Makalah Sejarah Perkembangan Ulumul Qur'an Abad Ke-7

Makalah Dibuat Dalam Rangka Perkuliahan Studi Ulumul Qur’an Dibawah Bimbingan Bapak Muhammad Hidayat Noor, S.Ag, M.Ag
Oleh:
Egi Tanadi 17105030037
Isna Azizah 17105031053
Septiani 17105031095
PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul Telaah Historis Ulum Al-Qur’an Abad VI Hijriyah
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah menunjukan kepada kita ajaran agama islam yang sempurna serta rahmat bagi semesta alam. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Muhammad Hidayat Noor, S.Ag, M.Ag. yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an. Secara umum, makalah ini membahas dua poin utama yakni:
 Telaah Historis Abad VI Hijriyah
 Ragam Penulis dan Kitab di Bidang Ulum al-Qur’an
Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna peningkatan pembuatan makalah kedepannya.
Yogyakarta, 11 Maret 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH ..............................................4
II. RUMUSAN MASALAH ...............................................................5
III. TUJUAN PENULISAN .................................................................5
IV. METODE PENELITIAN ..............................................................5
BAB II: TELAAH HISTORIS ABAD VI HIJRIYAH
I. LATAR IDEOLOGIS .................................................................... 6
II. LATAR POLITIK .......................................................................... 7
III. LATAR PENDIDIKAN ................................................................ 9
BAB III: TOKOH BIDANG ULUM AL-QUR’AN
I. ABU BAKAR IBN ARABI ............................................................ 12
II. ‘ABD ALLAH AL-SUHAILY ...................................................... 13
III. ABU BAQA’ AL-UKBARY .......................................................... 15
IV. FAKHR AL-DÎN AL-RAZI ........................................................... 18
V. IBN AL-JAUZY ............................................................................. 21
VI. RAGHIB AL-ISHAFANY.............................................................. 25
BAB IV: PENUTUP
I. KESIMPULAN ..............................................................................
II. SARAN ..........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................28
LAMPIRAN ........................................................................................................29
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan pemikiran Islam sepanjang sejarah telah banyak mempengaruhi berbagai perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia Islam. Abad keenam sebagai puncak peradaban umat Islam sekaligus titik tolak peradaban dunia menjadi sangat penting dikaji mengenai berbagai ilmu yang berkembang pada masa ini. Ulumul Qur’an pun yang termasuk dalam ranah kajian ilmu agama islam tidak luput dari perhatian.
Abad keenam menjadi masa penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya dari dalam maupun luar islam. Pengaruh kebudayaan bangsa yang sudah maju melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, dari awal sudah dikenal dua metode penafsiran: Pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional, dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada Hadits dan pendapat sahabat. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi (tafsir rasional) sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan.
Ulumul Qur’an sebagai induk dari ilmu tafsirpun mulai dikembangkan sesuai dengan corak keilmuan yang lebih bertumpu pada metode rasional. Kitab-kitab dan tokoh-tokoh yang membahas tentang Ulumul Qur’an banyak bermunculan. Oleh karena itu, penulis menganggap hal ini merupakan sebuah hal yang krusial untuk dibahas mengingat semangat pengembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat pada masa ini memunculkan banyak karya-karya penting khususnya dalam bidang Ulumul Qur’an.
2
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar historis yang berkembang pada abad VI Hijriyah?
2. Bagaimana biografi tokoh, karya, dan corak kepenulisan yang berkembang pada abad VI Hijriah?
III. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui latar historis yang mempengaruhi perkembangan Ulumul Qur’an pada abad VI Hijriyah
2. Untuk mengetahui biografi tokoh, karya, dan corak kepenulisan Ulumul Qur’an yang berkembang pada abad VI Hijriyah
IV. METODE PENELITIAN
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menggunakan kajian kepustakaan berkaitan dengan karya-karya yang ada pada abad ke-6 Hijriah dan pendekatan latar belakang historis yang berkembang pada masa ini.
1
BAB II
TELAAH HISTORIS ABAD VI HIJRIYAH
I. LATAR IDEOLOGIS
Abad ke-6 Hijriyah merupakan abad keemasan dalam sejarah Islam. Walaupun munculnya pemikiran Islam sebagai cikal bakal peradaban Islam sudah berlangsung sejak abad ke-7 Masehi, namun puncak kejayaan Islam terdapat pada abad ke-6 Hijriah sebagai akibat dari “kebebasan berfikir” yang tumbuh subur dikalangan ummat islam pada masa itu. Hal ini juga berpengaruh terhadap ideologi yang berkembang pada abad ini.
Ideologi dapat dikatakan sangat erat kaitannya dengan pemimpin yang berkuasa. Seperti pada masa awal bani Abbasiyah berkuasa, Bani Abbasiyah banyak memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok teologis yang merasa dirugikan saat masa Bani Umayyah. Oleh karena itu, pada masa awal Bani Abbasiyah berkuasa tidak ada ideologi tertentu yang mendominasi.
Sudah menjadi potensi alamiah manusia barangkali bahwa setiap orang yang memiliki kekuasaanakancenderung mempe-ngaruhi yang lainnya dengan hegemoninya dalam memaksakan keinginannya kepada yang dianggap dapat dikuasai. Pengaruh ideologi agama mulai menampakkan pengaruhnya pada masa khalifah al-Ma’mun yaitu dengan kuatnya pengaruh aliran Mu’azilah pada masa ini. Keadaan ini juga yang menjadi pemicu kemajuan dan ketmunduran teologi Muktazilah. Keotoriteran pengikut Mu’tazilah dengan memaksakan kehendaknya terhadap orang lain melalui pengujian-pengujian (mihnah) dalam mengidentifikasi siapa yang sepaham dan yang tidak sepaham, yang yang dijalankan oleh khalifah al-Ma’mun dan penggantinya serta berakhir dengan tenggelamnya ajaran ini seiring dengan kemunduran imperium Bani Abbasiyah.1
Selain itu, filsafat islam juga mengambil bagian dalam masa ini. Dimasa ini filsafat masih dikaitkan dengan teologi, tetapi sudah menemukan tinmgkat
1 Safii. Teologi Mu’tazilah. Jurnal Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. hlm. 4.
2
kemandirian tertentu. Hal ini disebabkan oleh dibukanya universitas-universitas baru, berkembangnya ordo-ordo baru biara, disebarluaskannya karya-karya filsafat Yunani terutama filsafat Aristoteles yang praktis belum dikenal di Barat. Para filsuf Islamlah yang selanjutnya memperkenalkannya ke Barat seperti oleh Filsuf Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.2
II. LATAR POLITIK
Dalam cakupan pembahasan penulis, abad VI Hijriyah berada pada masa kekuasaan dinasti Abbasiyyah. Berdasarkan kejayaannya, pemerintahan Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi dua periode, yakni:
1. Pemerintahan Abbasiyah Periode I. Periode ini dimulai sejak tahun 132 - 247 H / 749 – 861 M. Periode ini merupakan masa kejayaan para khalifah Abbasiyah. Ada sepuluh penguasa pada periode ini.
