Dana Desa Sarana Pendukung Produktifitas Masyarakat di Era Media Sosial

Gambar: Selasar.com


Desa adalah salah satu unsur kecil dari sebuah negara. Desa panggilan khusus nama di Indonesia. Desa identik dengan perkampungan yang mana masih asri dengan berbagai tanaman pepohonan hijau yang rindang, lain halnya dengan kota yang penuh dengan pemandangan tanaman beton-beton menjulang tinggi Masyarakatnya terpandang ramah-ramah dan tinggi semangat kolektivitasnya.

Desa hadir di bawah naungan negara pada level besarnya. Desa kepanjangan tangan negara untuk mengurusi secara langsung lebih dekat dengan masyrakat. Dari desa ke kecamatan, kabupaten/kota, porovinsi, dan pemerintah pusat, begitulah hierarki pemerintahan negara, khsusunya di Indonesia. Hierarki itu salah satu untuk mempermudah negara mengelola masyarakat secara langsung.

Desa dibangun atas dana dari rakyat yang diatur oleh pemerintah pusat yang kemudian kembali lagi ke pemerintah desa. Dana tersebut tidak lain untuk kesejahteraan masyarakat. Semua untuk masyrakat dan sumbernya pun dari masyarakat. Negara yang mana desa sebagai salah satu unsurnya, hanya sebagai sarana untuk pengelolaan dana yang berasal dari masyarakat tersebut. pengelolanya pun dari unsur masyarakat itu-itu sendiri.

Permasalahannya adalah, kenapa kemudian sampai sekarang masih banyak masyarakat yang merasa belum tersejahterakan. Apa kemudian yang menjadi penyebabnya sehingga masih banyak yang masyarakat yang belum tersejahterakan. Apa karena pengelolaannya yang kurang baik atau seperti apa, itulah yang muncul di benak penulis.

Permasalahan ini tentu harus dibenahi oleh bersama. Baik oleh pemerintah mulai dari desa sampai pusat, atau bahkan unsur masyarakt non-pemerintah yang juga ikut andil memberikan masukan ata kontribusi gagasan. Paling tidak, di sini penulis sebagai salah satu unsur dari masyarakat non-pemerintah ingin sedikit memberikan masukan dan kontribusi gagasan, yang penulis harap bisa sedikit banyak berguna.

Penulis melihat, pengelolaan dana desa banyak yang tidak produktif. Kebanyakan untuk pembanguna-pembangunan yang bersifat sementara, beberapa tahun pun rusak lagi. Misalnya, pengaspalan. Memang pengaspalan itu penting sebagai salah satu untuk mempermudah transportasi, tetapi apakah pengaspalannya sudah tepat sasaran. Kebanyakan, pengaspalan yang terjadi adalah pengaspalan yang mana jalan itu-itu juga setiap tahunnya. Misalnya 3 tahun sebelumnya jalan itu telah diaspal kemudian rusak, setelah rusak, itu juga yang diaspal. Seharusnya menurut penulis kalau memang untuk mengaspal dialokasikan ke yang belum terlebih dahulu.

Kemudian, pembangunan bangunan desa, atau masjid atau yang lainnya. Hal-hal yang demikian hanya simbolisnya saja, tidak terlalu penting kecuali memang benar-benar rusak.  Tetapi kalau masih terlihat layak dan belum ada yang rusak, kemudian hanya untuk dipercantik saja, maka tidaklah terlalu dibutuhkan.

Menurut penulis, alokasi yang tepat untuk pengelolaan dana adalah yang arahnya bersifat pembentukan pola pikir masyarakat, edukasi, dan entreupeneship. Hal-hal yang demikian sangat jarang ada dari pemerintah desa, kalaupun ada kebanyakan hanya masih pada level formalitas saja. Kalaulah ini sangat ditekankan tentu akan sangat baik sekali.

Jika dana itu dikelolan untuk hal-hal yang demikian tentu akan produktif. Misalnya, diadakannya seminar atau pelatiha entrepeneurship dan tidak hanya berhenti di situ saja, setelah pemberian bekal teoritisnya, kemudian diberi bekal untuk langsung implementasinya. Hal demikian tentu lebih besar produktifitasnya karena tidak hanya memberikan edukasi tetapi juga lapangan pekerjaan baru bagi yang pengangguran atau bagi yang masih ingin menambah penghasilannya.

Di sisi lain, perlu melihat sumber daya alam, latar belakang dan ciri khas masyarakat desanya masing-masing. Jika di desa tersebut strategis untuk pertanian atau perkebunan, maka edukasi masyarakatnya untuk menyenangi pertanian dan perkebunan, sehingga menjadi ciri khas desa setempat sebagai penghasil pertanian atau perkebunan yang produktif. Jika desa tersebut strategis untuk perikanan, maka berikan edukasi tentang bagaimana cara mengelola perikanan sampai produksinya.

Dengan demikian, dana desa yang terkelola lebih produktif, tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat saja tanpa mnemberikan produktifitas yang baik, terlebih di era media sosial yang semakin mudah untuk pengiklanannya. Kesejahteraan pun tentu akan lebih meningkat karena banyak lapangan pekerjaan yang muncul dari pengelolaan tersebut. Dengan adanya produktifitas pengelolaan dana tersebut, yang pengangguran akan teredukasi untuk menjadi produktif dan tercerahkan.

Jadi, menurut hemat penulis, pengelolaan dana desa yang masih konsumtif harus dirubah ke arah yang produktif. Dengan demikian paling tidak, peluang untuk memunculkan usaha-usaha yang baru  lebih besar di masyarakat dan pola pikir masyarakat terbentuk lebih baik.

Komentar