Persetan Korona! Alhamdulillah


Rasanya sayang jika momen bersejarah pandemi si korona ini tidak saya abadikan melalui tulisan. Berangkat dari rasa sayang itu, akhirnya saya ingin menuliskan saat ini beberapa pandangan atau pendapat, bahkan mungkin hanya sekedar cerita di saat pandemi.

WHO telah menetapkan virus korona ini pada tanggal 12 Maret 2020. Ini baru ditetapkan empat bulan setelah kemunculan korona di Wuhan, yaitu pada Desember 2019. Sejak diumumkannya ada si korona, saya sendiri tidak terlalu serius menanggapinya, hanya sekedar kaget-kaget saja karena ada beberapa video yang memperlihatan orang-orang mati ketika berdiri atau berjalan di jalanan.

Karena kebodohan saya tentang dunia per-virusan, dan pemerintah pun memberitakannya untuk tetap tenang dan orang-orang Indonesia kuat, saya pun sebenarnya awalnya mengiyakan, manut-manut tolol. Dan saya kira kebanyakan orang pun demikian.

1 bulan 2 bulan di Indonesia masih sangat biasa normal tidak memedulikan si korona itu. Saya bahkan bebas jalan-jalan kemana-mana, ke pantai bahkan ke gunung 2 kali, pada Januari dan Februari. Dan memang tidak ada takut-takutnya dengan si korona ini.

Baru setelah ditetapkan sebagai pandemi, dan dinyatakan ada yang positif di Indonesia, juga dengan berbagai berita tentang bahanya korona, dan kewajiban untuk sosial distancing, saya baru agak merasa ketakutan tertular. Bukan karena apa-apa, tetapi media memang sedang tsunami besar-besaran memberitakan tentang bahanya korona dan kewajiban di rumah aja.

Berjalan waktu, muncullah kebijakan kampus bahwa perkuliahan dilaksana secara online. Tidak tanggung-tanggung, waktunya sampai 1 bulan setengah. Saya pun semakin kaget, apakah ini benar-benar serius?.

Dilema pun bermunculan antara harus pulang kampung atau menetap di Jogja. Jika pulang kampung takut karena, takutnya membawa si korona ke kampung halaman, karena di Jogja udah ada beberapa yang positif. Tetapi di sisi lain, keuangan dan aktivitas di Jogja pun terbatas. Akhirnya memutuskan untuk pulang.

Pada awal-awal semuanya begitu parno takut terkena si korona ini. Kemana-mana bawa handsanitizer, kewajiban menggunakan masker belum ada, karena selain itu maskernya pun habis diborong penimbung durjana. Sedikit-sedikit semprot pakai handsanitzer, dengan gobloknya terus melakukan itu, padahal sebenarnya hanya dengan cuci tangan sabun pun dapat hilang.

Sampai pada 1 bulan pasca Indonesia menyatakan ada si korona, baru mulai terbiasa dan tidak terlalu takut lagi. Media pun memang tidak terlalu memberitakan besar-besaran. Kasus positif di Indonesia sudah mencapai 20 ribuan, dan yang meninggal 1 ribu 200an. Angka yang begitu tinggi memang.

Orang-orang sudah mulai acuh tak acuh dengan protokol kesehatan, karena pemerintah pun melonggarkannya. Tenaga medis sebagai membuat meme Indonesia terserah, maksudnya adalah gimana kalian saja masyarakat, gobolok!.

Orang-orang mulai berbicara tentang konspirasi, siapa dibalik korona ini. Pro-Kontra di sana-sini. Karena korona, perekonomian hancur, pengangguran semakin meningkat, dan begitu pun kelaparan. Konsekuensi bahayanya, meningkatnya kriminalitas.

Sampai saya menuliskan ini, korona masih ada tapi tidak nampak dan belum pernah saya jumpai. Semoga tidak berjumpa. Korona mengharuskan kita hidup dalam normalitas baru. Persetan! Alhamdulillah!.

Komentar