Refleksi Kritis Terhadap Hadis Misoginis


Gambar: Vebma.co

Perempuan dalam kesejarahannya selalu dinomorduakan. Entah karena masalah fisik ataupun yang lainnya dan ini merupakan ketidakadilan dalam kehidupan. Bahwa tidak sedikit yang mengeluhkan dari kaum feminis karena mereka dianggap tidak berdaya dan dibawah laki-laki. Ini adalah permasalahan kemanusiaan yang sudah seharusnya dihilangkan, karena menganggap perempuan lemah dan tidak berdaya sehingga menimbulkan adanya kesemena-menaan perlakuan terhadap perempuan dari laki-laki.

Dalam mitologi Yunani, perempuan digambarkan sebagai Iblis betina yang selalu mengumbar-ngumbar hawa nafsu. Dalam tradisi Yahudi-Kristen pun memojokan perempuan karena dianggap sebagai penyebab dosa warisan dalam drama kosmik.Peradaban Sasania Zoroaster menyembunyikan perempuan-perempuan yang sedang menstruasi di goa-goa gela yang jauh dari perkampungan. Dalam peradaban Hindu, memperabukan  (membakar hidup-hidup) para istri di samping suaminya yang meninggal (Sukri, 2002: 108). Kemudian, dalam tradisi Arab jahiliyah, anak perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap rendah dan tidak berguna.

Dalam berbagai literatur diungkap tentang bagaimana Islam mengentaskan berbagai ketidakadilan terutama jika dikaitkan dengan persoalan kaum perempuan dari penindasan. Adanya pembatasan poligami dan berbagai ajaran Islam lainnya pada masa lalu merupakan suatu hal yang luar biasa dilakukan oleh Islam yang membedakan dengan agama lainnya. Berbagai ajaran tersebut sukses dapat diakses oleh umat Islam berkat adanya penjelasan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Dari sini dapat dinyatakan bahwa Rasulullah saw. merupakan mubayyin atas apa yang terdapat dalam al-Qur’an(expounder of the Qur’an) (http://hasaniahmadsaid.blogspot.co.id).

Namun, tidak sedikit pula dalam berbagai teks yang dianggap sakral seperti hadist ditemukan pula indikas-indikasi yang menyudutkan perempuan.  Kemudian dari pada itu, muncullah kajian hadis ‘misoginis’ yang biasa diartikan sebagai kebencian terhadap kaum perempuan (Saifuddin dkk, 2013: 2). Hal ini pula yang menjadikan banyak berbagai kajian tentang hadist-hadist misoginis di kampus-kampus maupun dalam kajian biasa.

Wacana Hadis Misoginis pertama kali dikemukakan oleh Fatima Mernissi dalam bukunya yang berjudul Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Wanita di Dalam Islam. Di dalam buku tersebut Mernissi menuliskan dua sub-bab yang mengkaji tentang hadis-hadis yang dianggapnya sebagai Hadis Misoginis. Sehingga memunculkan banyak kritik dan tudingan adanya unsur misoginis di dalam hadis-hadis Rasulullah SAW oleh kaum feminis. Namun, persoalannya adalah benarkah ada dalam diri Rasulullah SAW sifat “misoginis”? Sehingga hadis beliau ada yang dituduh sebagai Hadis Misoginis. Inilah yang perlu kita kaji lebih kritis lagi, sehingga mendapatkan makna dan hikmah yang terkandung dalam hadis-hadis Rasulullah SAW secara benar (Untung, 2013: 37).. Dalam tulisan ini akan dibahas secara singkat tentang hadist-hadist misoginis.

Misoginis Dalam Sebuah Definisi dan Makna

Untuk melihat definisi dari kata ‘misoginis’ itu sendiri, perlu menempatkan kembali kata tersebut pada asal bahasanya. Kata ‘misoginis’ berasal dari bahasa Inggris. Dalam kamus ilmiah popular terdapat tiga ungkapan yaitu: “misogin” berarti: benci akan perempuan, membenci perempuan, “misogini” berarti, “benci akan perempuan, perasaan benci akan perempuan” sedang “misoginis” artinya “laki-laki yang benci kepada perempuan”. Namun secara terminologi istilah misoginis juga digunakan untuk doktrin-doktrin sebuah aliran pemikiran yang secara zahir memojokkan dan merendahkan derajat perempuan, seperti yang terdapat dalam beberapa teks hadis di atas (http://hasaniahmadsaid.blogspot.co.id). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata misoginis diartikan dengan membenci wanita.

