Makalah Sejarah Perkembangan Ulumul Qur'an Abad Ke-5


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah  Ulumul Qur’an I
(Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an)
Dosen Pengampu :
Muhammad Hidayat Noor, S.Ag., M.Ag.

Disusun oleh :
Haikal Fadhil Anam                            : 17105030003
Idlofi                                                   : 17105031006
Muchammad Zuhdi Anhar                 : 17105030066


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018


KATA PENGANTAR

Maha suci Allah, pemilik kebesaran dan kemuliaan, Puji syukur kami haturkan kehadirat-Nya, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Selawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Sang revolusioner sejati, pembawa dan penuntun kalam ilahi.
Sebelumnya, kami ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang turut mendukung atas terselesaikan nya makalah ini. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini. Meskipun kami menyadari bahwa masih  banyak kekurangan di dalamnya, baik dari segi penulisan atau isi. Oleh karena itu, kami membuka lebar  saran dan kritik dari pembaca yang budiman, agar kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan  menambah pengetahuan serta  pengalaman bagi pembacanya.

Yogyakarta, 27 Februari 2018

Penulis

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Jangan sekali-kali melupakan sejarah! Itulah salah satu ungkapan yang pernah Ir. Soekarno katakan. Memang demikian, betapa pentingnya sejarah bagi kehidupan manusia saat ini. Al-Qur’an merupakan warisan sejarah yang berlaku untuk di manapaun dan kapanpun. Maka sudah seharusnya perlu untuk mempelajari dan membuka kembali tonggal kesejarahan al-Qur’an. Namun, untuk memahi al-Qur’an, perlu ditopang dengan ilmu-ilmu yang mengkaji seluk-beluknya al-Qur’an.
Perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an dari masa ke masa terus mengalami inovasi yang signifikan. Orientasi manusia dalam memahami kandungan lautan ilmu al-Qur’an tiada henti. Maka begitu banyak bermunculan ilmu-ilmu baru untuk mengkaji seluk-belu al-Qur’an. Bagaimana tidak, al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad saw (Q.S Al-Baqarah:23). Maka keluasan ilmu di dalamnya takkan pernah habis. Oleh karenanya, para ulama banyak berinovasi untuk memunculkan ilmu-ilmu al-Qur’an untuk mengkajinya.
Pergeseran waktu demi waktu terus bergulir, pada zaman Rasulullah al-Qur’an dikaji langsung oleh dirinya. Pada zaman selanjutnya, mulai tumbuh ilmu-ilmu yang membahas dan mengkaji tentang al-Qur’an. Dari abad ke abad para ulama selalu berinovasi dan memuncul ilmu baru tentang kajian al-Qur’an. Dalam penulisan makalah singkat ini, penulis berusaha untuk memaparkan dan menjelaskan secara singkat mengenai perkembangan ulumul Qur’an pada abad ke-5.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diperoleh, antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah perkembangan Ulumul Qur’an abad ke-5?
2.      Siapa Ulama yang mengembangkan Ulumul Qur’an pada abad ke-5?
3.      Apa kitab Ulumul Qur’an yang ditulis pada abad ke-5?


C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Ulumul Qur’an abad ke-5.
2.      Untuk mengetahui siapa Ulama yang mengembangkan Ulumul Qur’an pada abad ke-5
3.      Untuk mengetahui kitab Ulumul Qur’an apa yang ditulis pada abad ke-5

D.    Metode

Adapun metode yang kami lakukan dalam penyusunan ini dengan “studi pustaka” yakni mengambil dan menyusun berbagai sumber mengenai materi tersebut, kemudian dikumpulkan dan kami susun secara sistematis.






















BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah Singkat Perkembangan Ulumul Qur’an pada abad ke-5
Setelah masa perkembangan ulumul Qur’an pada abad ke-4 yaitu di bawah masa pemerintahan Dinasti Abasiyah,  untuk selanjutnya beranjak ke abad 5. Pada abad ke-5 ini, ada beberapa ulama-ulama yang muncul dalam kajian ulumul Qur’an dengan menampilkan inovasi ilmu-ilmu kajian al-Qur’an. Ulama-ulama ini ada ytang di bawah pemerintahan masa Umayah dan juga ada yang mengalami masa transisi dari pemerintahan Abasiyah. Lebih jauh akan dijelaskan di pembahasan berikutnya dalam sub judul tokoh.
Dari berbagai sumber yang telah didapat, diantara ulama-ulama yang muncul pada abad ke-5 serta karyanya, sebagai berikut:
1.      ‘Ali bin Ibrahim al-Hufi (w. 430 H), menulis kitab I’rab Al-Qur’an dan kitab al-Burhan Fi Ulumil Qur’an[1].
2.      Abu Amr ad-Dani (w. 444 H), menulis kitab  ‘At-Taisir Fil Qira’atis-Sab’i dan kitab ‘Al-Muhkam Fi Nuqath.[2]
3.      Al-Mawardi (w. 450 H), menulis kitab Amsaluhu al-Qur’an.[3]
4.      Abu al-Hasan al-Wahidi (w. 468 H), menulis kitab Asba an-Nuzul.[4]
5.      Ibnu Naqiyah (w. 485 H), menulis kitab Al-Juman Fi Tasybihat al-Qur’an.[5]
Pada abad ke-5 ini ulama yang paling mencolok adalah ‘Ali bin Ibrahim al-Haufi, dengan karyanya al-Burhan Fi Ulumil Qur’an. Menurut Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya Mabahis Fi Ulumil Qur’an dikatakan bahwa al-Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu al-Qur’an).[6]
B.     Biografi Ulama abad ke-5
Terbatasnya sumber dan referensi tentang sejarah perkembangan ulumul Qur’an, khususnya untuk subjudul biografi ulama ini, maka disini hanya akan dijelaskan biografi beberapa ulama saja, diantaranya sebagai berikut:
1.    Abu Amr ad-Dani (w. 444 H)
Nama lengkapnya adalah Imam Aby ‘Amr Ustman ibn Sa’di Al-Daaniy dilahirkan pada tahun 371 H dan wafat pada tahun 444 H. Beliau dalah seorang ulama dari dynasty Umayyah di Andalusia, Spanyol di bawah kekhalifahan Hisyam II sampai Hisyam III. Ad-Dani nisbat kepada salah satu kota di Andalusia (Spanyol bagian Selatan) yaitu Addabniiyah.
Imam Ad-Dani pada zamannya terkenal dengan nama Sarofi Al-Maliki. Beliau adalah syaikh dari para masyaikh qori. Beliau orang yang cerdas, pimtar, kuat hafalanya, beli juga belajar semua displin ilmu agama dari al-Qur’an dengan segala dengan segala disiplin ilmunya dan juga ilmu hadist.
Beliu menuntut ilmu sejak tahun 386 H. Kemudian Beliau melanglang buana ke negeri Masyriq (timur) pada tahun 396 H. Kemudian beliau kembali ke Andalus pada bulan Dzulqa’dah pada tahun 399H. Beliau adalah seorang ulama dari beeberapa banyak ulama dari ilmu Qira’at Al-Qur’an, baik menyangkut metode, riwayat, tafsir, makna, I’rab, serta pelafalannya. Karyanya lebih dari dua puluh karya. Kitab at-Tasyir fii Al-Qira’at Al-Sab’i dan Al-Muhkam fi al Nuqath termasuk kedalam karyanya.[7]
Beliau hidup dalam dalam masa abad ke 4-5 H, seperempat akhir masa abad ke 4 dan masuk abad ke 5. Beliau hidup dimana saat itu terjadi masa pergejolakan Islam dari Barat sampai Timur Arab. Pada itu merupakan masa keemasan ilmu pengetahuan Daulah Umayyah. Guru-guru beliau di antaranya sebagai berikut:
1.      Syaikh Abu Qosim Al-Kholaf bin Ibrahim bin Haqon al-Misri
2.      Abu Fatah Faris bin Ahmad al-Khamisi
3.      Abu Faraj Muhammad bin Abdullah an-Najad.
4.      Ibnu Mujahid
5.      Hasan bin Sulaiman al-Antoki
Murid-murid beliau diantaranya sebagai berikuit:
1.      Ahmad bin Usman bin Said
2.      Husain bin Ali bin Mubassir
3.      Kholaf bin Ibrahim At-Toliy
4.      Abu Dawud Sulaiman an-najah
5.      Abdul Malik bin Abdul Qudus
6.      Abdul Haq bin Abi Marwan bin As-Sualaji. [8]
2.    Al-Mawardi (w. 450 H)
Abu Al- Hasan bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi‟I lahir dikota Basrah pada tahun 364 H (974 M). setelah mengawali pendidikannya di kota Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia berkelana diberbagai negeri islam untuk menuntut ilmu.
Diantara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad al-Jabali, Muhammad bin Adi  bin Zuhar Al-Manqiri, Ja‟far bin Muhammad bin Al-Fadhl Al-Baghdadi, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi,Muhammad bin Al-Ma‟ali Al-Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini.Berkat keluasan ilmunya, salah satu tokoh besar mazhab syafi‟i ini dipercaya memangku jabatan Qadhi (hakim) diberbagai negri secara bergantian. Setelah itu al-Mawardi kembali kekota Baghdad untuk beberapa waktu kemudian diangkat sebagai hakim agung pada masa  pemerintahan Al-Qaim bin Amrillah Al-Abbasi.
Sekalipun hidup dimasa dunia islam terbagi kedalam tiga dinastii yang saling  bermusuhan, yaitu dinasti Abbasiyah di Mesir, dinasti Umayah II di Andalusia dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, Al-Mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi dimata para penguasa dimasanya bahkan, para penguasa Bani Buwaihi, selaku pemegang kekuasaan pemerintah Baghdad, menjadikannya sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya. Sekalipun telah menjadi hakim, Al-Mawardi tetap aktif mengajar dan menulis.
Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib al-Baghdadi dan Abu A-Izza Ahmad bin Kadasy merupakan dua orang dari sekian  banyak murid Al-Mawardi. Sejumlah besar karya ilmiah yang meliputii berbagai bidang kaijian dan bernilai tinggi telah ditulis oleh Al-Mawardi, seperti : Tafsir Al-Quran al-Karim, al-Amtsal wa al-Hikam, al-Hawi al-Kabir, al-Iqna, al-Adab ad-Dunya wa ad-Din, Siyasah al-maliki,  Nasihat al-Muluk, al-ahkam ash-shulthaniyyah, an-Nukat wa al-Uyun, dan Siyasah al-Wizarat wa as-Siyasah al-Maliki. Dengan mewariskan berbagai karya tulis yang sangat berharga tersebut. Al-Mawardi meninggal pada awal tahun 450 H (1058 M) di kota Baghdad dalam usia 86 tahun.[9]
3.    Abu al-Hasan al-Wahidi (w. 468 H)
Nama lengkapnya adalah Al-Wahidi Ali ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ali ibn Mattuyah, yang dikenal dengan nama Imam Abu Hasan Al-Wahidi An-Naisabury. Bapaknya bernama Ahmad ibn Muhammad dari golongan pedagang,berasal dari kota Sawah, yaitu sebuah kota diantara kota Arroy dan Hamdzan di Wasith. Di kota tersebut terdapat sungai kecil yang terkenal sejak zaman dahulu, yang airnya itu kering pada hari kelahiran Nabi. Di dekat Kota Sawah terdapat sebuah kota yang bernama Awat.
Al-Wahidi adalah seorang murid dari al-Tsa’labi, yakni pengarang tafsir. Darinyalah beliau belajar dan menimba ilmu tafsir untuk bekal ilmu yang luas. Kemudian Al-Wahidi belajar bahasa arab dari Abul Hasan al-Qahandazi, belajar ilmu lughah dari Abu al-Fadhl Ahmad ibn Muhammad ibn Yusuf al-Arudhi, salah seorang teman Abu Manshur al-Azhari. Beliau lahir dan juga wafat di Naisabur, beliau wafat disebabkan sakit yang berkepanjangan tepatnya pada Jumadil akhir pada abad ke-5 tahun 468 H/1076 M.18
Ibnu Kholkan ( pengarang kitab wafayatula’ayan menyebut : Abu Hasan Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Mattuyah al-Wahidi memilik kitab-kitab tafsir yang masyur, pada jamannya beliau adalah pakar nahwu dan tafsir.[10]
Guru–gurunya, Abu al-Fadhl al-Arudhi, Abu al-Hasan al-Qahandazi, Abu Imraan Al-Maghribi Al-Maliki, Abu Al-Qasimi Ali ibn Ahmad Al-Basiti, Abu Al-Hasan Ali ibn Ahmad Al-Farisi, dan banyak selainnya. Sedangkan muridnya-muridnya, Al-Khuwari, namanya Abu Muhammad Abdul Jabbar ibn Muhammad, Ahmad ibn Umar AlArghiyaniy, Abu Nashr Muhammad ibn Abdullah Al-Arghiyaniy Ar-Rawaniriy, Yusuf ibn Ali Abu Al-Qasimi Al-Hadiliy, AlHusein ibn Muhammad ibn Husein AlFarghoni As-Samnaniy dan dan banyak selainnya.
Al-Wahidi merupakan ahli fiqh pada Madzhab Syafi’i. Sebagaimana telah disebutkan dalam golongan ulama-ulama fiqh syafi’iyah pada beberapa kitab, seperti kitab 18 Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir (Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir), Ibnu Subki, Al-Asnawi dan yang lainnya. Ibnu Qadhi Syuhbah telah mencatat di dalam kitab Thabaqat Al-Syafi’iyah (257/1), bahwa Imam Nawawi mengutip dalam kitab Ar-Raudhah dari kitab Al-Siiru Fil Kalam Ala al-Salam (Rahasia berbicara tentang salam).
