Dilthey dan Hermeneutika Geisteswissenshaften-nya



            Artikel ini bermaksud untuk memaparkan secara singkat konsep hermeneutika yang digagas oleh Dilthey, salah satu tokoh penting hermeneutika modern. Penulis ingin memaparkan secara singkat terlebih dahulu bagaimana kemudian sosok Dilthey. Selanjutnya, penulis ingin memaparkan konsepnya tentang Hermeneutika Geisteswissenshaften (Ilmu-Ilmu Sosial Kemanusiaan) yang dalam hal ini meliputi tiga konsep pokonya yaitu Erlebnis, Ausdruck dan Verstehen yang dalam buku Palmer yang dikutip oleh F. Budi Hardiman dan dialihbahasakan menjadi pengalaman, ungkapan dan pemahaman. Tiga konsep tersebut merupakan ketidaksetujuan Dilthey terhadap konsep yang digagas oleh Schleiermacher, empati psikologis. Menurutnya, obyek penelitian ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan tidak dapat diketahui lewat intropeksi, melainkan lewat interpretasi. Penulis akan paparkan artikel ini dengan metode deskriptif.
Sekilas Tentang Dilthey
            Nama lengkapnya adalah Wilhelm Christian Ludwig Dilthey (1833-1911).[1] Ia dilahirkan di kota Beibrich di tepian sungai Rhain dekat kota Mainz pada tanggal 19 November 1833. Ia tumbuh dalam keluarga yang beragama Kristen Protestan Jerman. Ayahnya adalah seorang pendeta gereja Reformed di Nassau, dan ia mendorong Dilthey untuk menepuh studi teologi. Setelah lulus dari Gimnasium di Wiesbaden, Dilthey mendaftarkan diri di Universitas Heidelberg untuk menempuh studi teologi. Karena merasa bosan terus bergelut dengan teologi, ia kemudian pindah studi ke filsafat.
            Karir intelektualnya berlangsung lancar, ia lulus dari studi teologi dan bersamaan juga lulus studi filsafat di Berlin. Selain itu, pada tahun 1864 ia meraih gelar doctor dengan disertasinya tentan Schleiermacher. Dari sana, ia banyak diundang mengajar di antaranya oleh universitas di Basel, Kiel dan Breslau sebelum akhirnya mengajar di universitas Berlin di waktu itu sangat bergengsi. Pada saat itu Berlin diwarnai oleh politik monarki Prussia Otto von Bismarck dan industrialisasi besar-besaran. Dilthey sendiri pada saat itu masuk dalam jajaran orang yang mapan karea gaji professor Jerman lbih dari cukup.
            Karya-karya Dilthey sendiri terbilang cukup banyak, diantaranya adalah Einleitung in die Geisteswissenshaften (Pengantar ke dalam Ilmu-ilmu Sosial-Kemanusiaan, 1833), Ideen uber eine beschreibende und zergliedende Psychologie (Gagasan-gagasan tentang sebuah Psikologi Deksriptif dan Analitis, 1894), Die Enstehung der Hermeneutik (Terjadinya Hermeneutik, 1900), Der Aufbau der feschichtlichen Welt in den Geisteswissenshaften (Konstruksi Dunia Historis di dalam Ilmu-ilmu Sosial-Kemanusiaan, 1910). Selain itu, karyanya pun banyak membahasa tokoh-tokoh besar sebelum dia, di antaranya tentang Scheleiermacher, Lessing, Goethe, Leibniz, Friedrich Agung dan Hegel muda. Ia tutup usia pada tanggal 1 Oktober 1911 di kota Seis am Sclern di wilayah Tirol Selatan.[2]
Formula Hermeneutika Dilthey: Pengalaman, Ungkapan dan Pemahaman
1.      Pengalaman
Dilthey menggunakan kata Erlebnis yang diturunkan dari kata kerja Erleben (mengalami khsusunya dalam urusan individu). Kata Erlebnis atau pengalaman hidup dimaknainya sebagai suatu unit yang mana secara bersamaan diyakini memiliki makna umum. Sebagai contoh, proses melukis adalah sebuah pengalaman dan itu misalnya hasil dari banyak perjumpaan dengan pengalaman-pengalaman lain yang dipisahkan waktu, namun demikian tetaplah disebut sebagai pengalaman (Erlebnis). Selain itu misalnya, kisah percintaan, hal tersebut tidaklah kemudian hanya didasrkan pada satu perjumpaan dengan kekasihnya, melainkan hasil dari beberapa perjumpaan-perjumpaanya.
