Zakat merupakan salah
satu perintah Allah yang wajib dilaksanakan bagi orang yang beriman khususnya
bagi orang yang mampu. Zakat termasuk kepada rukun Islam yang lima, yng pada
urutan penyebutannya setelah salat. Zakat pada intinya dimaksudkan untuk
membantu orang yang tidak mampu, namun kriteria selain itu pun telah ditentukan
dalamal-Qur’an. Hal ini sebagai kepedulian dan sebagai bentuk komitmen
solidaritas kolektif.
Secara bahasa Zakat
diartikan sebagai pengembangan barakah (keberkatan), pensucian, serta
kesuburan. Sedangkan menurut syara’, zakat diartikan sebagai suatu pemberian
yang berasal dari jenis harta tertentu yang wajib dan ukuran tertentu pula.
Kata Zakat berasal dari kata zaka yang artinya mensucikan (https://dalamislam.com). Disederhanakan bahwa zakat merupakan
penyisihan sebagian jenis harta yang dimiliki, untuk seseorang yang berhak
menerimanya sesuai ketentuannya dan dengan ukuran yang telah ditentukan pula.
Peran zakat secara makro
jika kembali meninjau sejarah pada masa kepemimpinan Umar bin Khatab adalah
sebagai pemasukan negara selain pajak dan hal lainnya. Sehingga manfaat zakat
tidak hanya bersifat individual tetapi juga bersifat kolektif dalam artian
negara dapat merasakan manfaat dari zakat dan akhirnya pula kembali pada
masyarakat (Ridlo, 2014: 120). Ini merupakan perputaran harta yang dapat
menopang perekonomian negara dan membantu kebutuhan negara.
Fungsi
dan Hikmah Zakat
Zakat merupakan salah
satu perwujudan pola hubungan di antara manusia dengan manusia lainnya, dimana
zakat memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Adapun
fungsi zakat di antaranya adalah :
1.
Untuk
membersihkan dan mensucikan harta-harta yang didapat. Hal ini sebagaimana
Firman Allah SWT berikut :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ
لَّهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. At- Taubah , 103)
2.
Dapat
menimbulkan rasa kasih sayang dan setia kawan terhadap yang miskin
3. Dengan
berzakat maka akan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan membuat kekayaan
tidak terakumulasi pada kelompok-kelompok tertentu saja. Hal ini sesuai dengan
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al Hasyr ayat 7 :
مَا أَفَاءَ اللَّهُ
عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ
الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:“Harta
rampasan fai’i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari
penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, rasul, kerabat (rasul), anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat
keras hukumannya.” (QS. Al- Hasyr, 7)
4.
Memperkecil
jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin
5.
Sebagai
bentuk pelaksanaan amal ibadah manusia sebagai makhluk social
6.
Mendorong
manusia untuk mendapatkan harta benda (https://dalamislam.com).
Orang
Yang Berhak Menerima Zakat
Dalam al-Qur’an telah disebutkan
siapa-siapa yang berhak menerima zakat, Allah berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
Artinya:“Sesungguhnya
zakat-zakat, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang
berhutang, dan pada sabilillah, dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang telah
diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. (QS.
At-Taubah, 60)
Dalam hal ini, penulis akan menghandirkan
pendapat empat Imam madzhab tentang siapa saja yang berhak menerima zakat,
sebagai berikut:
A. Faqir
adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali.
1.
Imam
Hanafi : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari satu nishob,
atau memiliki satu nishab atau lebih, tetapi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya.
2.
Imam
Maliki : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkanhartanya tidak
mencukupi untuk keperluannya selama satu tahun.
3. Imam
Syafi’i : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha atau
mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya dan tidak ada orang yang
menanggungnya.
4.
Imam
Hambali : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai
harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya.
B. Orang Miskin yaitu orang yang memiliki
pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat di pakai untuk memenuhi hidupnya.
1.
Imam
Hanafi : Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
2.
Imam
Maliki : Orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
3. Imam
Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi
kebutuhannya.
4. Imam
Hambali : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi
kebutuhannya.
C. Adapun batasan
‘Amil zakat terdapat perbedaan pendapat
dikalangan para ‘Ulama fiqih, antara lain pendapat imam empat mazhab sebagai
berikut :
1.