Imam Al-Wahidi meninggalkan karya yang luar biasa. Peninggalan tersebut merupakan sebuah argumen nyata tentang kelebihan beliau dari yang lainnya, serta menunjukkan bahwa beliau memiliki kedudukan yang mulia dalam hal ilmu. Karya-karya beliau terdapat pada beberapa cabang disiplin ilmu pengetahuan. Namun biasanya tentang ilmu al-Quran dan tafsir. Di bawah ini akan disebutkan kondisi setiap karyanya yang dapat kita ketahui, apakah sudah diterbitkan dan disebarluaskan atau belum disebarkan kepada khalayak umum. Karya-karya beliau tersebut adalah :
4.       a. As-bab al-Nuzul
5.       b. Al-Wajiz fi al-Tafsir
6.       c. Al-Wasit  fi Tafsir al-Quran al-Majid
7.      d. Al-Basit fi al-Tafsir
8.       e. Ma’ani al-Tafsir, dan banyak lagi karya-karya Al-Wahidi yang lainnya.[11]
C.    Kitab Karya Ulama abad ke-5
Terbatasnya sumber dan referensi tentang sejarah perkembangan ulumul Qur’an, khususnya untuk Kitab Karangan Ulama abad ke-5 ini, maka disini hanya akan dijelaskan beberapa kitab saja, diantaranya sebagai berikut:
1.    Kitab al-Burhan Fi Ulumil Qur’an karya ‘Ali bin Ibrahim al-Hufi (w. 430 H)
Kitab ini membahas terutama tentang tafsir. Tetapi, juga membahas tentang semua yang berhubungan dengan berbagai aspek dari sebuah ayat. Misalnya, setiap bagian dari al-Qur'an, termasuk informasi tentang makna ayat, tafsirnya, yang merupakan tujuan Wahyu, dan tentang metode yang tepat dalam perbedaan qiraa'at serta bagaimana perbedaan mempengaruhi makna, kemudian memperlajari juga di mana harus berhenti dan di mana tidak, dan sebagainya. Karya ini dianggap menjadi karya pertama dari kajian Ulumul Qur’an dengan pendekatan yang luas tentang ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Qur'an.[12]
Syeikh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani menemukan kitab ini (al-Burhan) di Perpustakaan Mesir, terdiri dari 30 jilid, dan dari ke-30 jilid tersebut 15 jilid tidak tersusun dan tidak berurutan. Kitab tersebut berbicara tentang ayat-ayat al-Qur’an menurut tertib Mushaf. Ia membicarakan dalam kitabnya judul umum yang disebutkan dalam ayat dengan menuliskan al-Qaul fi Qaulihi ‘Azza wa Jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘azza wa jalla) kemudian disebutkan ayatnya. Selanjtnya dibawah judul dicantumkan al-Qaul fil I’rab (pendapat tentang morfologi), di bagian ini, ia membicarakan ayat dari segi nahwu dan bahasanya dan lain-lain. [13]
2.    Kitab Asba an-Nuzul karya Abu al-Hasan al-Wahidi (w. 468 H)
Urgensi dalam kitabnya bahwa, Asbāb al-nuzūl (sebab-sebab diturunkannya) ayat al-Quran akan memberikan pemahaman, tidak hanya pemahaman tekstual tetapi pemahaman kontekstual juga terhadap suatu ayat, terutama untuk mengetahui status hukum pada masa itu, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.19 Dalam menentukan asbāb al-nuzūl salah satu cara yang dikemukakan Al-Wahidi “Tidak boleh kita mengatakan tentang sebab-sebab turunnya ayat al-Quran melainkan dengan riwayat dan mendengar dari orangorang yang menyaksikan ayat itu diturunkan, dan juga mengetahui sebab-sebabnya, serta membahas tentang pengertiannya dan bersungguh-sungguh dalam mencarikan yang demikian itu”.[14]
          Ia mengatakan bahwa Asbāb al-nuzūl bersumber dari khabar sahabat yang hidup dan menyaksikan turunnya Alquran, dan berasal dari khabar-khabar dari tabi’in yang menerima dari sahabat sebagai syarat sahih-nya riwayat asbāb al-nuzūl. Dengan demikian asbāb al-nuzūl sahih jika adanya kesaksian bahwa ia menyaksikan sendiri atau mendengar berita kejadian itu sendiri atau ada yang menanyakan sebab turun ayat kepada yang mengetahuinya. Al-Wahidi menyatakan “Ketidak mungkinan untuk menginterpretasikan al-Quran tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan asbāb al-nuzūl”.[15]
          Al-Wahidi berkata bahwa mengetahui tafsir ayat al-Quran tanpa memahami cerita dan penjelasan turunnya ayat adalah hal yang tidak mungkin. Kemudian Ibnu Daqiqi al-Id berkata, penjelasan sebab turun merupakan metode yang ampuh untuk memahami makna-makna al-Quran. Lebih lanjut Ibnu Taimiyyah berkata, pengetahuan mengenai asbāb alnuzūl dapat membantu memahami ayat dan melahirkan pengetahuan mengenai musabbab. Pendapat yang dikemukakan oleh Al-Wahidi mengenai peran penting asbāb al-nuzūl: “Tidaklah mungkin kita mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turunya.
          Metode yang digunakan Al-Wahidi ini sangat hati-hati mengambil referensi untuk dicantumkan ke dalam kitabnya. Pada setiap hadis dan pendapat yang ia tuangkan memiliki landasan yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Dari semua hadis yang ada, selain ia terima dari guru-gurunya juga tercantum dalam literatur-literatur klasik sebelum eranya, baik dari kitab-kitab Tafsir, Hadith maupun Sejarah. [16]
Contoh Analisa Asbāb al-Nuzūl al-Wahidi pada al-Nūr Ayat 3
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
Al-Wāhidī menuturkan tiga riwayat asbāb al-nuzūl al-Nūr Ayat 3. Yang pertama ia kutip dari ulama tafsir tanpa menyebut secara spesifik ulama mana yang dimaksud. Ia berkata:
Bahwa para penafsir berkata bahwa kaum muhajirin datang ke Madinah dan di antara mereka terdapat beberapa orang miskin yang tidak memiliki harta. Dan di Madinah terdapat beberapa pelacur yang mengkomersialkan dirinya. Pada saat itu kalangan pelacur termasuk kelompok sejahtera. Beberapa orang dari kaum miskin muhajirin tertarik dengan penghasilan pelacur-pelacur tersebut. Mereka berkata, “kalau saja kita menikah dan hidup bersama mereka hingga Allah menjadikan kita tidak lagi butuh kepada mereka”. Merekapun meminta ijin Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam untuk hal tersebut. Lalu turunlah ayat ini dan diharamkan menikahi perempuan pezina untuk melindungi kaum mu’minin dari terjatuh ke dalam perzinaan.
Riwayat kedua dituturkan al-Wāhidī dari Ikrimah tanpa menyebut sanad. Berikut riwayat selengkapnya:
Ikrimah berkata bahwa ayat ini turun pada pelacur-pelacur di Makkah dan Madinah. Terdapat banyak pelacur di antaranya sembilan pelacur yang memasang papan nama seperti papan nama ahli pengobatan agar di ketahui. Kesembilan pelacur itu adalah Ummu Mahzul budak perempuan al-Saib bin abi al-Saib al-Mahzumi, Ummu ‘Ulaith budak perempuan Shofwan bin Umayyah, Hannah al-Qibtiyah budak perempuan al-‘Ash bin Wa’il, Muznah budak perempuan budak perempuan Malin bin Amilah bin al-Sabbaq, Jalalah budak perempuan Suhail bin Amr, Ummu Suwaid budak perempuan Amr bin Utsman al-Mahzumi, Syarifah budak perempuan Zam’ah bin al-Aswad, Farsah budak perempuan Hisyam bin Rabi’ah, dan Fartana budak perempuan Hilal bin Anas. Pada masa jahiliyah rumah-rumah mereka dikenal dengan nama “al-Mawākhīr” (rumah bordil – penulis). Mereka tidak dikunjungi selain oleh pezina dari golongan ahlul kitab atau orang musyrik dari kaum pagan. Beberapa orang dari kaum muslimin bermaksud menikahi pelcaur-pelacur itu untuk menjadikannya sebagai sumber penghidupan. Lalu Allah menurunkan ayat  ini dan melarang mereka melakukan hal tersebut serta mengharamkannya.
Riwayat ketiga dituturkan lengkap dengan sanadnya yang berujung kepada cerita Abdullah bin Amr bin al-Ash. Berikut riwayat selengkapnya:
Dulu ada seorang perempuan bernama Ummu Mahzul yang melacur dan menjanjikan kecukupan nafkah kepada orang yang menikahinya. Seseorang dari kaum muslimin bermaksud menikahinya. Disampaikanlah maksud itu kepada Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Lalu turunlah ayat: الزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زانٍ أَوْ مُشْرِكٌ
Ketiga riwayat di atas memiliki inti cerita yang sama yaitu bahwa seseorang atau beberapa orang bermaksud menikahi pelacur untuk meringankan beban hidup. Maksud tersebut disampaikan kepada Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Lalu turunlah surat al-Nūr ayat 3 yang melarang menikahi pelacur sebagai jawaban atas keinginan mereka.
Untuk memudahkan pembahasan, selanjutnya ketiga riwayat al-Wāhidī masing-masing akan diberi nama sebagai berikut: riwayat I disebut “al-Wāhidī 1”; riwayat II disebut “al-Wāhidī 2” ; dan riwayat III disebut “al-Wāhidī 3”.[17]



