Kaidah mengatakan Al-Muhafadzatu Ala Qadim Al-Shalih Wal Akhdu
Bil Jadidil Ashlah, menjaga tradisi yang baik dan turut mengambil inovasi
yang lebih baik. Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa di Indonesia, setelah
selesainya melaksanakan shalat Idul Fitri, masyarakat melakukan halal bi
halal. Halal bi halal adalah satu bentuk tradisi berkunjung dari satu rumah
ke rumah yang lain untuk silaturrahim.
Dalam sejarah awalnya, halal bi halal merupakan salah satu
cara K.H. Wahab Chasbullah untuk merekonsiliasi para elite politik yang tidak
bersatu melalui presiden Soekarno. Hingga pada gilirannya, sampai saat ini, halal
bi halal telah mengakar sebagai tradisi yang baik di Indonesia. Oleh karena
itu, tradisi ini perlu dijaga karena merupakan kebaikan yang berharga.
Sebagai sebuah tradisi, halal bi halal ini bukan hanya
sekedar tradisi yang tak memiliki fungsi apapun, atau bahkan bukan sekedar
silaturrahim basa-basi. Halal bi halal merupakan momentum perekat sosial
masyarakat. Halal bi halal merekatkan masyarakat sebagai makluk sosial
yang tak lepas dari kebutuhan akan individu yang lain.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, halal bi halal adalah
satu bentuk tradisi berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain untuk
silaturrahim. Namun demikian, saat ini masyarakat dunia tengah dilanda wabah
virus corona, dan protokol kesehatan mengharuskan masyarakat untuk melakukan
sosial distancing, tentu ini sangat bertolak belakang dari arti halal bi
halal pada awalnya.
Di Indonesia sendiri, halal bi halal, saling berkunjung satu
sama lain hanya dilakukan di daerah-daerah zona hijau (virus korona sedikit
tersebar), misalnya seperti di pendesaan. Tentunya menjadi keberuntungan dan
kebahagiaan sendiri masih bisa melakukan halal bi halal.
Di beberapa daerah lain, seperti di perkotaan, yang rata-rata
berada di zona merah (virus korona sudah tidak terkendali), tidak ada tradisi halal
bi halal berkunjun satu sama lain. Namun, karena saat ini adalah eranya
digital, halal bi halal pun kemudian bisa dilakukan secara virtual
melalui aplikasi-aplikasi videocall canggih di smartphone. Halal bi halal
di lakukan di dunia maya.
Halal bi halal pun mengalami
pergeseran makna dan tentunya kontekstual tidak statis. Sebagaimana disebutkan
kaidah di atas, adalah mengambil inovasi yang lebih baik adalah salah satu hal
yang baik. Begitupun dengan halal bi halal virtual ini, adalah suatu
inovasi pemaknaan yang kontekstual untuk menjawab tantangan zaman di tengah
wabah virus korona ini.
Pada substansinya, silaturahim dan upaya merekatkan sosial
masyarakat menjadi pertimbangan utamanya. Adapun cara dan metodenya tentunya
dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan situai dan kondisi. Halal
bi halal merupakan warisan tradisi yang begitu luhur di Indonesia ini. Adalah
warisan dari ulama yang visioner untuk menghidupkan suasana kemenangan umat
Islam.
Jangan sampai, warisan tradisi yang baik ini hilang bergilirnya
waktu. Karena tidak sedikit yang melakukan kampanye larangan halal bi halal
hanya karena tidak ada dalilnya dan Rasulullah saw tidak melakukannya.
Bagaimana Rasulullah tidak melakukannya, ia sendiri adalah yang paling
menganjurkan untuk jangan memutus tali silaturrahim.
Bukankah halal bi halal itu silaturrahim itu sendiri. Mereka
yang melarangnya, sempit pandangannya. Islam itu sendiri begitu luas dan luwes.
Kalau ada warisan tradisi yang indah dan baik, kenapa harus dilarang-larang,
kalau tidak ingin melakukan ya silahkan, pergi saja ke hutan, di sana sepi.
Kita berbahagia melakukan halal bi halal.
Komentar
Posting Komentar