2. Pemerintahan Abbasiyah Periode II. Perode ini dimulai dari 247 – 656 H / 861 – 1258 M. Masa ini adalah masa lemahnya para khalifah dan lenyapnya kekuasaan mereka. Masa ini dikuasai oleh kalangan militer. Ada sebanyak 27 khalifah yang berkuasa pada masa ini.3
Sedangkan berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, sejarahwan membagi masa pemerintahan dinasti Abbasiyah menjadi lima periode, yakni:
1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. .Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945M – 447 H/1055M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia pertama.
2 Tiar Ramon. Perkembangan Filsafat Ilmu pada Abad Pertengahan. Bandung : Pustaka Setia. hlm. 8
3 Ahmad al-‘Usairy. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX; Penerjemah Samson Rahman. (Jakarta Timur: Akbar Media, 2003) hlm. 218
3
4. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti manapun, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.4
Pada masa kejayaannya, yakni di periode pemerintahan pertama, khalifah Dinasti Abbasiyah benar-benar merupakan tokoh yang kuat dalam bidang politik dan maupun agama. Masyarakat hidup makmur dan sejahtera dengan bertumpu pada sektor ekonomi perdagangan. Berbagai ilmu dan pengetahuan pun dikembangkan dengan dibangunnya Bait Al Hikmah sebagai pusat penerjemah, sekaligus perguruan tinggi. Ilmuan-ilmuan Muslim ternama juga berkembang pada masa itu seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Khwarizmi, Ibnu Maskawayh, Al Farabi, dll.
Setelah memasuki periode pemerintahan kedua yakni sekitar tahun 247-656 H/861-1258 M, ternyata kemajuan Dinasti Abbasiyah tidak dapat dipertahankan lagi, bahkan malah terjadi berbagai kemunduran. Dimulai dari berkurangnya wilayah kekuasaan karena daerah-daerah otonom mulai memisahkan diri, kemerosotan ekonomi dan wibawa pemerintah, hingga kemunduran dalam bidang kebudayaan. Kemunduran-kemunduran tersebut mengakibatkan Dinasti mengalami puncak kehancuran. Berikut gambaran struktural dan fenomena politik5 yang terjadi pada abad VI Hijriyah berdasarkan susunan tahun:
1. Al-Mustaẓhir bi Allah Ibn Al-Muqtadi
(Februari 1094–6 Agustus 1118)
Perang Salib I (1096–1099); peperangan dipicu oleh berita pembentukan tentara salib di kota Levant.
4 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) hlm. 49-50. 5 Kennedy Hugh; The early Abbasid caliphate; political history. (London: Croom Helm, 1981) hlm. 95
4
2. Al-Mustarshid bi-Allāh Ibn Al-Mustazhir
(6 Agustus 1118–29 Agustus 1135)
Terbentuknya dinasti Almohad di Maroko, Afrika Utara (1121).
3. Al-Rashid bi Allāh Ibn Al-Mustarshid
(29 Agustus 1135–1136)
Usaha penggulingan dinasti Abbasiyah oleh Sultan Ghiyath al-Din Mas'ud dari bani Seljuk.
4. Al-Muqtafī li ʾAmr Allah Ibn Al-Mustazhir
(1136–12 Maret 1160)
Penguasaan Baghdad oleh bani Seljuk gagal, terjadi restorasi sistem khalifah secara independen (1157)
5. Al-Mustanjid bi Allah Ibn Al-Muqtafi
(12 Maret 1160–20 Maret 1170)
6. Al-Mustaḍi bi Amr Allah Ibn Al-Mustanjid
(20 Desember 1170–30 Maret 1180)
Akhir dinasti Fathimiyah di Mesir (1171), restorasi hukum Sunni di Mesir oleh Salahuddin al-Ayubi
7. Al-Naṣir li-Din Allah Ibn Al-Mustadi
(2 March 1180–4 October 1225)
Pembenahan Yerussalem pasca perang Salib (1187).
III. LATAR PENDIDIKAN
Sejarah pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam sejatinya telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam itu sendiri. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meneladani model-model pendidikan Islam di masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama-ulama sesudahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid. Masjid pada masa Nabi bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak
5
dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing.6
Pada abad ini Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, karena mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa.7
Selain itu, pada masa ini terdapat beberapa perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain:
1. Menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir, dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan ilmu falak.
2. Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hanbali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan lain-lain.
3. Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan
6 Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Hidakarya Agung. hlm. 12
7 Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam. hlm. 17
6
pendapat-pendapat atau ide baru.8
Pada masa ini muncul banyak ilmuwan, seperti: Ilmuwan untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani Kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad, lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru. Dalam bidang filsafat antara lain tercatat Al-Kindi, Al- Farabi, Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang sains ada Al-Farghani, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Umar Khayyam dan Al-Thusi. Di bidang kedokteran tercatat nama Al-Thabari, Ar-Razi (Rhazes), Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang ilmu kimia terkenal nama Ibnu Hayyan. Di bidang optika ada Ibnu Haytsam. Di bidang geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi. Dalam bidang ilmu kedokteran hewan ada Al-Jahiz, Ibnu Maskawaihi, dan Ikhwanussafa, Ibnu Sina dan seterusnya yang tidak muat lembaran ini jika diurut satu persatu.9
Dalam bidang ilmu fiqih terkenal nama Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam ilmu kalam ada Washil bin Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi. Dalam ilmu Tafsir ada Al-Thabari dan Zamakhsyari. Dalam ilmu hadits, yang paling populer adalah Bukhari dan Muslim. Dalam ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid Al-Bustami.10
8 Maryamah. Pendidikan Islam pada Dinasti Abbasiyah. Fakultas Tarbiah IAIN Raden Fatah Palembang. hlm. 15.
9 Maryamah. Pendidikan Islam pada Dinasti Abbasiyah. hlm. 17.
10 Maryamah. Pendidikan Islam pada Dinasti Abbasiyah. hlm. 17.
7
BAB III
TOKOH ULUM AL-QUR’AN ABAD VI HIJRIYAH
I. ABU BAKAR IBN AL-ARABÎ (1076-1148)
Abu Bakar Muhammad Ibn ‘Abd Allah al-Ma’afirî Ibn al-Arabî, seorang ‘ulama suni pada masa Spanyol Islam, lahir di Sevilla pada tahun 1076 M dan meninggal di Maroko pada 1148 M. Ayahnya yakni Abu Muhammand Ibn al-'Arabi, seorang petinggi untuk khalifah Thâifa di Sevilla, merupakan salah seorang murid dari Ibnu Hazm.11
Ibn al-Arabi mendedikasikan diri untuk belajar, mengajar, dan menulis. Karyanya terdapat dalam berbagai bidang ilmu seperti hadis, fiqh, ushl al-fiqh, ulum al-Qur'an, adab, tata bahasa Arab, dan sejarah.
