Oleh: Haikal Fadhil Anam
Di kalangan
selebriti atau artis-artis biasanya, pengambilan keputusan untuk mengenakan
hijab dianggap sebagai identitas awal hijrah. Hijrah yang berarti tentu menuju ke
arah yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan identitas hijab yang melekat pada
dirinya, perasaan malu untuk melakukan hal yang tidak sesuai dengan Islam tentu
akan lebih bertambah, melihat hijab identik dengan kemuliaan di mata sebagian
kalangan.
Kita bisa pro
dan kontra memandang berhijab sebagai awal identitas hijrah. Bagi yang
mengatakan pro, tentu alasan kebanyakannya, pertama karena telah sesuai dengan
syariat Islam untuk menutupi aurat-aurat yang telah ditentukan menurut
penafsiran yang diercayainya. Di sisi lain, terlebih hijab menjadi identitas
mayoritas umat Islam, terlebih lagi di Indonesia. Bisa juga karena memang,
selebriti atau artis tersebut telah deklarasi untuk menjadi muslimah yang akan
menjalankan sesuai Islam.
Bagi yang
kontra, hijab bukanlah semata-mata dan satu-satunya yang menjadi identitas
hijrah. Esensi hijrah itu sendiri merupakan perpindahan, dari hal-hal yang
buruk menuju hal-hal yang baik. Hal-hal yang baik tidak semata dengan memakai
hijab, tetapi juga yang terpenting adalah dari esensi itu sendiri. Jangan sampai
menyempitkan makna hijrah yang luas itu dengan hanya menitikberatkan bahwa
hijrah itu dari yang tidak berhijab menjadi berhijab, tentu sangat sempit
sekali makna hijrah jika hanya seperti itu.
Menurut hemat
penulis, sesuai dengan pendapat yang kontra, sebaiknya, hijab jangan dijadikan
satu-satunya identitas seseorang berhijrah. Karena selama ini, penulis melihat
bahwa, ketika persoalan hijrah muncul di kalangan artis, tentu lebih identik
dengan persoalan hijab. Padahal hijrah itu lebih luas dari itu. Terlepas, jika
dengan berhijab akan lebih baik, penulis sangat setuju, tetapi penulis ingin
untuk tidak menitiberatkannya saja.
Seharusnya, kita
pun harus melabelkan pangkat hijrah kepada seseorang yang misalnya dari tadinya
pengguna narkoba, menjadi tidak lagi menggunakan narkoba, atau dari tadinya
perilakunya sering mencaci, kemudian berubah menjadi tidak mencaci lagi, dan segala
hal lainnya yang berubah menjadi lebih baik sesuai Islam.
Jadi, makna
hijrah itu sangat luas, lantas jangan disempitkan dan disematkan kepada mereka
yang memutuskan untuk berhijrah, lantas ketika seseorang itu memutuskan untuk
melepasnya kembali apakah kemudian akan kau katakana bahwa ia sudah tidak lagi
berhijrah? Mungkin ya untuk sebagian, karena kesalahan memandang hijrah itu
sendiri. Menurut hemat penulis, ketika memang ia memutuskan untuk tidak
berhijab tidak masalah, lantas selama ia masih berperilaku yang baik dan sesuai
dengan Islam ia masih tetap melakukan hijrahnya. Bukankah ia telah melanggar
syariat Islam karena telah memperlihatkan auratnya? Sebentar dulu. Jangan cepat
menghakimi.
Jika ia yang
melepaskan hijabnya memiliki dasar tentang pelepasannya, lantas ia memandang
bahwa ia tidak mengumbar auratnya, tidak masalah. Dalam rentetan sejarahnya
pun, batasan aurat dalam Islam telah banyak diperdebatkan oleh para ulama.
Ada yang
berpendapat bahwa berhijab itu harus menutupi selain muka, dan telapak tangan. Ada
yang berpendapat berhijab itu harus menutupi selain mata (cadar). Ada yang berpedapat
berhijab itu adalah sesuai dengan pakaian terhormatnya. Ini telah terjadi banyak pandangan dari ulama
itu sendiri. Maka seyogyanya kita harus saling menghargai satu sama lain,
jangan seolah kita lah yang paling benar dan yang lain salah.
Pada akhirnya,
semua itu kembali pada diri masing-masing, yang jelas jangan mempersempit makna
hijrah itu sendiri, makna yang seharusnya luas, biarkanlah luas maknanya. Wallahua’lam.
Komentar
Posting Komentar