Viral Disertasi Legalkan Sex di Luar Nikah


Beberapa minggu ini, umat Islam digemparkan dengan viralnya Disertasi yang menghasilkan pemikiran dibolehkannya/legal sex di luar nikah dengan mendasarkan pada pendapat salah satu pemikir Islam Kontemporer, Muhammad Syahrur.

Tidak hanya sampai pada viral disertasinya, bahkan penulis disertasi itu sendiri ketika diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi pun menegaskan tentang legalnya sex luar nikah tersebut. Bahkan, ia mengatakan bahwa itu merupakan solusi atas problematika masyarakat modern ini.

Penulis sendiri tidak ingin membahas hanya membahas dari sisi substansi pemikiran dan kritiknya. Penulis ingin juga melihat bagaimana latar belakang kemudian bisa viral dan ada agenda apa dibaliknya?. Kiranya, tidak mungkin kemudian tanpa sebab adanya pengangkatan berita tersebut. Paling tidak ada beberapa poin yang ingin penulis sampaikan.

Pertama, bahwa hasil disertasi tersebut tentunya sudah menyalahi ijma ulama dunia (kesepakatan). Bahwa seorang muslim ketika ingin melakukan hubungan badan (sex) harus melalui jalur pernikahan. Ini sudah menjadi pengetahuan umum dari generasi ke generasi selanjutnya.

Kedua, disertasi tersebut bukan merupakan representasi dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tidak sedikit kemudian banyak yang membawakan narasi bahwa karena itu muncul di UIN maka di sana banyak mahasiswa yang liberal dan lain sebagainya. Generalisasi ini tentu tidak tepat. Dosen Ushuluddin, Abdul Mustaqim misalnya, menegaskan bahwa itu bukan merupakan representasi dari UIN.

Ketiga, disertasi itu pun di kalangan penguji dan promotor bahkan rektor bermasalah. Bermasalah di sini maksudnya adalah banyak kritik yang dilontarkan. Misalnya menurut Sahiron salah satu promotornya, bahwa penafsiran Syahrur itu terlalu subjektif terlebih karena latar belakangnya yang lama di Barat. Selain itu Syamsul Haji salah satu pengujinya, bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan perwujudan kemaslahatan agama. Ditambah lagi Yudian, rektor UIN secara tidak langsung mengatakan bahwa ini tidak mungkin diterapkan di Indonesia. Ia menyebutkan harus melalui konsensus, MUI dan lain sebagainya.

Keempat, ada lontaran pertanyaan yang cenderung memojokan UIN dan mungkin juga kebanyakan masyarakat menganggukan kepala (benar). Pertanyaannya, kenapa kemudian pihak UIN meluluskan disertasi tersebut?. Bukankah itu sebuah pelanggaran, dan bertentangan dengan Islam?. Paling tidak seperti itulah pertanyaannya.

Penulis pun pada awalnya bingung untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena bukan di posisi dosen atau birokrasi kampus. Di dalam kelas perdana, Indal Abror, salah satu dosen Ushuluddin menjelaskan, bahwa ketika mahasiswa telah menyelesaikan seluruh dokumen dan persyaratan kelulusan, juga sesuai metodologi, maka tidak ada kata tidak untuk tidak meluluskannya. Terlebih kemudian isi dari disertasi itu menyeleweng atau tidak itu merupakan tanggung jawab pribadi.

Kelima, adalah tentang bagaimana kemudian bisa viral. Penulis sendiri tidak mengetahui bagaimana kemudian bisa viral. Padahal menurut salah satu wartawan yang penulis kenal, bahwa wartawan itu sangat jarang meliput sidang doktoral. Wartawan harus mendapat undangan ketika ingin meliput sidang doktoral.

Dalam hal ini, apakah kemudian viral ini sudah disetting? Apakah kemudian ini sengaja untuk membuat heboh umat Islam? Apakah kemudian ini sengaja untuk membumikan pemikiran yang tidak umumnya? Adakah agenda dibaliknya? Penulis sendiri tidak mengetahuinya, dan oleh karenanya hanya melontarkan pertanyaan-pertanyaan. Semoga bisa dijawab oleh yang mengetahuinya.

Poin-poin tersebut kiranya yang penulis ingin sampaikan terkait viralnya disertasi tersebut. Pada akhirnya tentu pendapat dan persepsi dikembalikan pada individu sendiri masing-masing. Yang terpenting menurut penulis adalah, semakin banyak perdebatan-perdebatan tentang Islam dan didialogkan dengan baik, maka tentu itu akan membuat lebih dewasa umat Islam kedepannya. Wallahuallam.



Komentar