Gambar: myservice.com
Baru-baru ini masih hangat sekali, terorisme menjadi berita
nasional dan viral di seluruh penjuru daerah bumi pertiwi bahkan sampai keluar
bumi pertiwi. Dimulai dari ‘Drama Korea’ yang heroik yang terjadi di Mako
Brimob Depok Jawa Barat, beralih aksi tamsya ‘Bom Bunuh Serentak’ (karena bukan
hanya seorang diri) keluarga di Tiga Gereja Surabaya, lantas kemudian Aksi Bom
Maksa ‘Kebelet ke Surga’ (menurut anggapannya) di depan gerbang pintu masuk Polrestabes
Surabaya sampai Drama Heroik lagi di Sidoarjo antara teroris dan aparat yang
saling baku tembak (btw terima kasih aparat yang telah membekuk si / ).
Entah apa yang kemudian menyebabkan kemunculan kembali
teroris ke permukaan bumi pertiwi setelah sekian lama tak bermunculan. Menurut
sebagian pengamat bola eh teroris maksudnya, disebabkan propaganda yang
dipelopori para napi terorisme di Mako Brimob Depok. Seolah para napi terorisme
di Mako Brimob membangunkan teroris yang lain dari tidur nyenyaknya. Memang
kejadian runtutannya di mulai dari gejolak di Mako Brimob, bisa diterima dan
agak lumayan masuk akal lah. Namun, kenapa pengamat teroris itu memberikan
analisanya setelah muncul kejadian, bukan sebelumnya atau katakanlah memberikan
antisipasi, bahwa kerusuhan di Mako Brimob merupakan propaganda. Baik, pengamat
hanyalah seorang manusia, bukan Tuhan, jadi tidak bisa memastikan ke depannya.
Sekarang sudah jelas, dan bahkan sangat lebih dari jelas
bahwa para teroris mulai kembali terpanggil oleh para rekan-rekannya, maka oleh
karenanya sudah seharusnya para aparat, khsususnya intelejen negara jangan
sampai kecolongan kembali. Di samping para aparat sebagai pelindung masyrakat,
masyarakat sendiri pun kemudian harus ikut andil dalam menangani kasus terorisme
ini. Apalagi kasusu kali ini, membawa anak kecil sebagai bombernya, lebih sulit
lagi untuk diungkap, ujar salah satu pakar teroris. Maka sudah sangat
dibutuhkan bantuan dari masyarakat untuk selalu melongok tetangga sekitarnya
yang agak tertutup.
Di samping aparat dan masyrakat, para politisi yang
menjabat sebagai DPR pun harus menyegerakan UU tentang Terorisme. Pasalnya, UU
tersebut maju mundur, bahkan sampai ngaret dua tahun. Akibatnya, salah satu
pakar sejarah dalam twitternya men-tag pak Jokowi untuk membuat Perpu tentang
antiterorisme. Jika terus berlama-lama
tidak segera di sahkan, maka terorisme semakin menjadi. Bahkan akan terus
mewabah karena hukuman yang ada terlalu ringan untuk kategori terorisme (mungkin).
Bagaimana tidak, para teroris yang membunuh banyak orang seharusnya diberi
hukuman mati, tetapi jika calon teroris yang hanya baru ingin berkecimpung,
tidak harus sampai di hukum mati. Masih ada harapan untuk dicuci kembali
otaknya. Saya menyediakan laundry khusus cuci otak teroris, bisa kirm ke saya
saja (hhe).
Jika berbicara ranah agama, terorisme bukanlah suatu ajaran
agama apapun. Baik itu Islam, Kristen,
Budha, Hindu dan yang lainnya. Terorisme dengan agama sangat bertentangan,
bertolak belakang. Agama mengajarkan kedamaian bagi setiap pemeluknya. Semua
tokoh mengatakan bahwa terorisme bukanlah ajaran agama, tetapi yang menjadi
persoalan adalah ketika bagaimana sang
teroris itu, berbuat seperti itu, mengatasnamakan agama, baik dari Islam,
Kristen, Budha, Hindu atau yang lainnya. Untuk kasus terorisme ini, terorisnya
berasal dari agama yang mengaku islam.
Perlu kita akui bersama bahwa ada permasalahan pada diri
sebagian orang Islam, seperti para teroris yang mengaku agama Islam itu. Maka
jangan sungkan kita akui bahwa memang ada orang Islam yang seperti itu, bukan
Islamnya. Dengan adanya pengetahuan tersebut sudah seharusnya membenahi
ajaran-ajaran agama yang disalah arahkan oleh sebagian oknum-oknum tertentu
atau mungkin kedangakalan pemahaman terhadap teks kitab suci. Tidak menjadi soal
ketika memang pemahaman yang dangkal itu hanya sebatas dipahami oleh dirinya
tanpa menyalahkan pemahaman yang lain juga tanpa disebarkan kepada yang lain.
Tetapi repotnya, ketika pemahaman dangkalnya diakui seolah menjadi kebenaran
dari Tuhan lantas disebarkan dan sebagai legitimasi untuk menyalahkan yang
berbeda dengannya.
Dengan demikian, dibutuhkan pembangunan yang lebih besar
lagi, lembaga ‘laundry-laundry’ untuk mencuci otak-otak yang sudah terjangkit
pemahaman dangkal tentang teks kitab suci yang mengarah kepada terorisme. saya
rasa pemeintah sekarang sudah sangat banyak mengadakan agenda ‘laundry’ untuk
kembali menyegarkan pemahaman ke yang lurus dalam artian bukan yang mengarah
kepada terorisme. Kalau boleh saya katakan, teroris adalah manusia buas yang
sudah kehilangan akal bersih sehatnya
dan telah diisi oleh kotoran-kotoran yang sakit. Jika anda melihat seseorang
yang memeliki paham yang mengarah pada Terorisme segera hubungi Laundry Kami
untuk dicuci kembali dengan Deterjen Harum Durian, khusus untuk otak mereka,
hubungi, 7320218. Mengapa harum durian? Jawab sendiri! hhe
Komentar
Posting Komentar