1. Aridhat al-Ahwazi; syarah kitab “Sunan Tirmidzi”.
2. Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyyah, 1996) 2418 halaman
3. Al-Nâsikh wa al-Mansûkh (Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, 2006) 756 halaman
4. Al-'Awashim min al-Qawashim; kitab sejarah yang terkenal dengan bantahan keras terhadap Syi'ah.
Mengenai ulum al-Qur’an, Ibn al-Arabi menulis sebuah kitab penghapusan ayat dalam Al-Qur’an dengan judul ‘Al-Nâsikh wa al-Mansûkh. Berikut pembahasannya:
A. Kitab “Al-Nâsikh wa al-Mansûkh”
Ibn al-Arabi membagi pembahasan mengenai naskh dan mansukh ke dalam 2 jilid kitab. Secara garis besar, kitab ini memuat beberapa poin, di antaranya:
1. Bentukan Kata Menurut Sumber Makna, Bentukan, dan Karakternya Disertai Pendapat Para ‘Ulama, yakni; a) Indeks Para Syaikh; dan b) Indeks Para Murid.
2. Pandangan Umum Mengenai Kitab ‘Al-Nâsikh wa al-Mansûkh. 11 Encyclopaedia of Islam Volume III; Penyunting J. Robson (Leiden: Brill, 1995) hlm. 707
8
3. Nâsikh dan Mansûkh dalam Al-Qur’an.
II. ‘ABD ALLAH AL-SUHAYLI (1114-1185)
‘Abd al-Rahman Ibn ’Abd Allah al-Suhayli/ Abu al-Kasim, seorang sarjana Andalusia di bidang teologi Islam, lahir pada 503 Hijriyah/ 1114 Masehi di kota Fuengirola (dahulu dikenal sebagai kota Suhail), dekat kota Malaga. Ia menuntut ilmu pada bidang Al-Qur’an, Hadis, dan filologi di Kordoba dan Granada. Salah satu gurunya yang paling terkemuka yakni Abu Bakar Ibn ‘Arabi yang ditemuinya saat belajar di kota Sevilla.12
Bertempat tinggal di Malaga, ia menghabiskan banyak waktunya sebagai seorang penulis dan peneliti. Al-Suhayli kehilangan indra penglihatan pada usia 17 tahun sehingga ia mengandalkan sabahatnya, Ibn Dihya’, dalam proses membaca dan menulis. Ia memperoleh ketenaran dan kemakmuran saat menetap di Marrakesh, Maroko pada masa kekuasaan dinasti Almohad. Ia meninggal pada 581 Hijriyah/ 1185 Masehi saat melakukan perjalanan ke Maroko, Afrika Utara.
Al-Suhayli mendedikasikan diri untuk hanya untuk belajar dan menulis di Andalusia sehingga banyak karyanya yang bermunculan disana dengan metode penulisan yang bervariasi. Beberapa karyanya13 yang tercatat hingga kini, yakni:
1. Al-Ta’rîf wa al-I’lâm fî mâ Ubhama min al-Qur’ân min al-Asmâ’ wa al-A’lâm (Kairo: Maktabah al-Azhar, 1168) 105 halaman
2. Raud al-Unûf (Kairo: Maktabah Kutb al-Ilmiyyah, 1994) 446 halaman
3. Al-‘Amaly
4. Al-Fawa’id wa al-Syarh Ayât al-Washiyyah
5. Masâil al-Sirr fî ‘Aur al-Dajjal
6. Masâil Ruwayah al-Nabi fî al-Manâm 12 Encyclopaedia of Islam Volume XII; Penyunting W. Raven hlm. 756
13 ‘Abd Allah al-Suhayli. Raud al-Unuf; Penyunting Majdi Ibn Manshur Ibn Sayyid Al-Syuri (Kairo: Maktabah Kutb al-Ilmiyyah, 1994) hlm. 7
9
Mengenai ulum al-Qur’an, Al-Suhayli menulis dua karya tulis yang populer hingga kini, yakni kitab Al-Ta’rîf wa al-I’lâm fî mâ Ubhama min al-Qur’ân min al-Asmâ’ wa al-A’lâm, atau yang kini dikenal dengan judul Mubhamât al-Qur’ân, dan kitab lainnya Raud al-Unûf. Berikut pembahasannya:
A. Kitab “Al-Ta’rîf wa al-I’lâm fî mâ Ubhama min al-Qur’ân min al-Asmâ’ wa al-A’lâm”
Memahami kitab ini cukuplah sulit mengingat data yang ditemukan masih berupa manuskrip dengan model tulisan/ khat yang sederhana. Kitab ini merupakan tulisan asli Al-Suhayli pada tahun 1172 yang disimpan di perpustakaan Universitas Al-Azhar, Kairo sebagai wakaf untuk gurunya, Syaikh Ahmad al-Damanhury. 14 Pembahasannya meliputi kajian mengenai mubham dalam Al-Qur’an.
Mubhamat merupakan salah satu kaidah umum ulum al-Quran. Ilmu ini membahas tentang ayat-ayat yang kurang jelas maknanya untuk diketahui. Beberapa penyebab terjadinya ibham (ketidak jelasan) dalam Al-Quran diantaranya; 1) Penggalan kata tersebut sudah dijelaskan dalam ayat lain; 2) Makna yang diharapkan sudah jelas karena popularitasnya; dan 3) Sengaja menutupi makna dengan tujuan menegaskan dan menguatkan perintah menyayanginya.
Al-Suhayli mengklasifikasi mubham menjadi dua kelompok besar yaitu:
1. Ayat yang mempunyai arti mubham dari seorang laki-laki, perempuan, raja, jin, atau dua orang, sekumpulan yang diketahui semua nama mereka, atau seseorang, atau yang jika tidak dimaksudkan kepada umum
14 ‘Abd Allah al-Suhayli. Al-Ta’rîf wa al-I’lâm fî mâ Ubhama min al-Qur’ân min al-Asmâ’ wa al-A’lâm. (Kairo: Maktabah al-Azhar, 1168) hlm. 1-2
10
2. Ayat yang menunjukkan suatu sekumpulan jumlah akan tetapi hanya sebagian saja yang diketahui.15
B. Kitab “Raud al-Unûf”
Kitab ini ditulis dalam rangka mengomentari kitab Sirah Nabawiyyah karangan Ibn Hisyam (w. 833). Terdapat metode khas yang digunakan Al-Suhayli dalam menulis kitab ini, yakni tetap mengandalkan rujukan ayat Al-Qur’an dan Hadis serta memenuhi isi kitab dengan pendalaman konsep ulum al-Qur’an.
Melalui kata pengantarnya, Al-Suhayli menjabarkan empat pokok konsep dalam kitab ini16, diantaranya:
1. Takhrij ayat Al-Qur’an yang belum pernah ditakhrij oleh ‘ulama sebelumnya
2. Takhrij Hadis dan kebenaran kisah hingga ke sumbernya
3. Mempelajari makna asal suatu kata
4. Verifikasi tulisan Ibn Hisyam
III. ABU BAQA’ AL-UKBARY (1144-1219)
Abu al Baqa’ Abdullah bin Husain bin Abdullah an Nahqi ad Dlarir, al ‘Ukbari (العكبارى ). Kata ‘Ukbar dinisbatkan pada sebuah kota di tepi sungai Tigris yang merupakan bagian dari negara Baghdad. Dia lahir pada tahun 538 H di Baghdad.17 Ia adalah seorang ahli nahwu dan ahli fiqh dari madzhab Hanbali. Selain itu dia nerupakan seorang yang tsiqah dan jujur, banyak hafalannya, dan baik akhlaknya.
Abu Baqa’ al-Ukbary belajar sastra dari akarya sehingga diceritakan oleh ulama pada zamannya bahwa ia menguasai semua seni sastra dan kepenulisan
15 Dini Zulfahmi dan Toha Manasalwa. Al-Mubhamat (Semarang: UIN Walisongo, 2016) hlm. 4
16 ‘Abd Allah al-Suhayli. Raud al-Unuf; Penyunting Majdi Ibn Manshur Ibn Sayyid Al-Syuri (Kairo: Maktabah Kutb al-Ilmiyyah, 1994) hlm. 9-10
17 Abu Baqa’ al-‘Ukbary. At Tibyan fi I’rab al Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyyah, 1992) hlm. 5.
11
sampai-sampai ia dijadikan rujukan dalam dunia dan kepenulisan.18 Ia juga dikabarkan berpindah kepada madzhab Syafi’i dan kemudian mengajar ilmu nahwu. Ia wafat pada tanggal 8 Rabi’ul Akhir tahun 616 H. Beberapa karyanya yang tercatat, yakni:
18 Abu Baqa’ al-‘Ukbary. At Tibyan fi I’rab al Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi. hlm. 6
12
1. Kitab Syarh al-‘Îdhah
2. Al-Lâm’
3. Al-Lubab fi ‘ilal al-Nahwi
4. Syarh al-Mufashshâl
5. I’rab Syu’ûr al-Himasah
6. Kitab I’rab al-Hadis
Mengenai ulum al-Qur’an, Abu Baqa’ al-Ukbary menulis sebuah kitab mengenai morfologi Al-Qur’an dengan judul Imla’ maa Manna bihi ar Rahman fi wujuh al Qiraat wa I’rab al Qur’an atau yang sekarang lebih dikenal menjadi I’rab al Qur’an atau Mu’rab al Qur’an.19 Berikut pembahasannya:
A. Kitab “I’rab al-Qur’an”
Kitab ini pertama kali dicetak dengan nama Imla’ maa Manna bihi ar Rahman fi wujuh al Qiraat wa I’rab al Qur’an, tanpa dasar penamaan yang jelas. Sehingga disepakati bahwa pada pencetakan selanjutnya tidak dinamai dengan nama ini. Untuk memudahkan penamaan kitab ini, maka namanya diubah Sehingga banyak ditemukan kitab ini dengan judul yang berbeda-beda. Seperti yang digunakan oleh Imam Suyuti, kitab ini dia tulis dengan judul I’rab al Qur’an. Namun akhirnya diambil sebuah nama diantara dua tadi, menjadi at Tibyan fi I’rab al Qur’an.20 Kitab ini disunting oleh Muhammad al Bahawi namun tidak disebutkan dimana dan tahun berapa kitab ini dicetak.
Disebutkan dalam pembukaan pada kitab ini bahwa pembahasan al ‘Ukbari tentang I’rab al Qur’an merupakan pembahasan tentang I’rab yang terbaik. Kitab ini juga dapat menjadi rujukan dalam hal seni tata bahasa dalam al Qur’an dan mencakup keseluruhan pembahasan ayat-ayat dalam al Qur’an.21
Kitab ini berisi hal-hal berikut:
1. I’rab semua ayat al Qur’an. Dalam pembahasannya juga berdasarkan tertib surah dalam al Qur’an dan semua ayat dibahas ayat per ayat.
19 Abu Baqa’ al-‘Ukbary. At Tibyan fi I’rab al Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi. hlm. 8.
20 Abu Baqa’ al-‘Ukbary. At Tibyan fi I’rab al Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi. hlm. 8.
21 Abu Baqa’ al-‘Ukbary. At Tibyan fi I’rab al Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi. hlm. 4.
13
2. Dijelaskan tentang macam-macam Qiraat dan dijelaskan I’rabnya. Tidak hanya itu kitab ini juga dilengkapi dengan marji’ atau rujukan dalam ilmu qiraat.
3. Dalam kitab ini juga tidak hanya dijelaskan tentang qiraat dan I’rab tetapi juga dijelaskan maknanya. Makna ini berupa makna perayat, perkalimat hingga perjumlah. Dan lebih luas lagi menjelaskan tentang makna-makna yang diharapkan dalam qiraat tersebut.
4. Disajikan syair-syair arab untuk mendukung penalaran dan meyakinkan pembaca.
5. Disebutkan kaidah-kaidah ilmu nahwu secara umum yang memiliki keterkaitan dengan pembahasan I’rab dalam al Qur’an dan memberikan contoh-contoh sebagai pendukung untuk meyakinkan pendapatnya pada para ahli nahwu sebelumnya.
6. Di dalam kitab ini disebutkan tentang imam-imam ilmu nahwu dan tafsir yang menjadi rujukannya.
7. Dijelaskan tentang pembahasan penting tentang huru-huruf yang menjadi awal surah dalam al Qur’an.22
Dari beberapa hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kitab ini merupakan kitab tentang i’rab, qiraat, tafsir, nahwu dan sangat direkomendasikan untuk dijadikan rujukan sesuai kebutuhan pembaca.