Imam
Hanafi. ‘Amil adalah orang yang diangkat
untuk mengambil dan mengurus zakat.
2.
Imam
Malik. ‘Amil adalah orang yang menjadi pencatat, pembagi, penasehat dan
sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat.
3.
Imam
Hambali. ‘Amil adalah pengurus zakat,
dia diberi zakat sekedar upah
pekerjaannya.
4.
Imam
Syafi’i. ‘Amil adalah semua orang yang
bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu
.
D. Muallaf adalah
orang yang baru masuk islam dan asih lemah imannya.
1.
Imam
Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak zaman kholifah Abu Bakar
As-Shiddiq.
2.
Imam
Maliki : Madzhab ini mempunyai dua pendapat tentang muallaf, yaitu:
a)
Orang kafir yang ada harapan masuk islam.
b)
Orang yang baru memeluk islam.
3.
Imam
Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang muallaf,
a)
Orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya.
b)
Orang islam yang berpengaruh dalam kaumnya dan ada harapan kalau dia diberi
zakat orang disekitarnya akan masuk islam.
c) Orang Islam yang kuat imannya dan punya
pengaruh terhadap orang kafir, dan kalau dia diberi zakat, maka kita akan
terpelihara dari kejahatan kafir yang ada di bawah pengaruhnya.
d) Orang yang menolak kejahatan orang yang anti
zakat.
4.
Imam
Hambali : Muallaf adalah orang islam yang ada harapan imannya akan bertambah
teguh atau ada harapan orang lain akan masuk islam karena pengaruhnya.
E. Riqob adalah
memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh
orang-orang kafir.
1.
Imam
Hanafi : Riqob adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh
menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lainnya.
2.
Imam
Maliki : Riqob adalah hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan
dimerdekakan
3.
Imam
Syafi’i : Riqob adalah hamba (budak) yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia
boleh menebus dirinya.
4.
Imam
Hambali : Riqob adalah hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh
menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya.
F. Ghorimin adalah
orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak
sanggup
1.
Imam
Syafi’i : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,
a) orang yang
berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
b) orang yang
berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri.
c) orang yang
berhutang karena menjamin hutang orang lain.
2.
Imam
Hambali : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,
a) orang yang
berhutang untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
b) orang yang
berhutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia
sudah bertaubat.
G. Fisabilillah
adalah orang yang berada dijalan Allah.
1.
Imam
Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara yang berperang pada jalan Allah.
2.
Imam
Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara, mata-mata dan untukmembeli
perlengkapan perang dijalan Allah.
3.
Imam
Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara yang membantu dengan kehendaknya
sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak mendapatkan harta yang disediakan
untuk berperang.
4.
Imam
Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara yang tidak mendapat gajidari
pemerintah
.
H. Ibnu Sabil
adalah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
1.
Imam
Hanafi : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang putus
perhubungan dengan hartanya.
2.
Imam
Maliki : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, sedang ia butuh
untuk ongkos pulang kenegerinya. Dengan syarat perjalanannya bukan untuk
maksiat
3.
Imam
Syafi’i : Ibnu Sabil adalah orang yang mengadakan perjalanan yang bukan maksiat
tetapi dengan tujuan yang sah.
4.
Imam
Hambali : Ibnu Sabil adalah orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang
halal (https://akuneng.wordpress.com).
Jadi, dalam penentuan
nanti siapa saja yang berhak menerima zakat, pada intinya adalah ketentuan yang
telah disebutkan dalam al-Qur’an sebagaimana te;ah dijelaskan di atas. Namun,
penjelasam dari setia ketentuannya itu dikembalikan dan diserahkan pada
masing-masing kita, kepada siapa kita akan merujuk dan mengikuti pendapat di
atas, apakah ke pada Imam Syafi’I, Hambalai, Hanafi atau Maliki.
Referensi:
Ridlo, Ali. 2014.
Zakat Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Tanpa Kota: Jurna; Al-Adl Vol. 7. No. 1
Januari
Tidak Diketahui,
“Mustahik Zakat Menurut 4 Imam Madzhab” dalam https://akuneng.wordpress.com, diakses pada 27 April 2018
Tidak Diketahui, “Zakat Dalam Islam” dalam
https://dalamislam.com, diakses pada 27 April 2018
Komentar
Posting Komentar