Praktik Filologi Terhadap Manuskrip Arab di Prancis



Manuskrip Arab di Museum Prancis dibawa oleh Prof. Machasin ke Indonesia tersimpan di perpustakaan UIN Suka Jogja


A.    Transkripsi

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ بِذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ الْمُنَزَّهِ فِيْ أَحَدِيَّتِهِ عَنْ مُشَابَهَةِ مَخْلُوْقَاتِهِ وَصَلَوَاتُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ الْموُضِحِ لِسُنَّتِهِ مُتَشَابَهَ آيَاتِهِ الْبَاقِيْ مَدَدُهُ لِأَوْلِيَائِهِ بَعْدَ مَمَاتِهِ كَمَا كَانَ لَهُمْ فِيْ حَيَاتِهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ كَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا زَارَهُ فِيْ قَبْرِهِ سَلَّمَ عَلَيْهِ وَرَفَعَ يَدَيْهِ كَمَا كَانَ يَرْفَعُهُمَا عِنْدَ افْتِتَاحِ صَلاَتِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا فَإِنَّكَ سَأَلْتَنِيْ –أَرْشَدَنِيَ اللهُ وَإِيَّاكَ- عَنْ أَمْرٍ عَظِيْمٍ فِيْ هَذَا الزَّمَانِ خَطْبُهُ وَعَمَّ ضَرَرُهُ وَهُوَ مَا تَظَاهَرَ بِهِ بَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ الْمُنْتَسِبِيْنَ إِلَى الْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ وَأَشَاعَهُ فِيْ الْعَامَّةِ وَالْخَاصَّةِ مِنِ اعْتِقَادِ ظَوَاهِرِ الْآيَاتِ الْمُتَشَابِهَةِ فِيْ أَسْمَائِهِ تَعَالَى مِنْ غَيْرِ تَعَرُّضِ لِصَرْفِهَا عَنْ مَا يُوْهِمُ التَّجْسِيْمَ وَالتَّشْبِيْهَ ويَزْعَمُ أَنَّهُ فِيْ ذَلِكَ مُتَمَسِّكٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مَاشٍ عَلىَ طَرِيْقَةِ السَّلَفِ الصَّالِحِ وَيَشْنَعُ عَلىَ مَنْ تَعَرَّضَ إِلَى شَيْءٍ مِنْهَا بِتَأْوِيْلٍ أَوْ صَرَفَهُ عَنْ ظَاهِرِهِ بِدَلِيْلٍ وَيَنْسُبُهُ فِيْ ذَلِكَ إِلىَ مُخَالَفَةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لِكَوْنِهِمْ مَا نُقِلَ مِنْهُمْ التَّعَرُّضُ إِلىَ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ وَقَدْ ضَلَّ وَأَضَلَّ كَثِيْرًا وَمَا يَضِلُّ بِهِ إِلَّا مَنْ هُوَ قَاصِرُ الْفَهْمِ ضَعِيْفُ النُّوْرِ وَحَيْثُ سَأَلْتَنِيْ عَنْ ذَلِكَ وَرَغِبْتُ فِيْ إِمْلَاءِ شَيْءٍ عَلَيْهِ فَلاَ بُدَّ مِنَ الْإِجَابَةِ عَلَى سَبِيْلِ النَّصِيْحَةِ للهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ فَاعْلَمْ -أَمَدَّنِيَ اللهُ وَإِيَّاكَ بِمَدَدِ تَوْفِيْقِهِ- أَنَّ مِنْ أَجَلِّ مِنَحِ اللهِ تَعَالَى عَلَى عَبْدِهِ طَهَارَةَ قَلْبِهِ وَسَلاَمَةَ فِطْرَتِهِ وَقِلَّةَ مَنْطِقِهِ فَإِنَّهُ بِذَلِكَ يُلَقَّنُ الْحِكْمَةَ وَيَسْمَعُ هَوَاتِفَ الْحَقِّ فِيْ كُلِّ نَفَسٍ مِنْ أَنْفَاسِهِ وَيَضِيْءُ لَهُ فِيْ لَيْلِ الْمُتَشَابِهِ مِصْبَاحَ الْمُحْكَمِ فَيُرْسِخُ قَدَمَ صِدْقِهِ فِيْ مَعْرِفَةِ رَبِّهِ وَيَحْيَي بَلَدَهُ الطَّيِّبَ بِغَيْثِ الْهُدَى وَالْعِلْمِ فَيَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِيْ السَّمَاءِ تُؤْتِيْ أُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَسْلُكُ بِتَجَلِّيْ أَفْكَارِهِ سَبِيْلَ الْإِسْتِقَامَةِ فَيَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيْهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ




B.     Transliterasi

Bismillāhi ar-Rahmāni ar-Rahīmi

Alḥamdulillahi al-wāḥidi biżātihī wa ṣifātihī, al-munazzahi fī aḥadiyyatihī ‘an musyābahati makhlūqātihī. Wa ṣalawātuhū ‘ala Muḥammadin ‘abdihī wa Rasūlihī al-mūḍiḥi li sunnatihī mutasyābaha āyātihī, al-bāqī madaduhū li ̓auliyā᾿ihī ba‘da mamātihī, kamā kāna lahum fī ḥayātihī, wa ‘alā ālihī wa ṣaḥbihī al-lażīna kāna aḥaduhum iżā zārahu fī qabrihī sallama ‘alaihi wa rafa‘a yadaihi kamā yarfa‘uhumā ‘inda iftitāḥi ṣalātihī, wa sallama taslīman kaṡīran.