IV. FAKHR AL-DÎN AL-RAZÎ (1149-1209)
‘Abd Allah Muhammad Ibn Umar Ibn Husain Fakhr al-Din al-Razi, salah seorang teolog dan mufassir Islam yang paling dikenal, lahir pada 543 H/1149 M di kota Rayy (sekarang dikenal sebagai kota Herat, Afghanistan) 23. Ayahnya yakni Syaikh Diya al-Din Abu Umar al-Kasim, seorang tokoh ulama dan khatib di daerah asalnya. Dari sinilah muncul julukan untuk Al-Razi, yakni Ibn Khatib.
Dalam jejak rekam pendidikannya, Fakhr al-Din menyelesaikan pendidikan literal dan religi di Rayy serta mengalami beberapa kegagalan dalam penelitian di
22 Abu Baqa’ al-‘Ukbary. At Tibyan fi I’rab al Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi. hlm. 5 23 Encyclopaedia of Islam Volume II; Penyunting G.C. Anawati (Leiden: Brill, 1995) hlm. 755-759
14
bidang kimia. Ia turut menulis kitab mengenai kalam, salah satu yang terkenal yakni Ghayat al-Marâm yang menggambarkan kedudukannya sebagai pengikut ajaran Asy’ari serta penentang kelompok Mu’tazilah. Selain mengenai kalam Fakhr al-Din turut menulis dalam berbagai disiplin ilmu. Beberapa kitab karangannya yang masih terdata di berbagai belahan dunia, yakni:
1. Asas al-Taftdis fî Him al-Kalâm (Kairo, 1935) 197 halaman
2. Lawam al-Bayyinat fi al-Asmâ wa Al-Sifât; Penyunting Amin al-Khandji (Kairo, 1905) 270 halaman
3. Syarq al-Isyarat (Konstantinopel, 1873)
4. Lubab al-Isyarat (Jilid I di Kairo, 1908; Jilid II di Kairo, 1936) 136 halaman
5. Muftashshal Afkâr al-Mutakaddimin wa al-Ummuta al-Akhkhirin min al-Ulamâ’ wa al-Hukamâ wa al-Mutakallimin
6. Al-Ma’alim fî Ushul al-Din.
7. ‘Ajâib al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Maktabah al-‘Hilâl, 1992) 221 halaman
8. Mafatih al-Ghaib/Tafsir al-Kabîr (Kairo, 1310) 8 Jilid dan ± 8400 halaman
9. Al-Mundzarât (Haydarabad, 1935)
10. I’tikad Firâq al-Muslimin wa al-Mushrikîn; Peyunting Ali Sami al-Nashshar (1938)
11. Al-Mabahith al-Mashrilziyya (Haydarabad, 1342) 2 Jilid dan 550 halaman
12. Kitab al-Firasa.
13. Kitab al-Arbaîn fî Ushul al-Dîn (Haydarabad, 1934) 500 halaman
Mengenai ulum al-Qur’an, Ar-Razi menulis sebuah kitab mengenai keajaiban dalam Al-Qur’an dengan judul ‘Ajaib al-Qur’ân. Berikut pembahasannya:
A. Kitab “Ajâib al-Qur’ân”
Dalam kitab ini, al-Razi membagi pembahasannya ke dalam 7 bagian, yakni; Tingkatan kalimat La Ilaha Illa Allah; Manfaat kalimat La Ilaha Illa Allah; Istilah-Istilah Kalimat Tauhid; Perihal-Perihal yang Allah Setarakan dengan Kalimat Tauhid; Penjelasan yang Berkaitan Mengenai Kalimat La Ilaha Illa
15
Allah; Keutamaan Seorang Mukmin; Cabang Hukum Fiqih Mengenai Kalimat La Ilaha Illa Allah.
Sekalipun kitab yang penulis peroleh merupakan terbitan tahun 1992 dari Beirut, pihak penerbit menjamin keotentikan media terbitannya dari naskah asli Fakhr al-Din al-Razi karena telah dilakukan perbandingan dengan kitab aslinya serta telah disahkan ketepatan halaman, huruf, model tulisan, dan penggunaan dalil al-Qur’an-Hadis24.
1. Kelebihan
Kitab ini membahas sisi ilmu kalam dan nilai tauhid dalam al-Qur’an sembari menyelaraskan dengan pendapat ‘ulama yang berkembang pada masanya. Di sisi lain, Al-Razi tetap menunjukkan keistimewaan tulisannya yakni turut menyinggung sisi saintifik serta gejala kealaman di sekitar manusia. Hal tersebut membuat tulisan dalam kitab ini terkesan lebih mendalam dan bermakna bagi pembacanya.
2. Kekurangan
Pertama, ketidak-sesuaian antara judul dan pembahasan membuat pembaca sedikit bingung dengan kitab ini. Kritik yang sama pun muncul serupa dengan kritik yang disampaikan para ‘ulama mengenai kitab Mafatih al-Ghaib25, bahwa segala cabang ilmu telah terkandung di dalam kitab ini kecuali inti pembahasannya yakni keajaiban al-Qur’an.
Kedua, adanya unsur-unsur al-Dakhil (penyisipan konten), baik al-Dakhil al-Naqli26 maupun al-Dakhil al-Ra’yi27 mengenai ilmu kalam. Metode penulisan al-Razi dalam tulisan tersebut dirasa memaksakan
24 Fakhr al-Din al-Razi ‘Ajâib al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Maktabah al-‘Hilâl, 1992) hlm. 19
25 Pada kasus Mafatih al-Ghaib, banyak ‘ulama yang mengutip bahwa kitab ini mencakup segala cabang pembahasan kecuali penafsiran itu sendiri
26 Diantara bentuk al-Dakhil al-Naqli yakni; 1) Penyisipan riwayat israiliyyat baik yang dikomentari maupun yang tidak dikomentari; 2) Penggunaan Hadis Dha’if yang baik marfu’, mauquf, maupun maqthu’ yang bahkan terkadang tanpa dilampirkan jalur sanadnya.
27 Diantara bentuk al-Dakhil al-Ra’yi yakni; 1) Pembahasan mengenai ilmu kalam yang berlebihan; 2) Argumentasi-argumentasi logika yang dilandaskan pada berbagai prinsip keilmuan. Hal ini menuntut kejelian dan kesungguhan pembaca dalam memahami tulisannya.
16
pembahasan mengenai ilmu kalam guna mendukung golongan Asy’ariyyah yang dibelanya melawan argumen Mu’tazilah yang menjadi musuhnya.
