Sebuah sistem ritual yang telah mengakar sejak lama tidak datang
dari latar belakang yang hampa. Ritual Kemukus yang mana di dalamnya terdapat
berbagai hal yang bisa kita kaji tentu memiliki akar sejarah yang luas.
Bagaimana kemudian latar belakang adanya kuburan di situ, dan bagaimana
kemudian ada ritual pesugihan (meminta kaya raya denga ritual tertentu),
bagaimana kemudian bisa terjadi proses ritual sex dan sampai sekarang masih
bertahan.
Konon cerita latar belakangnya adalah karena seorang pangeran yang
selingkuh dengan ibu tirinya kemudian diusir oleh raja dari kerajaan dan lantas
setelah terusi ia meninggal di sebuah sungai. Kemudian ia didatangi oleh ibu
tirinya tersebut dan ibu tirinya pun meninggal. Ini hanya salah satu versi
cerita dari banyaknya carita yang lain. Kemudian ia dimakamkan di situ, dan
terjadilah ritual seperti penulis sebutkan di atas.
Tradisi turun temurun ini bisa masuk dari ketegori teori tindak
tradisional Max Webber. Teori tindak berorientasi pada motif dan tujuan pelaku.
Teori tindak tradisional yaitu tindakan yang ditentukan oleh
kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar secara turun temurun (Muhlis, 2016:
248). Motif dan tujuannya sudah jelas, petama ada yang untuk motoif kekayaan, ada yang untuk motif
kesenangan sex karena ada legalisasi. Sedang untuk masyarakat setempat motif
nya sebagai penghasilan ekonomi.
Jika mengacu pada teori Geertz yang mengatkan bahwa sebuah analisis
budaya bukanlah sebuah sains eksperimental yang mencari suatu kaidah, tetapi
sains interpretasi mencari sebuah makna (Fitria, 2015: 59). Untuk mengetahui
kenapa kemudian budaya atau ritual tersebut tetap berlangsung kita gunakan
dengan menginterpretasinya untuk mencari makna apa sebenarnya yang dicari oleh
masyarakat yang mengikuti ritual tersebut.
Kita tidak bisa langsung secara teologis menyalahkan dan
menyesatkan di hadapan mereka. Bagaimanapun setiap daerah memiliki corak
pemikiran dan budaya tersendiri yang telah mengakar dan dianggap sebagai sebuah
kebenaran walaupun bertentangan dengan teks normatif agamanya sendiri. Bahkan
jika dimasukan dalam kategori agama versi Durkheim pun masuk, yaitu sebagai
agama fakta sosial (Kamiruddin, 2011: 163)
Ritual kemukus bukan saja harus dilihat dari aspek budaya atau
adatnya saja, tetapi banyak kepentingan di sana, dari mulai ekonomi telah
disebutkan di atas, sampai politik sekalipun. Karena ritual sex (prostitusi)
yang berkedok budaya atau agama telah dilegalisasi oleh pemerintah. Usut punya
usut, ternyata pendapat daerah setempat yang paling banyak dari ritual kemukus.
Di sini telihat jelas ada unsur kepentingan di sana. Jadi, kita tidak dapat
melihat suatu fenomena hanya dari satu sisi saja, terlebih sebagai seorang
sosiolog-antropolog. Perlu banyak pendekatan untuk menganalisis dan sampai pada
titik kesimpulan yang objektif.
Referensi
Fitria, Vita.
2012. “Interpretasi Budaya Clifford Geertz: Agama Sebagai Sistem Budaya” dalam Jurnal
Sosiologi Reflektif, Vol. 7, No. 1, Oktober 2012.
Kamiruddin.
2011. “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile
Durkheim)” dalam Toleransi: Jurnal Media Komunikasi Umat Beragama, Vol. 3,
No. 2, Juli-Desember 2011.
Muhlis, Alis
dan Nurkholis. 2016. “Analisis Tindakan Sosial Max Webber Dalam Tradisi
Pembacaan Kitab Mukhtasar al-Bukhari” dalam Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No.
2, Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar