Ramadan, Kebahagiaan dan Makanan di al-Muhsin

Gambar: dikatama.com


Kedatangan Ramadan merupakan kebahagiaan bagi muslim telah merindukannya. Ramadan selalu dinanti-natikan setiap tahunnya. Memasuki bulan Rajab dan Sya’ban, aroma-aroma Ramadan telah dapat dirasakan. Mulai dari doa-doa yang dilantunkan secara individu oleh diri sendiri ataupun secara kolektif di masjid-masjid. 

Ramadan merupakan bulan suci yang penuh makna dan sangat berarti. Setiap amalan ibadah yang dilakukan pada bulan itu akan mendapatkan pahala yang berlipat. Di samping aktifitas amalan ibadah seperti puasa, tarawih, dan tadarusan, yang menjadi ciri khas, juga banyak aktifitas yang lainnya di luar ibadah yang menjadi khas. Seperti ngabuburit (jalan-jalan menjelang Magrib), memburu takjil, makanan di masjid-masjid atau di pinggir jalan.

Pernah suatu ketika, penulis mendengar perkataan seseorang yang menyebutkan “jangan khawatir puasa di Jogja, di jogja bisa makan tanpa uang sekalipun”. Awalnya penulis tidak percaya karena belum pernah mengalami puasa di Jogja dan setelah bergulir dua hari melaksanakan puasa Ramadan di Jogja, ternyata memang benar.

Di Jogja, hampir setiap masjid menyediakan takjil dan makanan untuk buka bersama. Sebut saja misalnya, masjid Jogokariyan yang tersohor dengan kampung Ramadannya, masjid UGM, UIN, UAD, dan masjid pondok pesantren al-Muhsin Krapyak juga tidak lupa (sebagai tempat penulis mencari ilmu dan makan hhi) serta masjid-masjid yang lainnya. Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kaum muflis (kere) khususnya.

Setiap hari di bulan Ramadan, masjid al-Muhsin menyediakan nasi kotak untuk santri dan masyarakat sekitarnya. Pak Kyai pernah mengatakan bahwa sebenarnya nasi kotak itu untuk orang miskin, tapi apalah daya, santri pun ikut menghantam saja.

Setiap sore sebelum magrib, Pak Kyai biasa mengisi pengajian. Biasanya pengajian itu diikuti oleh masyarakat dan santri. Pernah suatu ketika, Pak Kyai mengkritik santri sebelum menutup pengajian sorenya. Ia mengatakan bahwa santri itu datang hanya cari makannya saja, giliran pengajian pada kosong. Memang terkadang, banyak juga santri yang sering seperti itu (termasuk penulis).

Akhirnya, penulis berterima kasih kepada pihak pesantren atau siapapun hartawan dermawan yang telah menyediakan nasi kotak di masjid al-Muhsin. Sudah tentu nasi kotak tersebut merupakan salah satu penghidupan santri selama Ramadan. Semoga ymenjadi amal jariyah bagi penyedia yang telah menyediakannya. Wallahu’alam.



Komentar