Dari Ramadan ke Ramadan tentunya tidak ingin hanya mengulang aktifitas yang sama begitu saja, pasti akan merasakan kebosanan, dan dengan itu ingin memperbaharuinya. Ramadan menjadi bulan yang begitu mulia bukan saja karena di dalamnya diperintahkan untuk berpuasa tetapi juga di sana ada banya berbagai hal yang istimewa seperti peristiwa turunya mukjizat agung Nabi Muhammad yaitu Alquran dan ada juga malam lailatul qadr.
Berpuasa pada intinya bukanlah berpuasa pada apa yang nampak oleh kasat mata, seperti tidak makan dan minum, tetapi berpuasa pada apa yang tidak nampak oleh kasat mata yaitu pengendalian pikiran, jiwa dan hati. Sesuatu yang sulit dikendalikan sebenarnya adalah ketiga hal tersebut. Segala tindakan biasanya bermula dari pikiran terlebih dahulu, maka ada bahasa "Adillah sejak dalam pikiran". Jiwa dan hati pun demikian, mereka lebih sulit lagi, untuk kemudian bersikap tenang, sabar, santai, perlu pengendalian, terlebih dalam kondisi-kondisi tertentu.
Saya sebenarnya tidak ingin terlalu banyak berbicara tentang puasanya, tetapi saya ingin berbicara tentang malam lailatul qadr. Sebenarnya, apa itu malam lailatul qadr? Tidak sedikit orang yang mendefinisikan malam lailatul qadr ini, mulai dari definisi yang rasional hingga non-rasional, dari yang tekstual hingga kontekstual dan lain sebagainya. Pada umumnya malam ini diartikan sebagai malam seribu bulan, ini tentu mengacu pada bunyi teks Alquran surat Al-Qadr.
Dalam benak dan pikiran saya selalu mempertanyakan, sebenarnya seperti apakah malam ini? Bagaimana suasana malam ini? Dengan cara apa untuk mendapatkan kesempatan merasakan malam ini? Dari semua pertanyaan itu, paling tidak yang paling penting untuk dijawab adalah seperti apakah malam ini?. Bagaimanapun, berbicara tentang malam tentu berbicara juga tentang ruang dan waktu.
Setelah bertanya, tentu saya tidak lantas kemudian diam tidak mencari, saya pun kemudian mencari jawaban tentang itu. Dari berbagai jawaban yang ada, kebanyakan menyebutkan bahwa malam lailatul qadr itu suasananya tenang dan sangat tenang. Seperti itu. Saya masih bingung, tenangnya seperti apa? Ah pikiran memang seperti itu. Seharusnya memang, malam laliatul qadr itu bukan sesuatu yang untuk dipikirkan, tetapi harus langsung dialami.
Pada suatu waktu, saya mendengar celetukan teman saya, ia mengatakan pada saya, bahwa "bukannya bapak kamu bukannya pernah mengalaminya kal?" lantas saya jawab "Tahu dari mana?" jawabnya "ia pernah cerita". Setelah itu lantas kemudian saya langsung bertanya pada bapak. Ia pun bercerita.
"Pada suatu malam, setelah salat tarawih, ketika wiridan bersama bareng jamaah-bapak yang memimpin karena ia imam di masjid-tiba-tiba melenyap seperti tidur. Ketika itu bapak masih di tempat, hanya saja suasana sangat-sangat sunyi dan tenang. Tiba-tiba seperti turun dari langit, orang-orang memakai baju putih bergerombol memasuki dan memenuhi masjid sampai tidak ada sedikitpun saf yang kosong. Semua orang-orang tersebut memakai baju putih dan bercahaya. Malam begitu tenang dan cerah. Tiba-tiba bapak pun kembali sadar dan terbangun." Ia menjelaskan bahwa itu hany satu lenyapan seprti halnya orang yang mengantuk kemudian membuka matanya lagi, tetapi ketika memasuki ruang yang tenang itu, ia mengungkapkan waktunya sangat lama. Padahal dalam realitasnya, itu hanya melenyap seperti tidur. Dari sana bapak beranggapan, mungkin itulah malam lailatul qadr.
Saya percaya tidak percaya, karena tidak mungkin bapak saya bohong, apalagi untuk bercerita seperti itu. Saya pun auto percaya bahwa mungkin seperti itulah gambaran malam lailatul qadr. Ruang dan waktu yang berbeda dengan realitas di dunia seperti biasanya. Kita ketahui juga bahwa sehari di dunia sama dengan 1000 tahun di akhirat, maka begitupun mungkin yang dialami bapak, padahal ia merasa melenyap tetapi juga merasakan waktu yang lama. Akhirnya kegelisahan saya pun terjawab langsung oleh pengetahuan dan cerita pengalaman bapak.
Saya menanyakan, bagaimana kemudian untuk bisa mendapatkan seperti itu. Ia menjelaskan bahwa memang, bapak ketika Ramadan itu, ketika semangat-semangatnya beribada, sampai begadang untuk membaca Alquran dan melakukan salat tasbih bermalam-malam. Tentu bukan karna itu saja, untuk mendapatkannya perlu melakukan ibadah secara istiqamah dari sebelum memasuki bulan Ramadan, jadi bukan hanya pas Ramadan.
Cerita ini tidak bermaksud untuk membanggakan bapak saya, tetapi saya ingin membagikan, barangkali mungkin bisa diambil hikmahnya. Semoga juga kita bisa merasakan suasana malam lailatul qadr, entah itu kapanpun. Aamiin. Wallahua'alam.
Komentar
Posting Komentar