3.    Kitab  Jami al Bayan fi al Qiraat al Sab’i  kaya Abu Amr ad-Dani (w. 444 H)
1.1.Latar Belakang dan Sistematika Penyusunan  Kitab Jami al Bayan fi al Qiraat al Sab’i
Dalam muqaddimah kitab tersebut disebutkan bahwa penyusunan kitab itu berdasarkan permintaan para beberapa orang yang kemungkinan adalah murid-muridnya untuk menyusun sebuah kitab yang menghimpun masalah aspek-aspek perbedaan dalam qiraah sab’ah berikut perincian sanad, madzhab, dan prakteknya secara komprehen.
Di dalam muqaddimah, al Dani telah memaparkan secara lengkap 40 riwayat seputar ke 7 imam sab’ah (Hamzah, Kasa’I, Abu Amr, Ibn Amir, Ibnu Katsir, Ashim, Nafi’) yang dikutip dari 160 jalan sanad. Ia menjadikan kitab ini terbagi menjadi 6 bab utama. Bab-bab tersebut adalah :
a.  Penjelasan mengenai hadits yang menerangkan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan 7 huruf.
b. Penjelasan mengenai hadits yang mengimbau  untuk ittiba’ kepada imam-imam salaf masalah bacaan al-Qur’an.
c. Penjelasan mengenai nama-nama imam qiraah (cuplikan biografi).
d. Penjelasan mengenai perbedaan imam qiraah sab’ah dalam al Fatihah.
e. Penjelasan mengenai perbedaan imam qiraah sab’ah dalam surat-surat al Qur’an.
f. Penjelasan mengenai takbir dalam qiraah Ibnu Katsir dan hadits yang menjelaskannya.
1.2. Pengantar Ilmu Qiraah dan Sekilas Kitab Jami al Bayan fi al Qiraat al Sab’i
Pada saat itu variasi bacaan yang diajarkan Rasulullah hanya sebatas pengetahuan, dan tidak menjadi sebuah disiplin ilmu. Kemudian di masa khalifah Utsman, banyak terjadi kerusuhan dan perselisihan diakibatkan perbedaan qiraat antar golongan. Bahkan saat itu perselisihan hamper sampai ke titik saling mengkafirkan. Perbedaan qiraat yang awalnya Nabi SAW inginkan agar menjadi rahmat dan kemudahan untuk lisan umatnya, malah ditangkap sebagai bencana. Karenanya, khalifah Utsman memiliki ide untuk menjadikan mushaf yang berbeda-beda itu menjadi satu ragam saja.
Sekitar satu abad setelahnya, yakni pada pertengahan kedua abad I hingga pertengahan awal abad ke II, ulama-ulama terdorong untuk meneliti dan meyeleksi berbagai sistem qiraat. Hasilnya, diputuskanlah tujuh sistem qiraat al-Quran yang berhasil dilestarikan dan digolongkan mutawatir. Selanjutnya, muncullah ulama-ulama yang berjasa membersihkan qiraat dari berbagai penyimpangan. Salah satu diantaranya adalah imam ad-Daniy al Andalusiy ini.
Di dalam kitab tersebut disebutkan, penyebab adanya tujuh imam dalm qiraah didasari oleh sabda Nabi yang berbunyi :
إن هذا القرءان أنزل على سبعة أحرف فافرؤوا ما تيسر منه
Hadits ini memiliki penafsiran bahwa yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh qiraat. Sedangkan alasan mengapa yang dipilih adalah ‘tujuh’ yakni karena permohonan Nabi agar al-Quran dapat dibaca dengan lebih dari satu bacaan, dengan tujuan memudahkan dan melonggarkan kepada umatnya. Karena menyeragamkan lisan umatnya hanya kepada satu atau dua bacaan menurut Nabi itu memberatkan umatnya, sehingga Nabi memohon pada Allah hingga tujuh kali sehingga al-Quran dapat dibaca dengan tujuh bacaan.
Mengenai hukum dan lafadz ta’awwudz atau dalam istilah Arab lebih dikenal dengan istilah isti’adzah ada 3 :
1.      Bunyi isti’adzah adalah A’udzu billahi minasy syaithonir rojim.
2.      Bunyi isti’adzah adalah A’udzu billahis sami’il ‘alimi minasy syaithonirrojim.
3.      Bunyi isti’adzah adalah A’udzu billahil‘alimi minasy syaithonirrojim.
Yang banyak dipakai di kalangan penduduk Haramain, Kufah, dan Syam  adalah yang kedua, sedangkan selain ketiganya dan Mesir menggunakan yang ke tiga. Adapun membaca ta’awudz menurut riwayat Abil Qasim al Musayyabi tidak pernah dilakukan ahli Madinah. Menurut qiraat Nafi’, ia membaca ta’awwudz dengan lirih. Sedangkan qiraat Hamzah membaca ta’awwudz dengan lirih saat membaca al Fatihah dan membacanya disertai basmalah secara lirih saat membaca surah selain al Fatihah.[18]



