Al-Qur’an
telah berada di dunia ini kurang lebih 1439 tahun. Dalam setiap tahunnya umat
Islam selalu memperingati turunnya al-Qur’an atau biasa disebut dengan Nuzulul
Qur’an. Biasanya peringatan tersebut diisi dengan pembacaan al-Qur’an bersama,
atau dengan ceramah-ceramah.
Persoalan tentang
bagaimana al-Qur’an diturunkan memang terjadi berbagai pendapat diantara para
ulama. Mulai dari tentang cara menurunkan al-Qur’an, makna menurunkannya,
penyandaran lafadz al-Qur’an, jangka waktunya dan lain sebagainya. Pada tulisan
kali ini, penulis akan sedikit membahas tentang persoalan-persoalan tersebut.
al-Qur’an dari Lauh al-Mahfudh ke Dunia
Para ulama berbeda
pendapat dalam hal bagaimana al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfudh ke dunia. Setidaknya dalam soal ini, terdap tiga pendapat,
sebagai berikut:
Pertama, al-Qur’an
diturunkan ke langit dunia pada malam Lailatul
Qadar sekaligus dan lengkap. Kemudian setelah itu, diturunkan ke dunia
untuk diterima oleh Rasul saw selama 20 tahun atau 23 tahun atau 25 tahun.
Kedua, al-Qur’an
diturunkan ke langit dunia 20 kali malam Lailatul
Qadar dalam 20 tahun, atau 23 kali malam Lailatul Qadar dalam 23 tahun, 25 kali malam Lailatul Qadar dalam 25 tahun. Pada setiap malam diturunkan ke
langit dunia hanya yang untuk diturunkan dalam tahun itu kepada Nabi Muhammad
saw secara berangsur-angsur.
Ketiga, menurut
asy-Syatibi, permulaan al-Qur’an diturunkan yaitu pada malam Lailatul Qadar. Kemudian setelah itu
diturunkan secara berangsur-angsur dalam berbagai waktu.
Pendapat
yang paling popular di kalangan masyarakat adalah pendapat pertama. Pendapat ini
juga banyak disebut dalam tafsir-tafsir. Pendapat ini disandarkan pada riwayat
at-Thabrany dari Ibnu Abbas.
Muhammad Abduh
berpendapat bahwa Tuhan tidak menerangkan al-Qur’an itu diturunkan dari Lauh al-Mahfudh. Tetapi al-Qur’an tetap
terpelihara di Lauh al-Mahfudh. Sedang
menurut jumhur ulama, lafad-lafad al-Quran tertulis Lauh al-Mahfudh kemudian dipindah dan diturunkan ke dunia.
Jadi,
seperti yang disimpulkan oleh tim pentahqiq Hasbi as-Shiddiqie, bahwa al-Quran
itu disalin seperti halnya orang yang menghafal kitab, kitabnya masih di sana,
hanya saja isi disalin persisi oleh sang penghafal.
Makna dan Lafadz al-Quran
Setidaknya,
terdapat tiga pendapat pula dalam perbedaan, apakah al-Qur’an hanya diturnkan
maknanya saja, atau lafadznya saja, ataukah ke duanya:
Pertama, al-Qur’an
diturunkan dengan lafadz dan maknanya. Jibril menghafal al-Qur’an dari Lauh al-Mahfudh kemudian diwahyukannya.
Kedua, al-Qur’an
hanya diturunkan maknanya saja. Rasul memahami maknanya saja, kemudian
malafalkannya dengan Bahasa Arab.
Ketiga, Jibril
menerima makna, kemudian dibahasakan ke dalam Bahasa Arab olehnya. Kemudian ada
pendapat juga, bahwa isi langit membaca al-Qur’an denga Bahasa Arab, lalu
lafadz itulah yang Jibril turunkan.
Dari ketiga
pendapat di atas, yang umum diterima dan dianggap paling benar adalah pendapat
pertama, karena keotentikan al-Qur’an langsung dari Allah dan dijaga oleh-Nya.
Demikian pembahasan
secara singkat dan padat menyoal Nuzulul Qur’an. Semoga bermanfaat. Wallahu’alam
Referensi
As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2016.
Sejarah Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Komentar
Posting Komentar