![]() |
Manuskrip Arab di Museum Prancis dibawa oleh Prof. Machasin ke Indonesia tersimpan di perpustakaan UIN Suka Jogja |
A. Transkripsi
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ بِذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ الْمُنَزَّهِ فِيْ أَحَدِيَّتِهِ
عَنْ مُشَابَهَةِ مَخْلُوْقَاتِهِ وَصَلَوَاتُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ
الْموُضِحِ لِسُنَّتِهِ مُتَشَابَهَ آيَاتِهِ الْبَاقِيْ مَدَدُهُ لِأَوْلِيَائِهِ
بَعْدَ مَمَاتِهِ كَمَا كَانَ لَهُمْ فِيْ حَيَاتِهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ
كَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا زَارَهُ فِيْ قَبْرِهِ سَلَّمَ عَلَيْهِ وَرَفَعَ يَدَيْهِ
كَمَا كَانَ يَرْفَعُهُمَا عِنْدَ افْتِتَاحِ صَلاَتِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
فَإِنَّكَ سَأَلْتَنِيْ –أَرْشَدَنِيَ اللهُ وَإِيَّاكَ- عَنْ أَمْرٍ عَظِيْمٍ فِيْ
هَذَا الزَّمَانِ خَطْبُهُ وَعَمَّ ضَرَرُهُ وَهُوَ مَا تَظَاهَرَ بِهِ بَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ
الْمُنْتَسِبِيْنَ إِلَى الْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ وَأَشَاعَهُ فِيْ الْعَامَّةِ وَالْخَاصَّةِ
مِنِ اعْتِقَادِ ظَوَاهِرِ الْآيَاتِ الْمُتَشَابِهَةِ فِيْ أَسْمَائِهِ تَعَالَى
مِنْ غَيْرِ تَعَرُّضِ لِصَرْفِهَا عَنْ مَا يُوْهِمُ التَّجْسِيْمَ وَالتَّشْبِيْهَ
ويَزْعَمُ أَنَّهُ فِيْ ذَلِكَ مُتَمَسِّكٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مَاشٍ عَلىَ
طَرِيْقَةِ السَّلَفِ الصَّالِحِ وَيَشْنَعُ عَلىَ مَنْ تَعَرَّضَ إِلَى شَيْءٍ مِنْهَا
بِتَأْوِيْلٍ أَوْ صَرَفَهُ عَنْ ظَاهِرِهِ بِدَلِيْلٍ وَيَنْسُبُهُ فِيْ ذَلِكَ إِلىَ
مُخَالَفَةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لِكَوْنِهِمْ مَا نُقِلَ مِنْهُمْ التَّعَرُّضُ
إِلىَ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ وَقَدْ ضَلَّ وَأَضَلَّ كَثِيْرًا وَمَا يَضِلُّ بِهِ إِلَّا
مَنْ هُوَ قَاصِرُ الْفَهْمِ ضَعِيْفُ النُّوْرِ وَحَيْثُ سَأَلْتَنِيْ عَنْ ذَلِكَ
وَرَغِبْتُ فِيْ إِمْلَاءِ شَيْءٍ عَلَيْهِ فَلاَ بُدَّ مِنَ الْإِجَابَةِ عَلَى سَبِيْلِ
النَّصِيْحَةِ للهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
فَاعْلَمْ -أَمَدَّنِيَ اللهُ وَإِيَّاكَ بِمَدَدِ تَوْفِيْقِهِ- أَنَّ مِنْ أَجَلِّ
مِنَحِ اللهِ تَعَالَى عَلَى عَبْدِهِ طَهَارَةَ قَلْبِهِ وَسَلاَمَةَ فِطْرَتِهِ
وَقِلَّةَ مَنْطِقِهِ فَإِنَّهُ بِذَلِكَ يُلَقَّنُ الْحِكْمَةَ وَيَسْمَعُ هَوَاتِفَ
الْحَقِّ فِيْ كُلِّ نَفَسٍ مِنْ أَنْفَاسِهِ وَيَضِيْءُ لَهُ فِيْ لَيْلِ الْمُتَشَابِهِ
مِصْبَاحَ الْمُحْكَمِ فَيُرْسِخُ قَدَمَ صِدْقِهِ فِيْ مَعْرِفَةِ رَبِّهِ وَيَحْيَي
بَلَدَهُ الطَّيِّبَ بِغَيْثِ الْهُدَى وَالْعِلْمِ فَيَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ
رَبِّهِ كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِيْ السَّمَاءِ تُؤْتِيْ
أُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَسْلُكُ بِتَجَلِّيْ أَفْكَارِهِ سَبِيْلَ
الْإِسْتِقَامَةِ فَيَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيْهِ
شِفَاءٌ لِلنَّاسِ
B.