BAB III PENUTUP
A.    Simpulan
1.    Perkembangan Ulumul Qur’an pada abad ini yang paling mencolok adalah dengan adanya kitab al-Burhan Fi Ulumil Qur’an yang mana merupakan kitab pertama yang membahas ilmu-ilmu al-Qur’an.
2.    Secara singkat pada abad ini, perkembangan Ulumul Qur’an ditandai dengan hadirnya para ulama seperti ‘Ali bin Ibrahim al-Hufi (w. 430 H), dengan kitabnya  I’rab Al-Qur’an dan kitab al-Burhan Fi Ulumil Qur’an, Abu Amr ad-Dani (w. 444 H), dengan kitabnya  ‘At-Taisir Fil Qira’atis-Sab’i dan kitab ‘Al-Muhkam Fi Nuqath, Al-Mawardi (w. 450 H), dengan kitabnya Amsaluhu al-Qur’an, Abu al-Hasan al-Wahidi (w. 468 H), dengan kitabnya Asba an-Nuzul, dan Ibnu Naqiyah (w. 485 H), dengan kitabnya Al-Juman Fi Tasybihat al-Qur’an.
3.    Pertama, kitab al-Burhan Fi Ulumil Qur’an membahas tentang tafsir, tertibnya urutan surat, tempat berhenti dan lanjut dan yang lainnya. Kedua, kitab Asba an-Nuzul di dalamnya berbicara tentang ilmu sebab turunya ayat dan juga berbagai pendapat al-Wahidi tentang ilmu tersebut. Ketiga, kitab Jami al Bayan fi al Qiraat al Sab’i  merupakan kitab yang berisi tentang ilmu Qira’at dan perbedaan dialek serta riwayatntya.
B.     Saran
“Tak ada gading yang tak retak” begitulah adagium yang populer di telinga. Begitu pula, dalam penulisan makalah ini, penulis sangat merasa bahwa masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya, dengan segala hormat, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca budiman. Penulis juga berharap, senoga makalah ini bermanfaat dan menjadi amal jariyah bagi penulis. Amiin.




