Hermeneutika Gadamer: Menarik Ke Arah Metodis



Berbicara tentang hermeneutika maka tidak akan luput dari tokoh fenomenalnya yaitu Hans-George Gadamer. Ia merupakan seorang filosof berkebangsaan Jerman. Pada tahun 1900 ia lahir di Marburg sebagai seorang anak dari ahli kimia yang juga berkesempatan menduduki jabatan rektor di Univesitas Marburg. Ia diarahkan oleh ayahnya untuk menguasai ilmu-ilmu alam namun justru ia bertentangan kemauannya dengan ayahnya, ia justru lebih tertarik pada ilmu-ilmu humaniora. Dia pernah menimba ilmu di kota kelahirannya tentang filsafat.

Selama hidupnya, ia banyak menulis dan membuat artikel dalam bidang filsafat. Dari banyaknya buku yang ia garap dan buat salah satu yang paling berpengaruh buku tentang hermeneutikanya adalah Warheit und Methode (1960). Pengaruh pemikirannya telah merambah juga pada dunia Timur, terutama pada keilmuan yang juga konsen dalam bidang Filsafat secara umum dan khususnya teori-teori tentang penafsiran.

Ada beberapa teori penafsiran yang kemudian ditawarkan olehnya sebagai berikut:
a.       Teori Kesadaran Keterpengaruhna Oleh Sejarah
Menurut teori ini, setiap penafsir pasti berada pada situasi ternetu dan berbeda dengan yang lainnya atau dalam situasi yang bisa mempengaruhi pemahamannya terhadap teks. Hal-hal tersebut bisa meliputi tradisi, kultur dan pengalaman hidup.
b.      Teori Prapemahaman
Prapemahaman ini adalah posisi awal seorang penafsir yang memang harus ada dan pasti pada setiap penafsir. Menurut teori ini, keharusan prapemahaman tersebut dimaksudkan agar penafsir mampu mendialogkannya dengan isi teks yang ditafsirkan.
c.       Teori Penggabungan Horizon
Teori ini maksudnya adalah bahwa dalam proses penafsiran seorang harus sadar akan kedua horizonnya yaitu; cakrawala atau horizon di dalam teks dan cakrawalan pemahaman penafsir. Menurut teori ini keduanya harus dikomunikasikan sehingga ketegangan keduanya bisa diatasi.
d.      Teori Penerapan/Aplikasi
Ketika seorang menafsirkan kitab suci, maka penafsiran tersebut harus bisa diterapkan masa sekarang. Ia ingin mengatakan bahwa yang harus diaplikasikan pada masa penafsiran bukan makna literal teks, tetapi kemudian makna yang berarti meaningfulsense atau pesan yang lebih berartinya daripada sekedar makna literlnya saja. Dalam hal ini mungkin adalah kontekstualisasinya terhadap realitas kehidupan sekarang yang mana diambil dari maksud dari yang ditafsirkannya itu sendiri.

Komentar