Kalimat Tauhid, La ilaaha Illallah
merupakan salah satu kalimat yang begitu agung bagi umat Islam. Ia merupakan
unsur utama dalam ajaran Islam. Tidak dapat dikatakan Islam sebelum
mengikrarkan kalimat tersebut baik dalam hati maupun lisan (tergantung kepada
aliran mana mendasarkannya). Nabi pun bersabda bahwa seutama-utamanya dzikir
adalah mengucapkan kalimat La ilaaha Illallah.
La ilaaha Illallah secara filosofis menjelaskan sebuah
ikrar pengakuan, persaksian, kepercayaan bahwa hanya ada satu Tuhan. Bahwa tidak
ada lagi Tuhan selain Allah. Dalam filsafat al-Kindi, hanya Esa saja yang dapat
dilekatkan pada Allah oleh manusia. Selain Esa, harus dengan menambahkan
kalimat negasi yaitu tidak. Misalkan bahwa Allah itu tidak Maha Penyayang, dalam
artian kemahapenyayangannya Allah itu bukan yang ada dalam pikiran, karena
pikiran kita terbatas.
La ilaaha Illallah secara praksis adalah sebagai dzikir
atau yang lainnya yang biasa teraplikasikan dalam kehidupan. Misalnya, dalam adzan
ada, dalam shalat kemudian dalam tradisi Nahdliyyin pun ada yang namanya
tahlilan, yang dalam rangkaian tradisi itu ada pembacaan dzikir La ilaaha
Illallah. Atau bahkan sebagai dzikir-dzikir kesaharian setiap individu,
yang pada intinya adalah yang teraplikasikan sebagai perwujudan ketauhidan.
La ilaaha Illallah secara simbolis adalah kalimat yang
bisa digunakan untuk simbol-simbol tertentu. Misalnya, Arab Saudi menggunakan
kalimat tersebut sebagai lambang benderanya, kemudian ISIS pun yang mana dicap
sebagai teroris pun menggunakannya, dan baru-baru ini yang menjadi ramai
perbincangan adalah HTI, pun menggunakannya sebagai simbol.
Menarik untuk dibahas mengenai berita
yang menghebohkan jagat raya Indonesia ini, yaitu tentang pembakaran bendera
yang bertuliskan kalimat Tauhid. Banyak kalangan merespon tentang hal itu,
mulai dari kecaman keras, dan pembelaan. Paling tidak yang muncul dari respon
kecaman keras dianggap sebagai penistaan terhadap agama Islam. Kemudian yang
muncul dari respon pembelaan dianggap sebagai tindakan yang benar.
Berbagai alasan muncul dari kedua
perespon tersebut. Yang mengecam menyayangkan karena pembakaratersebut
merupakan tindakan melecehkan kalimat tauhid. Kemudian yang satunya berasalan
bahwa itu maksudnya adalah pembakaran terhadap bendera organisasi yang sudah
dibubarkan HTI. Karena alasannya itu menunjuk HTI, lantas pihak eks HTI
merespon bahwa itu bukan bendera HTI, itu merupakan bendera Rasulullah. Waw luar
biasah.
Saya tidak percaya begitu saja bahwa
itu bendera Rasulullah, lah dari penglihatan awal saja, sudah meragukan, karena
di zaman Rasul belum ada tanda harakat, titik, tasydid dan sebagainya, atau
bahakn font seperti itu pun belum ada, itu hemat tekstual saya. Mungkin mereka
berupaya untuk mengkontekstualisasikan, husnudzan saya.
Tidak sampai di situ, saya pun
menelusuri fakta yang ada, selama beberapa tahun ke belakang, saya lihat dari
berbagai rekam jejak digital di media sosial, bendera itu memang sering dibawa
oleeh HTI, dan ternyata setelah rilis hasil penelitian Polisi pun benar, bahwa
bendera itu milik HTI. Nah kan, akhirnya ketahuan alibinya.
Jadi, pembakaran tersebut menurut
saya bukanlah semata-mata penistaan, tidak mungkin. Tetapi saya juga
menyayangkan, kenapa mesti dibakar. Tetapi tentu latar belakang seseorang
berbeda-beda, mungkin situasi-kondisi yang memancingnya.
Yang menjadi persoalan adalah, karena
peristiwa pembakaran itu, banyak propaganda seolah oknum yang lantas
digeneralisasi dengan organisasinya anti terhadap kalimat tauhid. Ini kemudian
yang menjadi provokasi. Banser yang mana kemudian banyak dicap dan
dipropagandakan anti tauhid adalah salah satu organisasi di bawah ormas NU, dan
itu menurut saya sangat tidak mungkin.
Dalam tradisi NU, kalimat tauhid
justru subur menggema di setiap tahlilan, atau wirid setelah shalat. Justru
kalimat tauhid menggema dalam kehidupan sehari-hari. Bagus mana antara kalimat
tauhid diterapkan secara praksis atau simbolis? Jelas praksis. Boleh saja,
diterapkan secara simbolis kalau umat Islam seluruh dunia menyepakatinya, lah
ini kan cuma jadi simbol mereka saja, simbol ideologis yang mengaku Islam, ya
Islam menurut tafsiran mereka.
Jadi, jangan terbawa propaganda
mereka yang melebelkan anti tauhid kepada individu atau organisasi lain. Tetap kalem
dan santai. Intinya Tauhid itu ada dalam hati, pikiran dan perilaku kita, bukan
hanya dalam simbol semata.
Komentar
Posting Komentar