(Resensi Buku) Living Qur’an: Studi Kasus atas Majlis Ayat Kursi Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D.



Identitas Buku         

Judul               : Living Qur’an: Studi Kasus atas Majlis Ayat Kursi Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D.

Penulis             :  Opisman

Penerbit           : Lembaga Ladang Kata

Tahun Terbit   : 2020

Tebal Halaman : 138 

Sinopsis Buku

Dalam buku ini, Opisman menjelaskan satu kehidupan dan pemikiran seorang Yudian Wahyudi yang meresepsi Alquran untuk laku kehidupannya yang pada gilirannya ditujukan untuk kepentingan umum. Opisman memulai dengan biografi seorang Yudian. Dijelaskan bahwa, Yudian Wahyudi merupakan satu sosok manusia yang memiliki sejarah panjang akan kehidupannya dan telah melewati berbagai pengalaman yang cukup memberikan banyak hikmah. Dimulai dengan kehidupannya di kampung dengan didikan ayah seorang mantan militer dan ibu mantan mata-mata militer dan hidup seperti anak kecil pada umumnya, nakal dan keras kepala. Karena kenakalannya, orangtuanya khawatir dan kemudian memasukan Yudian kecil ke Pondok Pesantren di Tremas.

Selanjutnya, ia melanjutkan kuliah S1 di IAIN, S2 UGM, S3 McGill University, dan visiting researcher di Harvard. Pengalaman akademiknya tidak dapat diragukan lagi, dengan berbagai karya ilmiahnya ia melanglangbuana ke berbagai universitas di lima benua untuk melakukan seminar dan konferensi. Sebut saja misalnya Amerika, Australia, Afrika, Eropa, dan tentunya Asia. Selama ia melakukan perjalanan atau jihad akademik-meminjam istilah Yudian-ia bertemu dengan berbagai tokoh penting Islam dunia, seperti Ali Shariati, Edward Said, M. Arkoun dan lain sebagainya.

Yudian setelah beberapa tahun kepulangannya dari luar negeri, ia kemudian terpilih dan diangkat menjadi rektor UIN Sunan Kalijaga, jabatan paling tinggi di kampus. Di sisi lain, ia juga mendirikan pesantren yang bernama Nawasea. Nawasea sendiri merupakan singkatan dari North America Western Europe and Southeast Asia. Terdapat beberapa lembawa dibawah naungan Pesantren Nawasea, seperti SDIT Sunan Avveroes dan SMP Sunan Avveroes. Tidak seperti lembaga pada umumnya, tujuan membangun kedua lembaga tersebut adalah ia ingin mempercepat perwujudan generasi sarjana muda yang memadukan antara syir’ah salaf dengan Minhaj ilahiat dengan mujarabat (metafisis-transendental-praksis-eksperimentalis).

Opisman melanjutkan penjelasannya tentang tarekat Sunan Anbia. Tarekat ini didirikan oleh Yudian setelah melalui perenungan yang panjang. Yudian menjelaskan bahwa hadirnya tarekan Sunan Anbia ini adalah merupakan kritik atas tarekat pada umumnya yang hanya mementingkan akhirat saja. Seperti yang ia jelaskan bahwa pada masa Umayah terdapat seorang ulama yang hidupnya lebih mementing akhirat sehingga melupakan dunia, dan hal itu merupakan salah satu kritik moral terhadap dinasti Umayah yang saat itu berfoya-foya dan jauh dari ajaran Islam. Menurut Yudian hal itu bukanlah kritik moral, pada tahap tersebut ia merupakan candu, sebagaimana Marx katakan.

Yudian mengatakan bahwa jika tareka hanya mengurusi kehidupan akhirat, maka umat Islam akan terbelakang dan tertinggal dalam kehidupan dunianya, dan hal itulah yang membuat banyak umat Islam tertindas seperti di Palestina dan Uighur. Yudian ingin menyatukan kembali Islam yang terbelah, antara Islam-ukhrawi dan Islam-duniawa menjadi Islam-ukhwawi-duniawi. Ia ingin mengembalikan fungsi tasawuf sebagai jalan menuju Tuhan, bukan jalan hanya memikirkan akhirat saja tetapi kehidua di dunianya kacau, tetapi jalan yang menjanjikan kehidupan keduanya sukse dunia-akhirat.

Tarekat yang ia dirikan kemudian ia sebut sebagai tarekat eksistensialis-positivis-kontemporer. Ia menjelaskan bahwa tarekatnya adalah yang mengajarkan bekerja setelah berdoa, tarekat yang berusaha menghadirkan surga di dunia sebelum surga di akhirat, tarekat yang mewujudkan dunia adalah lading menuju akhirat. Pada tahap selanjutnya, Yudian mendirikan Majlis Ayat Kursi sebagai salah satu amalan dalam tarekat Sunan Anbia. Tarekat Sunan Anbia merupakan tarekat yang dimaksudkan sebagai amalan atau cara berdoa yang baik dan benar untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disebutkan.