Permasalah dan Contoh Hadis Misoginis

Sebagaimana dituduhkan oleh Fatima Mernissi tentang adanya unsur misoginis dalam Hadis Rasulullah SAW, kaum feminis juga berasumsi bahwa hadis sebagai catatan historis tentang Rasulullah SAW lebih mudah dimasuki kepentingan-kepentingan politis, baik pada wilayah penafsiran maupun metodologi. Gerakan feminisme mensinyalir adanya penetrasi budaya patriarki dalam formalisasi Sunnah menjadi hadis, sehingga zaman ini setelah sekian waktu berjarak dengan proses transmisi hadis ditemukan hadis-hadis yang menyudutkan kedudukan perempuan dalam berbagai segi kehidupan. Kaum feminis menamai hadis-hadis ini dengan nama Hadis-hadis Misoginis (Untung, 2013: 40). 

Kaum feminis biasanya paling terdepan menentang adanya perendahan terhadap perempuan, juga dalam hal hadis ini, kaum feminis banyak menentang beberapa hadis yang dianggap misoginis. Di dalam menilai sebuah hadis, kaum feminis sepertinya hanya menitikberatkan pada matan hadis saja. Hadis-hadis yang matannya berisi hal-hal yang mereka katakan membenci dan tidak menguntungkan perempuan dianggap sebagai hadis yang dha’îf dan tidak bisa dijadikan hujjah, walaupun terdapat dalam kitabkitab hadis yang mu’tabar (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dll). Banyak hadis yang dianggap misoginis, namun di sini hanya akan dicontohkan beberapa saja, diantaranya sebagai berikut:

1.      Hadist tentang penciptaan perempuan (Hawa) dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Hadist ini dianggap oleh kaum feminis merendahkan perempuan. Kemudian hadis ini pun setelah diteliti oleh Rif’at Hassan terdapat kecacatan dari segi sanad karena adanya perawi yang dhai’f walaupun hadis ini dianggap shahih (Baca: Untung, 2013: 41-46).

2.      لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا  yang artinya “Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.”

3.      إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ  yang artinya “Jika seorang suami mengajak istrinya ke atas ranjangnya, tetapi ia tidak mematuhinya, maka para Malaikat akan melaknatnya sampai pagi.”

Jika meneliti lebih lanjut hadis-hadis tersebut, maka akan ditemukan titik temu yang relevan yang akan menjadikan keadilan didapatkan oleh yang dianggap direndahkan. Karena sesungguhnya, agama Islam datang untuk menegakan keadilan di dunia ini. Bagaimana tidak sudah sangat jelas disebutkan dalam al-Qur’an bahwa diharuskan keapada umat manusia khususnya umat Islam untuk menegakan keadilan tanpa pandang bulu Q.S al-Maidah [5]: 8. Tetapi, dalam hal ini hadis baru dibukukan setelah dalam jarak waktu yang lama, dan tidak menutup kemungkinan pula terjadinya ditorsi dan politisasi oleh sebagian kalangan. Wallahu’alam..



REFERENSI
Buku
Sukri, Sri Suhandjati. 2002. Rekontruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam Islam. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga-McGill Icihep.
Jurnal
Saefuddin dkk. 2013. Hadis-hadis Misoginis Dalam Persepsi Ulama Perempuan Kota Banjarmasin. Banjarmasin: Mua’dalah Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. I, No. I, Januari-Juni 2013.
Untung, Syamsul Hadi. 2013. Telaah Kritis Terhadap Hadis Misoginis. Ponorogo: Kalimah  Jurnal Studi Agama-agama dan Pemikiran Islam, Vol. II, No. I, Maret 2013.
Internet
Syamsuri, Hasani Ahmad. 2009. Kajian Hadis Misoginis. Dalam http://hasaniahmadsaid.blogspot.co.id, diakses pada 24 April 2018






Komentar