Agama Sebagai Bisnis dan Kritik Ritual-Sosial “Film Oh My God”


Gambar: indiamainly.com


Film ini menceritakan seorang Ayah dari sebuah keluarga sederhana yang bernama Kanji Lalui Mehta. Ia bekerja sebagai pedagang patung dewa-dewa Hindu  yang ia jual di tokonya. Ia tidak beragama sedangkan istrinya beragama Hindu. Terkadang hidup dalam perdebatan dengan istrinya dalam masalah agama. Ia sangat anti terhadap ritual-ritual keagamaan yang  dilakukan. Ia pun melarang anaknya mengikuti dan melakukan ritual-ritual keagamaan.

Suatu hari anaknya ikut serta melakukan dalam salah satu ritual agama Hindu. Lantas ia langsung menyusul dan menghentikan anaknya. Ia berbicara di depan para peserta ritual dengan mix  dan menipu para peserta ritual tersebut dengan menyebutkan bahwa pemuka agama Hindu telah menyuruh untuk menyuapi patung dewa-dewa dengan metega. Kemudian para peserta pun langsung percaya tanpa mempertanyakannya dan berbondong-bondong ke patung dewa-dewa tersebut. Pemuka agama Hindu yang digunakan namanya untuk menipu pun sontak marah kepadanya dan mengatakan bahwa ia telah melecehkan Tuhannya.

Namun, ia justru tidak mengindahkannya bahkan melecehkannya. Pemuka Hindu pun mengutuk dirinya telah berdosa kepada Tuhan. Suasana saat itu mendung yang menandakan akan segera turun hujan. Kanji pun menyuruh pemuka agama untuk bersegera pulang. Tiba-tiba terjadi gempa. Kanji sampai di rumah dan menonton tv dengan keluarganya. Muncul berita tentang gempa tersebut. Dalam pemberitaan tersebut ada sebuah toko yang hancur dan runtuh akibat gempa tersebut, hanya satu-satunya toko yang hancur dan runtuh sedang toko yang sudah tua pun tidak runtuh. Toko itu adalah milik Kanji. 

Kanji bersama keluarga pun langsung pergi menuju lokasi toko tersebut. Di sana sudah ada banyak masyarakat lain yang menyaksikan puing-puing toko yang runtuh. Berbagai isu menyebutkan bahwa runtuhnya toko tersebut karena peringatan Tuhan kepadanya. Kanji bersama keluarga pun bersedih, karena toko tersebut merupakan satu-satunya mata pencaharian demi kelangsungan hidup keluarga. Ia pun berpikir dan mendapatkan ide untuk kemudian mengajukan permohonan bantuan kepada pihak asuransi tokonya. 

Kanji pergi ke tempat asuransi. Setelah sampai, ia menyampaikan bahwa tokonya terkena bencana. Ia memberikan dokumen kepada pihak asuransi. Kemudian pihak asuransi membaca dokumennya. Setelah dibaca, pihak asuransi tidak dapat memberikan bantuan karena dalam kesepakatan dokumen tersebut semua bencana yang berasal dari Tuhan tidak ada asuransinya. Kanji pun memprotes. Namun, pihak asuransi tetap bersikukuh tidak dapat memberikan bantuan kepadanya. Kanji tetap memprotes dan tetap ditolak.

Kanji pun pulang ke rumah dalam keadaan frustasi. Di rumah nya dia terus memikirkan bagaimana keluarganya ke depan. Bagaimana anaknya melanjutkan sekolah tanpa ada penghasilan. Ia hendak menjual tanah toko tersebut, namun tidak ada yang ingin membeli dikarenakan adanya salah satu patung dewa yang rusak akibat gempa tersebut yang mengakibatkan kesialan. Ia pun semakin pusing dan bingung. Ia terus berpikir dan merenungkannya. Lantas ia mendapatkan ide, bahwa ia akan menggugat Tuhan ke pengadilan untuk ganti rugi jika pihak asuransi tidak mengabulkannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk melawan Tuhan.

Kanji pergi mencari para pengacara untuk menggugat Tuhan ke pengadilan. Berbagai pengacara ia datangi dan belum ada satu pun yang menerima perkaranya oleh pengacara karena dianggap berdosa. Setelah ia mencari dari berbagai pengacara, akhirnya ia menemukan seorang pengacara muslim yang menerima perkaranya. Pengacara tersebut dalam keadaan sakit, ia tidak bisa membantunya secara langsung, namun memberi masukan bahwa ia dapat menggugat perkaraya sendiri secara hukum. Ia pun berbahagia dan semakin yakin untuk meneruskan perkaranya ke pengadilan.

Ia berpikir kepada siapa kemudian ia menggugat, karena Tuhan tidak ada di dunia dan tidak mengetahui alamatnya. Kemudian ia menemukan ide untuk mengirimi surat ke tempat-tempat ibadah. Karena ia beralasan bahwa tempat ibadah itu adalah alamat Tuhan. Surat tersampaikan kepada para pemuka agamanya. Semua pemuka agama hadir di pengadilan dan saling beradu argumen. Singkat cerita, Kanji memenangkan pengadilan dan para pemuka agama memberi bantuan kepada Kanji dan semua yang senasib dengan Kanji. 

Cerita ini masih jauh dari inti dan gambaran filmnya. 

Menurut dari pada hasil pengamatan penulis, film tersebut intinya adalah memberikan kritik kepada penganut agama, baik Hindu, Budha, Islam Kristen dan yang lainnya, bahwa agama jangan dijadikan sebagai lahan bisnis. Bagaimana kemudian ritual keagamaan dijadikan bisnis, sebagai lahan pendapatan pribadi. Hal itu  bukanlah ajaran dari agama itu sendiri. Bisnis dengan mengatasnamakan Tuhan merupakan penipuan. Di sisi lain, kritik dalam film tersebut adalah tentang jangan bersifat taklid buta (semata-mata percaya pada pemuka agama).

Setelah melihat dari pada keseluruhan filmmnya, kebanyakan kritik dalam film tersebut ditujukan terhadap agama Hindu di India, tapi mungkin jika anda yang menonton bisa jadi menghasilkan pandangan yang berbeda dan bisa juga sama. Wallahu’alam.

Untuk lebih mengetahuinya silahkan langsung tonton filmnya “Oh My God”, film India.

Komentar