                                                                                                                  




DAFTAR PUSTAKA
Abdirrahman ar-rumi, Fahd bin. 1997  Dirasat Fi Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh Amirul        Hasan dan Muhammad Halabi menjadi Ulumul Qur’an:Studi kompleksitas Al-Qur’an.             Yogyakarta; Penerbit Titan Ilahi Press.
As-Shalih , Subhi. 1993. Mabahits Fi ulumil-Qur’an, diterjemahkan oleh Tim Pustaka Fidaus        Menjadi Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Furqon ‘Ilmu Qira’at dalam Pandangan Amr ad-Dani” dalam          https://ruangilmu.wordpress.com diakses pada 03 Maret 2018
Husni, Munawir. 2016. Studi Keilmuan Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Diniyah. 
Izzan, Ahmad. 2005. Ulumul Qur’an: Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Humaniora.
Khalil al-Qattan,  Manna. 2016. Mabahis Fi Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir            AS menjadi Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Bogor: Penerbit Litera Antar Nusa.
Khoirul Huda, “Al-Mawardi” dalam http://jounal.uin-suka.ac.id diakses pada 01 Maret 2018
Muslimah, Siti. Dkk. 2017 “Urgensi Asbāb Al-Nuzūl Menurut Al-Wahidi” Dalam Jurnal Al-         Bayan: Studi Al-Qur’an dan Tafsir 2,1 (Juni).
Mohammad Najib Buchori, “Analisa As-Babun al-Nuzulal-Wahidi dan al-Suuyuti pada an-           Nur 3 dan al-Furqazn 68-70” dalam https://mazinov.wordpress.com diakses pada 02        Maret 2018
Tidak Diketahui, “Kitab al-Tafsir fi al-Qira’ati al-Sab’i” dalam  http://iiq.ac.id diakses pada           01 Maret 2018
Tidak Diketahui, “Biografi Abu Amr ad-Dani 444 H” dalam           http://arrazifahrudin.blogspot.co.id diakses pada 02 Maret 2018
Tidak Diketahui, “Membaca Ulang “Asbab an-Nuzul” al-Wahidi” dalam    http://olientonline.blogspot.co.id , diakases pada 02 Maret 2018
Yasir Qadhi, Abu Ammar. 1999. An Introduction to the Sciences of The Qur’aan.   Birmingham United Kindom: Al-Hidaayah Publishing.
Zuhdi, H. Masjfuk. 1997. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: Penerbit Karya Abditama.




