Gambar: Radioidola.com
Sejak zaman dahulu, seorang muslim selalu dihadapkan dengan
yang namanya politik. Ketika zaman kekhalifahan, politik selalu menghiasi maju
dan mundurnya suatu dinasti. Politik akan menghantar golongan, kelompok, dan
lainya untuk mendapatkan kekuasaan di sebuah tatanan masyarakat. Hal itu akan
selalu terulang dari zaman ke zaman, hanya saja mekanisme dan metode dalam
berpolitik bisa berubah dan bisa tidak.
Perpolitikan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Perpolitikan di Indonesia ditandai dengan munculnya partai-partai
politik. Melihat sejarahnya, mulai dari hanya muncul segelintir partai di masa
pemerintahan Soekarno, kemudian perpolitikan yang dikuasai oleh pemegang negara
sehingga hanya memunculkan beberapa partai karena ruang kebebasan sempit yaitu
di masa pemerintahan Soeharto. Lalu kemudian terjadi reformasi, tergulingnya
petahana pemegang perpolitikan.
Setelah masa reformasi, perpolitikan mengalami kemajuan.
Adanya ruang kebebasan memunculkan partai-partai politik yang baru. Partai
politik yang muncul memiliki latar belakang yang berbeda, seperti partai Islam,
sekuler, nasionalis dan lain-lainya. Hal ini kemudian menjadikan sebagian
masyarakat menentukan pilihannya sesuai dengan latarbelakang partai itu
sendiri.
Seorang muslim memang dianjurkan untuk berpolitik, sebagai
sarana perwujudan dari usaha penegakan keadilan dan kesejahteraan manusia yang
perintahkan dalam al-Qur’an. Namun, ada sebagaina partai menggunakan cara-cara
untuk memegang kekuasaan negara dengan cara yang saya anggap salah, yaitu
mempolitisasi Islam.
Islam justru digunakan sebagai kendaraan politiknya untuk
menjatuhkan atau menarik suara dari masyarakat. Kita ketahui bersama masyarakat
di Indonesia ketika berbicara dengan agama atau dogma agama akan mudah percaya.
Situasi ini muncul saat ini. Sebagian para politisi mempolitisasi Islam,
berkata politis dengan mengatasnamakan Islam, baik mempolitisasi ayat al-Qur’an
atau hadis.
Hal ini menjadi salah kaprah dalam usaha perebutan kekuasaan.
Ini merupakan suatu penghinaan terhadap agama, agama dijadikan sebagai alasan
politik untuk merebut kekuasaan. Salahnya lagi menurut pribadi penulis,
menyebut partainya paling Islam dan yang lain tidak Islam.
Contoh yang sangat hangat seorang politisi dan negarawan yang
mempolitisasi ayat al-Qur’an adalah Amien Rais. Saya sebelum mendengarkan
pernyataan tersebut segan terhadap beliau, namun setelah mendengar berita bahwa
beliau mengatakan seperti itu, turun keseganan saya pada beliau sebagai
negarwan dan politisi.
Ya, beliau mendikotomi partai dengan menyebutkan partai Allah
dan partai Setan. Sayangnya lagi, beliau pun mengatakannya dengan dengan
merujuk pada ayat dalam al-Qur’an. Jelas sekali beliau mempolitisasi ayat yang
penulis anggap ini mempermainkan agama. Dan tidak hanya sampai di situ, ia
menyebutkan nama partai-partainya. Ini semakin jelas untuk menarik suara umat
Islam yang sebagian besar langsung percaya apalagi dengan dalih agama.
Maka sungguh sangat disayangkan atas kejadian ini. Saya
sangat kecewa terhadap beliau, dan saya rasa tidak hany beliau yang
mempolitisasi Islam. Marilah dewasa dalam politik, jikalah memang ingin
berpolitik dengan Islam, berilah penjelasan perpolitikan dalam Islam bukan
dengan menyebut salah satu partainya sehingga mencap salah satu partai yang
paling Islam. Terlepas dari semua itu, tentu pandangan dari tiap orang berbeda
akan hal itu. Penulis hanya ingin mengutarakan pendat pribadi. Kebenaran hanya
dari Allah dan kesalahan sudah tentu dari diri penulis. Wallahu’alam..
Kembangkan lagi, dan dirutinkan. Ada banyak persoalan yg bisa di kaji. semangat.
BalasHapus