Transliterasi
Bismillāhi ar-Rahmāni ar-Rahīmi
Alḥamdulillahi al-wāḥidi biżātihī wa ṣifātihī, al-munazzahi fī aḥadiyyatihī
‘an musyābahati makhlūqātihī. Wa ṣalawātuhū ‘ala Muḥammadin ‘abdihī wa Rasūlihī
al-mūḍiḥi li sunnatihī mutasyābaha āyātihī, al-bāqī madaduhū li ̓auliyā᾿ihī
ba‘da mamātihī, kamā kāna lahum fī ḥayātihī, wa ‘alā ālihī wa ṣaḥbihī al-lażīna
kāna aḥaduhum iżā zārahu fī qabrihī sallama ‘alaihi wa rafa‘a yadaihi kamā
yarfa‘uhumā ‘inda iftitāḥi ṣalātihī, wa sallama taslīman kaṡīran.
Fa’innaka sa’altanī -arsyadaniyallāhu wa iyyāka- ‘an amrin ‘aẓīmin
fī hāża az-zamāni khaṭbuhū wa ‘amma ḍararuhū, wa huwa mā taẓāhara bihī ba‘ḍu
al-mubtadi‘ati al-muntasibīna ilā al-ḥadīṡi wa al-fiqhi, wa ’syā‘ahū fī
al-‘āmmati wa al-khāṣṣati min i‘tiqādi ẓawāhiri al-āyāti al-mutasyābihati fī
asmā’ihī ta‘āla min gairi ta‘arruḍin liṣarfihā ‘an mā yūhimu at-tajsīma wa
at-tasybīha. Wa yaz‘amu annahū fī żālika mutamassikun bi al-kitābi wa
as-sunnati, māsyin ‘ala ṭarīqati as-salafi aṣ-ṣāliḥi. Wa yasyna‘u ‘ala man
ta‘arraḍa ilā syai’in minhā bi ta’wīli au ṣarafahū ‘an ẓāhirihī bi dalīlin. Wa
yansubuhū fī żālika ilā mukhālafati aṣ-ṣaḥābati wa at-tābi‘īna li kaunihim mā
nuqila ‘anhum at-ta‘arruḍu li syai’in min żālika. Wa qad ḍalla wa aḍalla kaṡīran,
wa mā yaḍillu bihī illā man huwa qāṣiru al-fahmi, ḍa‘īfu an-nūri.
Wa ḥaiṡu sa’altanī ‘an żālika wa ragibtu fī imlā’i syai’in ‘alaihi,
falā budda min al-’ijābati ‘ala sabīli an-naṣīḥati lillahi wa lirasūlihī wa
li’a’immati al-muslimīna wa ‘āmmatihim.
Fa‘lam –amaddaniyallāhu wa iyyāka bi madadi taufīqihī- anna min
ajalli minaḥillāhi ‘ala ‘abdihī ṭahārata qalbihī wa salāmata fiṭratihī wa
qillata manṭiqihī. Fa’innahū bi żālika yulaqqanu al-ḥikmata wa yasma‘u hawātifa
al-ḥaqqi fī kulli nafasin min anfāsihī, wa yuḍī’u lahū fī laili al-mutasyābihi
miṣbāḥa al-muḥkami, fayursikhu qadama ṣidqihī fī ma‘rifati rabbihī, wa yuḥyi
baladahū aṭ-ṭayyiba bi gayṡi al-hudā wa al-‘ilmi. Fayakhruju nabātuhū bi’iżni
rabbihī “kasyajaratin ṭayyibatin aṣluhā ṡābitun wa far‘uhā fī as-samā’i, tu’tī
ukulahā kulla ḥīnin bi’iżni rabbihā”. Wa yasluku bi tajallī afkārihī sabīla
al-istiqāmati, fayakhruju min buṭūnihā syarābun mukhtalifun al-wānuhū fīhi
syifā’un li an-nāsi.
C. Terjemah
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Segala
puji bagi Allah Yang Maha Esa dzat
dan
sifat-sifat-Nya.
Sebagai bukti keEsaan-Nya yaitu kemustahilan-Nya untuk menyerupai makhluk-Nya
sendiri. Semoga rahmat ta’dzim dan kesejahteraan dari Allah SWT senantiasa tercurahkan atas Nabi Muhammad
yang merupakan hamba sekaligus utusan-Nya. Beliaulah yang melalui
sunnah-sunnahnya memberikan penjelasan terhadap kesamaran wahyu-wahyu Tuhan. Pertolongan
beliau -atas izin Allah- senantiasa mengalir kepada para kekasih meskipun
beliau telah wafat, sebagaimana ketika beliau masih hidup. Semoga rahmat dan
kesejahteraan Allah SWT juga tercurahkan atas keluarga beserta sahabat-sahabat
beliau, yaitu mereka yang apabila berziarah ke kubur beliau (nabi), maka mereka
mengucapkan salam kepada beliau dan mengangkat kedua tangan mereka sebagaimana
mereka mengangkat kedua tangan mereka ketika mereka memulai shalat.