Fa’innaka sa’altanī -arsyadaniyallāhu wa iyyāka- ‘an amrin ‘aẓīmin fī hāża az-zamāni khaṭbuhū wa ‘amma ḍararuhū, wa huwa mā taẓāhara bihī ba‘ḍu al-mubtadi‘ati al-muntasibīna ilā al-ḥadīṡi wa al-fiqhi, wa ’syā‘ahū fī al-‘āmmati wa al-khāṣṣati min i‘tiqādi ẓawāhiri al-āyāti al-mutasyābihati fī asmā’ihī ta‘āla min gairi ta‘arruḍin liṣarfihā ‘an mā yūhimu at-tajsīma wa at-tasybīha. Wa yaz‘amu annahū fī żālika mutamassikun bi al-kitābi wa as-sunnati, māsyin ‘ala ṭarīqati as-salafi aṣ-ṣāliḥi. Wa yasyna‘u ‘ala man ta‘arraḍa ilā syai’in minhā bi ta’wīli au ṣarafahū ‘an ẓāhirihī bi dalīlin. Wa yansubuhū fī żālika ilā mukhālafati aṣ-ṣaḥābati wa at-tābi‘īna li kaunihim mā nuqila ‘anhum at-ta‘arruḍu li syai’in min żālika. Wa qad ḍalla wa aḍalla kaṡīran, wa mā yaḍillu bihī illā man huwa qāṣiru al-fahmi, ḍa‘īfu an-nūri.

Wa ḥaiṡu sa’altanī ‘an żālika wa ragibtu fī imlā’i syai’in ‘alaihi, falā budda min al-’ijābati ‘ala sabīli an-naṣīḥati lillahi wa lirasūlihī wa li’a’immati al-muslimīna wa ‘āmmatihim.

Fa‘lam –amaddaniyallāhu wa iyyāka bi madadi taufīqihī- anna min ajalli minaḥillāhi ‘ala ‘abdihī ṭahārata qalbihī wa salāmata fiṭratihī wa qillata manṭiqihī. Fa’innahū bi żālika yulaqqanu al-ḥikmata wa yasma‘u hawātifa al-ḥaqqi fī kulli nafasin min anfāsihī, wa yuḍī’u lahū fī laili al-mutasyābihi miṣbāḥa al-muḥkami, fayursikhu qadama ṣidqihī fī ma‘rifati rabbihī, wa yuḥyi baladahū aṭ-ṭayyiba bi gayṡi al-hudā wa al-‘ilmi. Fayakhruju nabātuhū bi’iżni rabbihī “kasyajaratin ṭayyibatin aṣluhā ṡābitun wa far‘uhā fī as-samā’i, tu’tī ukulahā kulla ḥīnin bi’iżni rabbihā”. Wa yasluku bi tajallī afkārihī sabīla al-istiqāmati, fayakhruju min buṭūnihā syarābun mukhtalifun al-wānuhū fīhi syifā’un li an-nāsi.

C.    Terjemah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa dzat dan sifat-sifat-Nya. Sebagai bukti keEsaan-Nya yaitu kemustahilan-Nya untuk menyerupai makhluk-Nya sendiri. Semoga rahmat ta’dzim dan kesejahteraan dari Allah SWT  senantiasa tercurahkan atas Nabi Muhammad yang merupakan hamba sekaligus utusan-Nya. Beliaulah yang melalui sunnah-sunnahnya memberikan penjelasan terhadap kesamaran wahyu-wahyu Tuhan. Pertolongan beliau -atas izin Allah- senantiasa mengalir kepada para kekasih meskipun beliau telah wafat, sebagaimana ketika beliau masih hidup. Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah SWT juga tercurahkan atas keluarga beserta sahabat-sahabat beliau, yaitu mereka yang apabila berziarah ke kubur beliau (nabi), maka mereka mengucapkan salam kepada beliau dan mengangkat kedua tangan mereka sebagaimana mereka mengangkat kedua tangan mereka ketika mereka memulai shalat.