V. IBN AL-JAUZIY (1116-1201)
Al-Jauziy memiliki nama lengkap Abu al Faraj ‘Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Ubaidillah bin Abdullah bin Hammadiy bin Ahmad bin Muhammad bin Ja’far al-Jauziy bin Abdullah bin Qasim bin Nadhr bin Qasim bin Muhammad bin Abdillah bin al Faqih Abdurrahman bin al Faqih Qasim bin Abu Bakar Al-Shiddiq. Nama panggilannya adalah Abu al Faraj, sedangkan julukannya adalah Jamaluddin. Ia lebih sering dinisbatkan kepada kakeknya, yaitu Ja’far al Jauziy. Sedang al Jauz atau Jauzah mmerupakan sebuah tempat atau daerah yang berada di Basrah.28
Ia lahir di Baghdad sekitar tahun 509 atau 510 H dalam keadaan yatim piatu yang suci dan shalih. Kemudian al-Jauziy diasuh oleh ibu dan pamannya. Sejak kecil, ia merupakan orang yang selalu berhati-hati dan kemudian saat dewasa ia belajar di masjid Abu Fadl an Nashir dan ia banyak mendengar hadis dari sana.29
Ia belajar fiqh kepada Abu Bakr al-Dinyuri yang bermadzhab Hanbali dan belajar bahasa dan sastra kepada Abu Manshur al Jawaliqi. Ia termasuk dalam golongan ulama Sunni. Ia merupakan seorang ahli tafsir dan terkenal juga sebagai ahli hadits yang bermadzhab Hanbali dalam bidang Fiqh dan mengikuti Ibnu Taimiyyah dalam bidang Ilmu Kalam. Karyanya yang terkenal lebih pada kitab di luar Ulumul Qur’an seperti kitab Minhajul Qashidin yang merupakan pengerjaan ulang yang dilakukan Ibnu al Jauziy terhadap kitab al Ihya al ‘Ulumaddin. Selain itu dia juga banyak meringkas kitab seperti Mukhtashar Manaqib Umar bin Abdul Aziz, Mukhtashar Manaqib Baghdad dan Takhlish at Tabshirah. Ia wafat setelah sebelumnya sakit selama 5 hari pada hari Jum’at, 12 Ramadhan 597 H di Madinah dan dishalatkan oleh hampir semua penduduk Baghdad.30
28 Abu al-Faraj al Jauziy. Nurhatul ‘Uyun an Nawadhir fi ‘Ilm al Wujuh an Nawadhir; Penyunting Muhammad Abdul Karim. (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1987) hlm. 21.
29 Abu al-Faraj al Jauziy. Nurhatul ‘Uyun an Nawadhir fi ‘Ilm al Wujuh an Nawadhir; Penyunting Muhammad Abdul Karim. hlm. 23.
30 Muhammad bin bin Ahmad bin Usman ad Dzhabi. Sirah A’lam al-Anbiya. (Muassasah ar Risalah) hlm. 21.
17
Ibnu Al-Jauzi terkenal sebagai ulama yang kreatif dalam menulis. Beliau memiliki sejumlah buku dalam berbagai bidang keilmuan. Di antara buku-buku karyanya tersebut adalah:
1. Akhbâr Adz-Zharrâf wa Al-Mutamâjinîn (أخبار الظراف والمتماجنين )
2. Akhbâr An-Nisâ (أخبار النساء )
3. A’mâru Al-A’yân (أعمار الأعيان )
4. Bustân Al-Wâ’izin (بستان الواعظين )
5. Talbîs Iblîs (تلبيس إبليس )
6. Talqîh Fuhūm Ahli Al-Atsar Fi ‘Uyūn At-Târikh wa As-Siyar
7. Târîkh Bait Al-Maqdis ( تاريخ بيت المقدس )
8. Tuhfah Al-Maudūd fi Ahkâm Al-Walūd (تحفة المودود في أحكام الولود )
9. As-Tsabat ‘inda Al-Mamat (الثبات عند الممات )
10. Al-Jalîs As-Shâlih wa Al-Anîs An-Nâshih (الجليس الصالح والأنيس الناصح )
11. Husnus Sulūk fi Mawâ’iz Al-mulūk (حسن السلوك في مواغظ الملوك )
12. Dzammul Hawâ (ذم الهوى )
13. Sirah Umar bin Abdul Aziz (سيرة عمر بن عبد العزيز )
14. Shafwah As-Shafwah (صفوة الصفوة )
15. Shaidul Khatir (صيد الخاطر )
Ada pun karya beliau dalam bidang ‘Ulum Al-Qur’an adalah:
1. Zad Al-Masir fi ‘Ilmi At-Tafsir (زاد المسير في علم التفسير )
2. Funun Al-Afnan fi ‘Ulum Al-Qur’an (فنون الأفنان في علوم القرآن )
3. Al-Mujtaba Min al-Mujtana )المجتبى من المجتنى(
4. Nurhat al-‘Uyun al-Nawadhir fi ‘Ilm al-Wujuh al-Nawadhir
A. Kitab “Funun al-Afnan fi Ulum al-Qur'an”
Hal yang melatar belakangi Ibnu Al-Jauzi dalam penulisan buku Funun Al-Afnan fi Ulum Al-Qur'an adalah kesadaran beliau terhadap keutamaan ilmu Al-Qur'an dari ilmu-ilmu yang lainnya. Hal ini disimpulkan dari perkataan Al-Jauzi sendiri dalam muqaddimah singkat bukunya, dimana dia berkata, "Ketika aku selesai mengarang kitab At-Talqih fi Gharaib Ulum Al-Hadits" kemudian aku
18
berfikir bahwa mengarang kitab tentang keajaiban ilmu Al-Qur'an lebih utama, maka aku meminta taufiq kepada Allah sebelum memulai untuk menulis kitab tersebut.31
Beberapa keutamaan-keutamaan Kitab Funun Al-Afnan:
1. Kitab Funun Al-Afnan memiliki karakter pola kalimat yang jelas dan mudah dipahami. Secara umum dalam semua karangannya, Ibnu Al-Jauzi biasa menggunakan susunan kalimat yang mudah dipahami. Bahkan, ketika beliau menyitir tulisan Imam-imam sebelumnya, beliau berusaha untuk menyederhanakan kalimat-kalimat mereka sehingga mudah dipahami.
2. Kitab ini ditulis dengan ringkas dan dengan menggabungkan dasar-dasar ilmu Al-Qur'an yang ada. Beliau menjauhi penulisan judul-judul yang telah ditulis pada buku-bukunya yang terdahulu. Jika kita membaca setiap judul-judul dalam pembahasannya, maka kita akan mendapatkan setiap judul tersebut sebagai sebuah judul yang masih sangat luas, sehingga bisa dijadikan sebuah judul buku tersendiri. Setiap pembahasan dalam kitabnya kebanyakan tidak lebih dari satu lembar halaman, seperti pada judul tentang keutamaan Al-Qur'an.