Majlis Ayat Kursi didirikan pada tahun 2010 setelah ia mendapat ilham atau berita gaib. Peristiwa tersebut ia alami ketika ia sedang berdoa setelah shalat hajat. Dalam doanya ia bertanya “Ya Allah, apakah benar besok aku akan menjadi Menteri Agama?”. Ia menanyakan hal tersebut karena memang ketika ia kecil ia diramalkan oleh ayahnya akan menjadi Menteri Agama. Suatu ketika ia mendapat berita gaib dari empat orang yang ia sebut sebagai ahli makrifat. Mereka menyampaikan bahwa ia akan menjadi Menteri Agama. Namun, Yudian merasa pesimis karena kemungkinan berhasilnya sangat tipis karena ia tidak masuk partai politik, masih PNS dan tidak ada orang dalam. Dari situ ia berdoa dan kemudian diberi berita gaib untuk mendirikan Majlis Ayat Kursi.

Praktik pembacaan Majlis Ayat Kursi rutin dilaksanakan setiap malam Ahad oleh santri dan ustadz di Pesantren Nawasea. Pelaksanaanya selalu dipimpin oleh Hamid pengasuh pesantren atau tangan kanan Yudian. Selain itu, praktik tersebut juga selalu dilaksanakan pada malam Jumat Kliwon di masjid Handaroh Bersama masyarakat umum. Pada pelaksanaan tersebut langsung dipimpin oleh Yudian, dan ia selalu mengenakan pakaian warna merah-putih dan blankon warna putih. Namun, ia tidak mensyaratkan bagi yang lainnya untuk mengenakan pakaian yang sama. Seanjutnya, beberapa kali, dalam proses pembacaan, Yudian meminta kepada santrinya untuk menyediakan air dan diletakan di depan para pembaca. Setelah selesai pembacaan, kemudian air tersebut diminum Bersama hidangan yang telah disediaka oleh Yudian.

Proses pembacaan Majlis Ayat Kursi di pesantren Nawasea diawal dengan terlebih dahulu melaksanakan shalat hajat dua rakaat. Pelaksanaan shalat hajat tersebut dilakukan secara berjamaah. Dalam pelaksanaan shalat tersebut ditekankan untuk membaca ayat kursi sebanyakan 21 kali dan 21 kali surat Al-Qadr pada rakaat pertama, dialnjutkan dengan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, Al-Nas masing-masing satu pada rakaat kedua. Adapun Langkah-langkahnya adalah diawal dengan niat shalat hajat. Setelah shalat hajat dialnjutkan membaca doa, kemudian membaca basmalah, syahadatain, tawasul, tahlil, tasbih, tahmid dan ayat pilihan, membaca ayat kursi sebanyak 99 kali, dan doa yang telah disusun oleh Yudian.

Opisman pada gilirannya menjelaskan makna-makna dari praktek tersebut. Shalat hajat menurut Yudian adalah doa yang paling mustajab. Ia sendiri telah melakukan amalan tersebut sejak 2 Agustus 1982. Yudian memilih ayat kursi karena baginya ayat tersebut merupakan ayat tauhid. Selain itu ayat kursi juga merupakan jantungnya Alquran. Adapun pengulangan ayat kursi tersebut Yudian menganggap lebih baik lebih banya daripada hanya sekali. Selain itu, Yudian menganggap bahwa membaca ayat kursi 21 kali dalam satu rakaat lebih ringan daripada harus shalat hajat sebanyak 21 kali. Adapun membaca surat Al-Qadr menurut Yudian sebagai pembebasan umat Islam dari berbagai ketidaksetaraan. Menurutnya membebaskan budak satu saja pahalanya berlipat, apalagi negara Indonesia dimerdekakan, dan oleh karena itu harus bersyukur. Adapun surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, Al-Nas dibaca sebagai perlindungan dari setan.

Dalam proses pembacaan Majlis Ayat Kursi juga terdapat beberapa ayat Alquran pilihan yang dibacakan. Pertama adalah basmalah karena ia merupakan pembuka bagi seluruh surat dan selanjutnya Al-Fatihah sebagai pembebas dan pembuka. Pertama ia mengutip surat Al-Hadid ayat tiga al-awwal wa al-akhir. Ia ingin menyebutkan bahwa kemahakuasaan Allah bermula dan berakhir oleh-Nya. Selanjutnya ia mengutip surat Al-Ikhlas ayat tiga lam yalid wa lam yulad. Ia mengatakan bahwa ayat tersebut ditujukan untuk menyingkiran kemungkinan tergelincirnya seorang muslim ke dalam kemunsyrikan sebagaimana kaum Nasrani yang menyembah nabi Isa.