[1] H. Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Penerbit Karya Abditama, 1997), hlm. 28
[2] Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an: Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al-Qur’an, (Bandung: Penerbit Humaniora, 2005), hlm. 17
[3] Munawir Husni, Studi Keilmuan Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Diniyah, 2016), hlm. 92
[4] Subhi as-Shalih, Mabahits Fi ulumil-Qur’an, diterjemahkan oleh Tim Pustaka Fidaus Menjadi Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 147
[5] Fahd bin Abdirrahman ar-rumi, Dirasat Fi Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan Muhammad Halabi menjadi Ulumul Qur’an:Studi kompleksitas Al-Qur’an, (Yogyakarta; Penerbit Titan Ilahi Press, 1997), hlm. 63
[6] Lebih jauh baca: Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS menjadi Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Bogor: Penerbit Litera Antar Nusa, 2016), hlm. 7
[7] Tidak Diketahui, “Kitab al-Tafsir fi al-Qira’ati al-Sab’i” dalam  http://iiq.ac.id diakses pada 01 Maret 2018
[8] Tidak Diketahui, “Biografi Abu Amr ad-Dani 444 H” dalam http://arrazifahrudin.blogspot.co.id diakses pada 02 Maret 2018
[9] Khoirul Huda, “Al-Mawardi” dalam http://jounal.uin-suka.ac.id diakses pada 01 Maret 2018
[10] Tidak Diketahui, “Membaca Ulang “Asbab an-Nuzul” al-Wahidi” dalam  http://olientonline.blogspot.co.id , diakases pada 02 Maret 2018