Sungguh kau telah bertanya pada saya tentang permasalahan yang besar bencananya dan sudah meluas ke masyarakat marabahayanya pada saat ini. Semoga Allah SWT memberi petunjuk kepada saya dan kepadamu. Permasalahannya yaitu tentang paham-paham baru yang disebarkan oleh para ahli bid’ah kepada masyarakat awam dan para intelektual. Para ahli  bid’ah ini mengaku-ngaku diri mereka sebagai golongan ahli hadis dan fikih untuk menunjukkan eksistensi mereka. Mereka menyebarkan pemahaman bahwa setiap muslim wajib meyakini bahwa ayat mutasayabihat  (ayat yang samar) yang bergandengan dengan nama-nama Allah harus dipahami secara tekstual (apa adanya) dan tidak boleh dilakukan penakwilan (pengalihan makna) terhadapnya. Paham semacam ini sangat berbahaya karena mengakibatkan pemahaman bahwa Dzat Allah SWT terdiri dari bagian-bagian (tajsim) dan menyamai terhadap makhluk (tasybih). 

Parahnya lagi, mereka meyakini bahwa pemahaman merekalah yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah serta sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh para ulama’ salaf yang saleh. Sebaliknya, orang-orang yang melakukan penakwilan terhadap ayat-ayat tersebut sekalipun berdasarkan argumentasi yang kuat, mereka anggap bertentangan dengan ajaran-ajaran sahabat dan tabi’in. Anggapan mereka ini didasarkan pada argumentasi mereka bahwa para sahabat dan tabi’in sama sekali tidak pernah mengajarkan untuk melakukan penakwilan terhadap ayat-ayat mutasyabihat tersebut. Sungguh mereka benar-benar orang-orang yang sesat dan menyesatkan. Tidak ada yang tersesat karena permasalahan ini kecuali orang-orang yang memiliki pemahaman yang dangkal mengenai ilmu agama dan tidak mendapat cahaya petunjuk dari Allah SWT.

Bermula dari kamu bertanya, sekaligus saya juga merasa senang untuk memberikan solusi atas permasalahan tersebut, maka sudah seharusnya saya menjawab permasalahan ini seraya meniatkan segala sesuatu yang  hendak saya lakukan agar menjadi nasihat bagi Allah SWT, rasul-Nya, para pemimpin, serta umat islam secara umum.  

Maka ketahuilah, -semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan kepadaku dan kamu agar berada pada jalan yang benar- bahwa termasuk di antara bentuk karunia terbesar dari Allah SWT kepada hamba-Nya yaitu sucinya hati, selamatnya fitrah, dan sedikitnya bicara. Dengan tiga perkara ini, seorang hamba akan mudah mengetahui hikmah dari setiap perkara dan dapat mendengar bisikan-bisikan yang benar dari Allah SWT di setiap nafasnya. Di samping itu, akan mudah baginya untuk mengetahui perkara yang jelas, meskipun itu tertutup oleh banyak perkara yang samar. 

Lalu, ia dapat meneguhkan keyakinannya untuk mengenal Tuhannya. Selain itu, ia juga akan mampu menghidupkan negaranya/wilayahnya dengan kehidupan yang dipenuhi dengan cahaya hidayah dan ilmu. Maka kemudian tumbuh-tumbuhan akan tumbuh dalam negerinya atas izin Tuhan, sebagaimana (firman Allah) “pohon yang baik dengan akar yang kokoh, serta batang yang menjulang ke langit akan menghasilkan buah-buahan dengan seizin Tuhannya.” Di samping itu, ia (hamba) dengan cara berpikir yang jernih juga akan mampu menapakan kakinya di jalan yang lurus. Dengan begitu, ia akan menghasilkan sesuatu yang akan menjadi jawaban dari problematika umat sebagaimana perumpamaan Allah dalam Al-Qur’an yaitu “binatang lebah yang dari perutnya keluar cairan yang berwarna-warni yang dapat menjadi obat/penyembuh bagi (penyakit) manusia.

D.    Interpretasi 

Secara umum, pada naskah ini menjelaskan tentang pendapat seorang ulama yang mengatakan adaanya indikasi kesesatan dari pemahaman yang dangkal dari sebagian ulama. Dengan semisal bahwa ayat-ayat mutasyabihat tidak diperbolehkan untuk ditakwilkan dengan segala apapun. Kemudian, titik permasalahan yang disinggung pada naskah ini adalah klaim kebenaran dari sebagian ulama yang menyadarkan kepada para sahabat dan tab’in. Seunya, bahwa para sahabat dan tabi’in tidak pernah sama sekali menakwilkan ayat-ayat mutsyabihat.

Oleh karenanya, menurut pandangan di naskah ini, hal yang demikian adalah cara-cara membiarkan kesesatan, jika ayat-ayat mutasyabihat tidak ditakwilkan, karena dikhawatirkan akan menjadi tajsim. Semisal ayat tentang yadullaha fauqa aydihum yang hanya ditafsirkan dengan tangan. Sementara para penakwil menafsikan tangan dengan kekuasaan. Para penakwil mengambil konteks nya tidak hanya secara tektualnya saja. Jadi, kesesatan dari pada enggan menakwil ayat-ayat mutasyabihat hendaknya dihindari.

Komentar