Selanjutnya Yudian mengutip surat Al-Hadid ayat tiga al-Zahir wa al-Batin sebagai pujian kepada Allah yang zahir dan batin kemudian dialnjut dengan surat Al-Ikhlas ayat empat lam yakun lahu kufuwan ahad sebagai pujian tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya. Terkait surat al-Hadid ia memaparkan bahwa di dunia modern saat ini, besi adalah symbol dari industri berat yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi manusaia dan dapat membangkitkan kekuatan suatu negara khususnya di bidang militer. Maksudnya adalah bahwa besi adalah poros utama dalam industri manusia di masa perang.

Yudian melanjutkan bacaannya dengan mengutip  surat Al-Furqan ayat 58, al-hayy al-lazi la yamut. Menurutnya selain untuk dzikir ia juga ditujukan untuk penegasan prinsip kepasangan. Lanjut, Yudian mengutip rabi al-arsy al-adzim. Denga ayat ini Yudian ingin menunjukan keagungan Allah. Hal yang sama juga ia mengutip surat Al-Rum ayat 19, yukhriju al-hayy min al-mayyit wa yukhrij al-mayyit min al-hayy. Bacaan berikutnya adalah surat Al-A’la ayat tiga, al-ladzi qaddara fahada. Baginya unsurt utama yang juga harus terpenuhi adalah alam, jika umat Islam hanya mementingkan akidah tetapi meninggalkan alam akan terjadi ketidakseimbangan.

Opisman menjelaskan secara rinci ayat-ayat dan maksudnya di dalam bukunya. Selanjutnya ia menjelaskan tentang makna shalat hajat dan doa-doanya. Terdapat tiga hal yang menjadi fokus utama dalam doa yang dibuat oleh Yudian dengan latar belakang bahwa permasalahan umat saat ini adala keilmuan, harta dan kekuasaan. Pada masalah pertama ia membuat doa Allahuma iftah lana abwaba Harvard. Baginya Harvard merupakan kampus ternama di dunia dan sebagai corong keilmuan dunia dengannya ia berharap ketika kata Harvard disebut ia akan bergetar di hatinya.

Selanjutnya Yudian membuat doa Allahuma ij’alna kunglumiratan. Baginya doa harus bersifata khusus karena agar tidak terlalu umum sehingga terbgi-bagi. Selanjutnya ia membuat doa allahuma abwaba istana. Menrutnya, berdoa dalam konteks kekuasaan seseorang harus meminta yang paling tinggi yaitu bisa masuk istana (presiden dan lainnya). Jika gagal untuk mencapainya paling tidak dapat dua tingkat di bawahnya dan seterusnya.

Selanjutnya Opisman berusaha untuk meminta keterangan dari orang-orang terdekatnya dan yang mengamalkannya. Dari berbagai keterangan tersebut bahwa Majlis Ayat Kursi merupakan jalan untuk mendapatkan sesuatu baik di dunia maupun di akhirat. Tujuannya adalah untuk membebaskan manusia dari berbagai kebodohan, kemiskanan dan ketertindasan. Selain untuk mendapatkan surga di akhirat tetapi juga mendapat surga di dunia.

Kelebihan

Dalam buku ini, Opisman telah berhasil mengungkap dan menjelaskan resepsi Yudian terhadap Alquran dalam tataran praksisnya yaitu dengan mendirikan Majlis Ayat Kursi. Opisman dapat menjelaskan secara kronologis dari mulai sejarahnya, latar belakang, prosesinya, sampai pada makna-makna dibalik ayat-ayat yang dibacanya. Selain itu, Opisman juga menjelaskan dengan singkat dan jelas pemikiran yang mungkin seharusnya rumit untuk dipahami.

Kekurangan

Kekurangan dalam buku ini, Opisman sama sekali tidak menyentuh Majlis Ayat Kursi dengan teori. Sangat disayangkan, seharusnya praktik Majlis Ayat Kursi bisa dibedah dengan pisau analisis Antropologi Interpretatif Geertz sebagaimana ia sebutkan dalam kerangka teori. Selain itu, kebanyakan lafadz Alquran ditulis dengan transliterasi. Dalam beberapa bagian Opisman belum mampu menjawab, semisal mengapa harus 21 kali. Ia hanya menjawab karena lebih banyak lebih baik. Seharusnya dapat digali lebih dalam lagi, alasan angka 21 muncul dipilih.

Komentar