3. Imam Al-Jauzi membangun tulisannya dalam kitab Funun Al-Afnan ini atas dasar runtutan logika yang mengalir dalam menampilkan maklumat yang ada. Sebagai contoh; Ibnu Al-Jauzi menuliskan hadits-hadits dan Atsar sebagai dalil bahwa Al-Qur'an bukan makhluq. Setelah itu beliau menampilkan dalil dari pendapat para sahabat dan tabi'in serta imam-imam mazhab dari abad ke abad secara runtut hingga buku ini ditulis.
B. Kitab “Al-Mujtaba Min al-Mujtana”
Kitab ini membahas tentang:
1. Mencermati nash, membenahi teks, membenarkan perubahan yang tidak patut terjadi.
31 Abdurrahman Al Jauziy. Funun Al-Fanan Fi Ulum Al-Quran. (Beirut: Dar Al Basya’ir Al-Islamiyyah, 1987) hlm. 138
19
2. Membuat tertib kitab dengan membuatkannya paragraf.
3. Memberi halaman kitab yang terkait dengan pembahasan tertentu.32
C. Kitab “Nurhat al-‘Uyun al-Nawadhir fi ‘Ilm al-Wujuh al-Nawadhir”
Kitab ini, Nurhat al-‘Uyun al-Nawadhir fi ‘Ilm al-Wujuh al-Nawadhir. Kitab ini telah disunting oleh Muhammad Abdul Karim Kadhim al-Radhi dan dicetak oleh Muassasah al-Risalah di Beirut pada tahun 1407 H.33
Secara garis besar, penulis kitab ini mengikuti ulama-ulama Salafusshalih terutama ulama Ulumul Qur’an terdahulu dalam membuat isi kitab ini. Dalam kitab yang sudah ditahqiq ini berisi tentang sejarah awal Ulumul Qur’an, dan lebih luas membahas tentang I’jazul Qur’an, merekonstruksi ‘Ilm al-Nadhar, al-Musyabbah, dan al-Wujuh sebagai salah satu cabang ulum al-Qur’an dan menjelaskan keagungan Al-Qur’an sehingga terus dikaji hingga abad tersebut. Namun pembahasan ‘Ilm ‘al-Nadhar wa al-Wujuh lebih ditekankan karena merupakan inti dari pemikiran Ibnu al Jauziy yang merujuk pada ulama-ulama besar pada abad 6 Hijriyah.34 Terdapat 4 bagian dalam kitab ini, yaitu:
1. Bagian pertama berisi daftar isi, juga dibahas tentang nama, wafat dan lahir hingga karyanya.
2. Bagian kedua lebih dikhususkan pada pembahasan ‘Ilm al-Nadhar, Musyabbah wa al-Wujuh
3. Bagian ketiga berisi pengantar kitab, pembahasan tentang penyusunan, metode dan isi kitab tersebut.
4. Bagian keempat berisi tentang metode tahqiq terhadap manuskrip kitab ini, ringkasan kitab, pengurangan dan isyarat yang digunakan dalam manuskrip tersebut.35
32 Abu al-Faraj al Jauziy. Al-Mujtaba Min al-Mujtana. (Beirut: Dâr al-Afâq al-Arabiyyah, 1419) hlm. 10
33 Abu al-Faraj al Jauziy. Nurhatul ‘Uyun an Nawadhir fi ‘Ilm al Wujuh an Nawadhir; Penyunting Muhammad Abdul Karim. hlm. 1-3.
34 Abu al-Faraj al Jauziy. Nurhatul ‘Uyun an Nawadhir fi ‘Ilm al Wujuh an Nawadhir; Penyunting Muhammad Abdul Karim. hlm 9
35 Abu al-Faraj al Jauziy. Nurhatul ‘Uyun an Nawadhir fi ‘Ilm al Wujuh an Nawadhir; Penyunting Muhammad Abdul Karim. hlm 10.
20
VI. RAGHIB AL-ISFAHANY (w. 1108)
Abu Qasim Ismail Ibn Muhammad Ibn Fadhl Al-Raghib Al-Isfahany merupakan seorang ulama bidang teolog dan sastra Arab di Ishafan, Iran. Sekalipun terdapat lusinan karyanya yang terkenal serta sosoknya yang dikenal memproklamir pemikiran Al-Ghazali, keterangan Al-Raghib hilang hampir dari semua literatur biografis dan data mengenai dirinya sangatlah minim. Data terakhir yang penjadi acuan adalah tulisan Al-Suyuthi (Bughya II:297) yang mencantumkan bahwa Raghib al-Ishafany meninggal pada awal abad XII Masehi/ akhir abad VI Hijriyah. Tiada satupun data yang membuktikan bahwa Al-Raghib pernah berkunjung ke Baghdad maupun meninggalkan kampung halamannya, Ishafan.36
Penulisan Al-Raghib yang berkembang pada banyak bidang, yang membuat segala informasi menjadi menyebar, menyulitkan para penulis biografi terkini untuk mengesampingkan keberadaannya dan karyanya. Melihat hal tersebut, Al-Suyuthi memberinya julukan al-Mufanna (sang penulis). 37 Beberapa karyanya yang tercatat dalam pencarian penulis, yakni:
1. Muhâdarât al-Adâb wa Muhdharât al-Syu’arâ wa al-Balaghâh (Beirut, 1960) 2 Jilid; merupakan kitab karangannya yang paling populer. Kitab ini mengandung 25 bab mengenai adab yang meliputi beberapa topik seperti pengetahuan, pemerintahan, keterampilan, keberanian, cinta, kematian, makanan, dan makhluk hidup. Semuanya disajikan dalam jalinan kata puitis dan frasa anekdot yang disesuaikan dengan gaya bahasa pada masa tersebut.
2. Mufradât fî Gharib al-Qur’ân; Penyunting Muhammad Khalil ‘Aitani (Beirut: Dar al-Ma’rifat, 2005)
36“Al-Raghib al-Isfahani”. Dalam The Oxford Dictionary of Islam Online; Penyunting John Espasito. (Oxford: Oxford Reference, 2012) 37 Encyclopaedia of Islam Volume VIII; Penyunting Bosworth C.E dkk. hlm. 423
21
3. Al-Dhari ilâ al-Makârim al-Syari’ah; Penyunting Abu Yazld al-Adjami (Kairo, 1985). Karya ini disusun berdasarkan pada teori psikologi Plato-Aristoteles.