Pengalaman bukanlah suatu bentuk hasil reflektif, karena kalau demikian masih memiliki kesadaran terhadap yang dilakukan. Sementara itu, pengalaman secara langsung maupun tidak, tidak dapat memahami dirinya sendiri. Pengalaman tidak mengacu pada subyek yang merupakan obyek tertentu. Pengalaman tidak dibedakan dari memahami dirinya sendiri. Ini merepresetasikan kontak langsung dengan pengalama hidup langsung.[3] Dalam Bahasa Hardiman adalah penghayatan. Penghayatan adalah sesuatu yang ada sebelum ada perbedaan antara subyek dan obyek. Ia memberikan contoh dengan cinta romantis, itu adalah sebuah penghayatan seseorang. Namun, ketika sudah menjadi novel ia menjadi subyek dari obyek cinta romantis itu.[4] Pengalaman secara intrisik bersifat temporal (dan ini bermakna historis) dan untuk itu pemahaman akan pengalaman harus juga sepadan dengan kategori temporal (historis) pemikiran. Dilthey menegaskan bahwa pengalaman tidak dapat dipahai dalam kategori sains sehingga tugas selanjutya adalah membuat kategori historis yang tepat untuk pengalaman hidup.[5]
2.      Ungkapan
Ausdruck yang dialihbahasaan menjadi ungkapan atau ekspresi merupakan formula kedua dari proyek hermeneutika Dilthey. Ausdruck di sini adalah segala sesuatu tentang produk kebudayaan, seperti gaya hidup, artefak, kesenian, hokum, ilmu pengetahuan, wawasan dunia, dan lainnya atau singkatnya adalah dunia-sosial-historis berasal dari pikiran atau mental yang oleh manusia diungkapkan ke luar. Jadi Ausdruck bukan hanya soal perasaan yang misalnya kalua cinta diungkapka dalam bentuk pemberian Bungan kepada doi-nya. Sederhannya adalah pengejawantahan diri manusia dalam bentuk produk-produk kebudayaan.[6]
3.      Pemahaman
Verstehen adalah salah satu cara yang memusatkan pada sisi dalam obyek penelitianya, yatu dimensi mental atau pengalaman atau penghayatannya. Dalam hal ini peneliti harus berpartisipasi di daa interaksi dan komunikasi social dengan hal-hal yang ditelitinya. Dengan jelas di sini dijelaskn bahwa hermeneutika bekerja bukan dalam rangka penelitia teks tertulis seperti buku atau surat melainkan sebagai cara mengetahui dunia sosial-historis yang dialami oleh manusia. Sebagai contoh, kita sudah mengetahui bahwa seseorang itu miskin dilihat dari statistiknya. Namun, untuk verstehen ini lebih dari itu, bagaimana kemudian dapat diketahui pengaruh dari kemiskinan terhadap pola pikirnya, sikapnya dan lain sebagainya. Persoalan nilai dan sikap tersebut baru dapat dipahami kalau dilakukan dengan cara berpartisipasi secara langsung.[7]

Sumber Bacaan
Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutik Dari Schleiermacher Sampai Derrida. Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015.
Palmer, Richard E. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Translated by Musnur Hery and Damanhuri Muhammed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.



[1] F. Budi Hardiman, Seni Memahami: Hermeneutik Dari Schleiermacher Sampai Derrida (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015), 64.
[2] Hardiman, 65–67.
[3] Richard E Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, trans. Musnur Hery and Damanhuri Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 120–23.
[4] Hardiman, Seni Memahami: Hermeneutik Dari Schleiermacher Sampai Derrida, 84.
[5] Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, 125.
[6] Hardiman, Seni Memahami: Hermeneutik Dari Schleiermacher Sampai Derrida, 85.
[7] Hardiman, 78.

Komentar