. 1 (April 23, 2018):
33. https://doi.org/10.14421/musawa.2017.161.33-52.
Shihab,
M. Quraish. Perempuan. 1st ed. Tanggerang: Lentera Hati, 2018.
“The
Origin of Sexuality and Sex.” Article, n.d. https://www.vaestoliitto.fi.
[1] Inayah
Rohmaniyah, Gender Dan Konstruksi Patriariki Dalam Tafsir Agama, 3rd ed.
(Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2019), 7–8.
[2] Riant
Nugroho, Gender Dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia, 2nd ed.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 1–7.
[3] Inayah
Rohmaniyah, “Gender Dan Konstruksi Perempuan Dalam Agama,” Jurnal Studi
llmu-iImu AI-Qur’an dan Hadis 10 (July 2009): 213.
[6] Inayah
Rohmaniyah, “Konstruksi Seksualitas Dan Relasi Kuasa Dalam Praktik Diskursif
Pernikahan Dini,” Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 16, no. 1 (April
23, 2018): 27, https://doi.org/10.14421/musawa.2017.161.33-52.
[7] Hermawan
Septian Abadi, “Kekuasaan Seksualitas Dalam Novel: Perspektif Analisis Wacana
Kritis Michel Foucault” 2, no. 2 (2017): 168.
[8] Rohmaniyah,
“Konstruksi Seksualitas Dan Relasi Kuasa Dalam Praktik Diskursif Pernikahan
Dini,” 28.
[10] Rohmaniyah,
“Konstruksi Seksualitas Dan Relasi Kuasa Dalam Praktik Diskursif Pernikahan
Dini,” 39.
Komentar
Posting Komentar