4. Durrat al-Ta’wîl fî al-Mutasyâbih al-Tanzily.
5. Majma’ al-Balaghah.
6. Fî ‘anna Fadhilah al-Insan bi al-‘Ulum.
7. Fî Dzikr al-Wahid wa al-Ahad.
8. Fî Adab Mukhalatat al-Nâs.
9. Fî Mardhib al-‘Ulum.
A. Kitab “Al-Mufradât fî Gharib al-Qur’ân”
Ketertarikan Al-Raghib terhadap analisis semantik yang tajam, terbukti dengan karya poluper lainnya Majma’ al-Balâghah, semakin terlihat dalam kamus kosa kata Al-Qur’an yang dikemas dalam Al-Mufradât fî Gharib al-Qur’ân. Karyanya ini, yang kelak akan mempengaruhi studi leksikal bagi mufassir di masa depan, merupakan salah satu karangan ilmiah terkemuka Al-Raghib atas studi Al-Qur’an yang kemudian dikenal dengan cabang ilmu leksikologi.
Al-Raghib menulis dalam kalimat pengantarnya bahwa penulisan kitab ini mengadopsi tulisan pendahulunya yakni kitab Risalah Munabbiha ‘ala Fawâid al-Qur’an dan kitab Risalah fi al-Kawânin al-Dâlla ‘ala Tahqiq Munsabah al-Alfâzh38, sekalipun data mengenai kedua kitab ini telah hilang, yang digadang memiliki karya futuristik di bidang semantik terutama pada bagian obscure distinctions, yakni perbedaan samar makna pada bentuk kata sama sinonim dalam Al-Qur’an. Dalam rangka perluasan studi semantik, kitab ini dilanjutkan dengan kitab Durrat al-Ta’wîl fî al-Mutasyabih al-Tanzily, sebuah karya analisis mengenai variasi frasa berulang dalam Al-Qur’an, yang mampu menyajikan pemaknaan berbeda pada tiap bentukan kata.39
38 Raghib al-Ishafany. Al-Mufradât fî Gharib al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Ma’rifat, 2005) hlm. xi 39 Encyclopaedia of Islam Volume VIII; Penyunting Bosworth C.E dkk. hlm. 424
22
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ulama-ulama Ulumul Qur’an pada abad ke-6 Hijriah memiliki dua karakteristik. Pertama, Ulama-ulama yang masih mempertahankan corak tradisonal (bil ma’tsur) seperti dalam kitab al Nasikh wa al Mansukh karya Ibnu ‘Arabi yang tentunya menentukan ayat-ayat yang dinasakh dan dimansukh yang masih disandarkan pada ulama-ulama terdahulu meskipun dilengkapi kajian makna, sumber bentukan dan karakter ayat. Kedua, ulama-ulama yang bercorak rasio. Ulama-ulama ini merupakan para ahli bahasa sehingga corak Ulumul Qur’an yang dikembangkankannya seperti dalam kitab at Tibyan fi I’rab al Qur’an karya Al ‘Ukbary yang menekankan pada aturan tata bahasa arab dan menjelaskan ayat perayat dengan pendekatan ilmu nahwu.
Karakter perkembangan Ulumul Qur’an pada Abad ke-6 ini juga merupakan pengaruh dari latar historis yang berkembang pada masa itu. Seperti latar ideologis, latar politik dan latar pendidikan yang berkembang begitu pesat karena ilmu pengetahuan yang sangat dijunjung tinggi oleh para pemimpin pada masa ini.
II. SARAN
Terbatasnya literatur yang penulis dapatkan dalam penyusunan makalah ini merupakan hambatan utama bagi penulis. Oleh karena itu, saran ini ditujukan kepada lembaga, dosen, maupun mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir khususnya untuk mengkaji sejarah Ulumul Qur’an lebih dalam sehingga kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi tidak terulang kembali.
23
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Usairy, Ahmad. 2003. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX; Penerjemah Samson Rahman. Jakarta Timur: Akbar Media
“Al-Raghib al-Isfahani”. Dalam The Oxford Dictionary of Islam Online; Penyunting John Espasito. Diakses pada 12 Maret 2018, 01:09
Dzhabi, Muhammad bin bin Ahmad bin Usman al-. Tanpa Tahun. Sirah A’lam al-Anbiya. Beirut: Muassasah Risalah Encyclopaedia of Islam Volume II. 1995. Penyunting G.C. Anawati. Leiden: Brill ___________________ Volume III. 1995. Penyunting J. Robson. Leiden: Brill ___________________ Volume VII. 1995. Penyunting Bosworth dkk. Leiden: Brill ___________________ Volume XII. 1995. Penyunting W. Raven. Leiden: Brill
Ishafany, Raghib al-. 2005. Al-Mufradât fî Gharib al-Qur’ân. Beirut: Dar al-Ma’rifat
Jauziy, Abu al-Faraj al-. 1419. Al-Mujtaba Min al-Mujtana. Beirut: Dâr al-Afâq al-Arabiyyah
__________________. 1987. Nurhatul ‘Uyun al-Nawadhir fi ‘Ilm al-Wujuh al-Nawadhir; Penyunting Muhammad Abdul Karim. Beirut: Muassasah Risalah
__________________. 1987. Funun Al-Fanan Fi Ulum Al-Quran. Beirut: Dar al-Basya’ir al-Islamiyyah.
Razi, ‘Abd Allah Muhammad Ibn Umar Ibn Husain Fakhr al-Din al-. 1992. ‘Ajâib al-Qur’ân Beirut: Dar al-Maktabah al-‘Hilâl
Suhayli, ‘Abd Allah al-. 1168. Al-Ta’rîf wa al-I’lâm fî mâ Ubhama min al-Qur’ân min al-Asmâ’ wa al-A’lâm. Kairo: Maktabah al-Azhar
___________________ 1994. Raud al-Unuf; Penyunting Majdi Ibn Manshur Ibn Sayyid Al-Syuri. Kairo: Maktabah Kutb al-Ilmiyyah.
Ramon, Tiar. Perkembangan Filsafat Ilmu pada Abad Pertengahan. Bandung : Pustaka Setia.
24
Safii. “Teologi Mu’tazilah”. 2014. Dalam Jurnal. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo
Ukbary, Abu Baqa’ al-. 1992. Al-Tibyan fi I’rab al-Qur’an; Penyunting Muhammad al Bahawi. Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyyah
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. 2013. Jakarta: PT Hidakarya Agung
Zulfahmi, Dini. 2016. “Al-Mubhamat” Dalam Skripsi. Semarang: UIN Walisongo
25
Kitab Raud al-Unuf
Kitab Funun al Afnan Fii Ulumil Qur’an
26
Kitab Al Mujtaba’ min al Mujtana’
Kitab al Mufradat fii Gharib al Qur’an

Komentar