[11] Lebih jauh baca: Siti Muslimah,Yayan Mulyana, dan Medina Chodijah , “Urgensi Asbāb Al-Nuzūl Menurut Al-Wahidi” Dalam Jurnal Al-Bayan: Studi Al-Qur’an dan Tafsir 2,1 (Juni 2017), hlm. 51
[12] Abu Ammar Yasir Qadhi, An Introduction to the Sciences of The Qur’aan, (Birmingham United Kindom: Al-Hidaayah Publishing, 1999), hlm. 22
[13] Lebih jauh baca: Manna Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS menjadi Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an., hlm. 7
[14]  Siti Muslimah,Yayan Mulyana, dan Medina Chodijah , “Urgensi Asbāb Al-Nuzūl Menurut Al-Wahidi” hlm. 51
[15] Siti Muslimah,Yayan Mulyana, dan Medina Chodijah , “Urgensi Asbāb Al-Nuzūl Menurut Al-Wahidi” , hlm. 46
[16] Siti Muslimah,Yayan Mulyana, dan Medina Chodijah , “Urgensi Asbāb Al-Nuzūl Menurut Al-Wahidi” , hlm.  52
[17] Mohammad Najib Buchori, “Analisa As-Babun al-Nuzulal-Wahidi dan al-Suuyuti pada an-Nur 3 dan al-Furqazn 68-70” dalam https://mazinov.wordpress.com diakses pada 02 Maret 2018

[18] Furqon ‘Ilmu Qira’at dalam Pandangan Amr ad-Dani” dalam https://ruangilmu.wordpress.com diakses pada 03 Maret 2018

Komentar