Sungguh
kau telah bertanya pada saya tentang permasalahan yang besar bencananya dan
sudah meluas ke masyarakat marabahayanya pada saat ini. Semoga Allah SWT memberi
petunjuk kepada saya dan kepadamu. Permasalahannya yaitu tentang paham-paham baru
yang disebarkan oleh para ahli bid’ah kepada masyarakat awam dan para
intelektual. Para ahli bid’ah ini
mengaku-ngaku diri mereka sebagai golongan ahli hadis dan fikih untuk
menunjukkan eksistensi mereka. Mereka menyebarkan pemahaman bahwa setiap muslim
wajib meyakini bahwa ayat mutasayabihat
(ayat yang samar) yang bergandengan dengan nama-nama Allah harus
dipahami secara tekstual (apa adanya) dan tidak boleh dilakukan penakwilan
(pengalihan makna) terhadapnya. Paham semacam ini sangat berbahaya karena
mengakibatkan pemahaman bahwa Dzat Allah SWT terdiri dari bagian-bagian (tajsim)
dan menyamai terhadap makhluk (tasybih).
Parahnya lagi, mereka meyakini
bahwa pemahaman merekalah yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah
serta sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh para ulama’ salaf yang saleh.
Sebaliknya, orang-orang yang melakukan penakwilan terhadap ayat-ayat tersebut sekalipun
berdasarkan argumentasi yang kuat, mereka anggap bertentangan dengan
ajaran-ajaran sahabat dan tabi’in. Anggapan mereka ini didasarkan pada argumentasi
mereka bahwa para sahabat dan tabi’in sama sekali tidak pernah mengajarkan
untuk melakukan penakwilan terhadap ayat-ayat mutasyabihat tersebut.
Sungguh mereka benar-benar orang-orang yang sesat dan menyesatkan. Tidak ada yang
tersesat karena permasalahan ini kecuali orang-orang yang memiliki pemahaman
yang dangkal mengenai ilmu agama dan tidak mendapat cahaya petunjuk dari Allah
SWT.
Bermula
dari kamu bertanya, sekaligus saya juga merasa senang untuk memberikan solusi
atas permasalahan tersebut, maka sudah seharusnya saya menjawab permasalahan
ini seraya meniatkan segala sesuatu yang hendak saya lakukan agar menjadi nasihat
bagi Allah SWT, rasul-Nya, para pemimpin, serta umat islam secara umum.
Maka
ketahuilah, -semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan kepadaku dan
kamu agar berada pada jalan yang benar- bahwa termasuk di antara bentuk
karunia terbesar dari Allah SWT kepada hamba-Nya yaitu sucinya hati, selamatnya
fitrah, dan sedikitnya bicara. Dengan tiga perkara ini, seorang hamba akan
mudah mengetahui hikmah dari setiap perkara dan dapat mendengar bisikan-bisikan
yang benar dari Allah SWT di setiap nafasnya. Di samping itu, akan mudah
baginya untuk mengetahui perkara yang jelas, meskipun itu
tertutup oleh banyak perkara yang samar.
Lalu, ia dapat meneguhkan keyakinannya
untuk mengenal Tuhannya. Selain itu, ia juga akan mampu menghidupkan
negaranya/wilayahnya dengan kehidupan yang dipenuhi dengan cahaya hidayah dan
ilmu. Maka kemudian tumbuh-tumbuhan akan tumbuh dalam negerinya atas izin
Tuhan, sebagaimana (firman Allah) “pohon yang baik dengan akar yang kokoh,
serta batang yang menjulang ke langit akan menghasilkan buah-buahan dengan
seizin Tuhannya.” Di samping itu,
ia (hamba) dengan cara berpikir yang jernih juga akan mampu menapakan kakinya
di jalan yang lurus. Dengan begitu, ia akan menghasilkan sesuatu yang akan
menjadi jawaban dari problematika umat sebagaimana perumpamaan Allah dalam
Al-Qur’an yaitu “binatang lebah yang dari perutnya keluar cairan yang
berwarna-warni yang dapat menjadi obat/penyembuh bagi (penyakit) manusia.”
D. Interpretasi
Secara
umum, pada naskah ini menjelaskan tentang pendapat seorang ulama yang mengatakan
adaanya indikasi kesesatan dari pemahaman yang dangkal dari sebagian ulama.
Dengan semisal bahwa ayat-ayat mutasyabihat tidak diperbolehkan untuk
ditakwilkan dengan segala apapun. Kemudian, titik permasalahan yang disinggung
pada naskah ini adalah klaim kebenaran dari sebagian ulama yang menyadarkan
kepada para sahabat dan tab’in. Seunya, bahwa para sahabat dan tabi’in tidak
pernah sama sekali menakwilkan ayat-ayat mutsyabihat.
Oleh
karenanya, menurut pandangan di naskah ini, hal yang demikian adalah cara-cara
membiarkan kesesatan, jika ayat-ayat mutasyabihat tidak ditakwilkan, karena
dikhawatirkan akan menjadi tajsim. Semisal ayat tentang yadullaha fauqa
aydihum yang hanya ditafsirkan dengan tangan. Sementara para penakwil
menafsikan tangan dengan kekuasaan. Para penakwil mengambil konteks nya tidak
hanya secara tektualnya saja. Jadi, kesesatan dari pada enggan menakwil
ayat-ayat mutasyabihat hendaknya dihindari.
Komentar
Posting Komentar