Reinterpretasi Stigma Jihad Sebagai Terorisme dan Revitalisasi Ajaran Damai Agama



Menjalani kehidupan ini tidaklah lepas dari pengalaman merasakan, mendengarkan, atau melihat kekerasan dan kedamaian. Dan semua manusia  tentu mengharapkan dalam kehidupannya agar selalu berada dalam kedamaian. Kedamaian akan menghatarkan pada rasa nyaman, aman, dan tentram. Itulah salah satu sifat  dasar yang dibutuhkan manusia.
Lalu bagaimana dengan kekerasan yang dengan segala bentuknya? Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa memang dan pasti di dunia ini juga terdapat berbagai macam kekerasan. Salah satu kekerasan yang sangat di takutkan oleh seluruh manusia adalah tindakan teror atau biasa disebut dengan terorisme. Terorisme sangat ditakutkan dan menganggu kedamaian dalam kehidupan ini.
Dunia telah digemparkan oleh peristiwa terorisme beberapa tahun lalu tepatnya pada 11 September 2011. Yaitu diledakannya menara kembar WTC di New York oleh pesawat pembajak.[1] Kemudian baru-baru ini terjadi kasus terorisme di Indonesia yaitu kasus pengeboman di Plaza Sarinah pada 14 Januari 2016[2] dan kasus pengeboman di Kampung Melayu pada 28 Mei 2017[3]. Hal itu semua sangat menganggu dan mengahantui rasa nyaman, aman dan ketentraman manusia.
Dari berbagai macam aksi terorisme tersebut setelah dilakukan pencarian dan penangkapan terhadap para pelaku, ternyata salah satu dari mereka adalah seorang muslim. Sebagai contoh pada kasus bom Bali, pelaku dari pengeboman tersebut adalah Amrozi, dia seorang muslim. Mereka melakukan aksi terorisme atas dasar agama dan disebut sebagai jihad.
Amrozi mengatakan bahwa tujuan Jihad adalah; pertama, untuk menggapai ridha Allah. Kedua, untuk menyampaikan dakwah Islam kepada umat. Ketiga, untuk memperkuat kedudukan umat Islam di bumi dan menegakkan hukum Islam di dalamnya. Keempat, sebagai ujian dari Allah untuk menguji kau muslimin.[4]
Hal itu kemudian memunculkan stigma masyarakat dunia bahwa jihad adalah terorisme. Seperti dikatakan oleh salah seorang sarjana Barat Jhon L. Esposito memaknai jihad tidak lebih sebagai gerakan radikal, gerakan kekerasan, dan terorisme.[5] Stigma ini sudah melekat pada masyarakat dunia khususnya masyarakat non-Muslim. Pertanyaannya, apakah benar jihad itu terorisme? Dan bagaimana solusi menanganinya? Dari hal itu muncullah keinginan pada diri penulis untuk menjawabnya dengan memberikan paparan secara singkat.
Makna Terorisme dan Jihad
Berbagai macam pendapat mengenai makna terorisme itu sendiri, tergantung dari mana dan siapa yang memandangnya. Beberapa badan berwenang dalam menangani terorisme meberikan pengertian bahwa terorisme adalah penggunaan kekuatan atau kekerasan secara di luar hukum terhadap manusia dan harta benda untuk menakut-nakuti suatu pemerintahan, penduduk sipil, atau bagian dari mereka dengan sasaran lebih lanjut adalah hal yang menyangkut politik atau sosial. Pihak lain mengatakan bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan yang diperhitungkan dapat memaksa atau menakut-nakuti pemerintah-pemerintah atau berbagai masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan yang biasanya bersifat politik, agama atau ideologi.[6]
Bisa ditarik simpulan sederhananya bahwasannya teroris merupakan tindak kejahatan yang bertujuan untuk menakut-nakuti dan biasanya bisa bersifat politik, sosial, agama, ideologi dan lain sebagainya. Maka sudah jelas sekali bahwa hal ini ditujukan untuk memenuhi misi tertentu dari suatu kelompok tertentu. Sebagaimana dikatakan oleh Pettiford dan Harding bahwa karakteristik dari terorisme membutuhkan perencanaan yang matang dan terinci. Kebiasaan-kebiasaan objek sasaran harus diamati dengan cermat. Teknik operasional persenjataan atau bom harus dikuasai penuh oleh pelaku. Transportasi harus siap dan rumah yang aman harus disediakan.[7] Terorisme melakukan aksinya jika melihat dari karakteristik yang disebutkan di atas, terorganisir dan terstruktur.
Kemudian, bagaimana dengan makna jihad? Apakah sama dengan terorisme yang telah dipaparkan di atas secara umum. Jihad adalah sebuah istilah dari agama Islam. Maka di sini penulis mengambil arti dan makna jihad menurut para ilmuan, sarjana, dan ulama-ulama Islam.
Dr. Yusuf Qardhawi seorang ulama Islam kontemporer yang berasal dari Mesir menjelaskan makna jihad dalam karyanya yang berjudul “Fiqih Jihad”, bahwasannya dia menjelaskan adanya istilah-istilah penting mengenai jihad, seperti jihad, qital (perang kecil), harb (perang besar), ‘unf (kekerasan), dan irhab (teror). Kemudian penjelasannya adalah sebagai berikut:
Pertama, jihad. Jihad berasal dari kata jahada-yujahidu-jihad-mujahadah. Artinya secara bahasa menunjukan pada sebuah usaha mengerahkan kemampuan, potensi dan kekuatan, atau memikul seseuatu yang berat.[8] Kemudian menurut Ar-Raghib Al-Ashfahani yang dikutip dalam kitabnya mengatakan bahwa jihad adalah mengerahkan segala kemapuan untuk memerangi musuh.[9] Ibnu Qayyim dalam Zad Al-Maad membagi jihad dalam tiga belas tingkat. Ada yang bebrbentuk jihad melawan hawa nafsu dan setan, kerusakan, kemungkaran, kemunafikan, jihad berbentuk dkawah dan penjelasan, kesabaran, keteguhan dan tentu pula berupa jihad perang. Namun sayang, banyak kalangan ulama Islam yang dengan gegabah, memutus makna jihad dengan makna perang.[10]
Kedua, Qital adalah bentuk terakhir dari jihad, yaitu perang dengan menggunakan pedang atau senjata apapun. Ketiga, Al-Harb Adalah pengerahan segala kekuatan, senjata, alat atau sarana apapun yang dilakukan sekelompok orang melawan kelompok lain, antar suku, antar negara atau antar kelompok negara.[11] Keempat Al-‘Unf mempunyai arti keras dan kejam, lawan dari lembut dan menyayangi.[12] Kelima Al-Irhab adalah menciptakan situasi ketakutan di tengah-tengah masyarakat sebagai akibat dari sebuah aksi militeristik, baik dilakukan secara indvidu atau secara kelompok.[13]
Dalam hal ini, kita dapat menarik kesimpulan perbedaanya dengan mengacu pada Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme. Dikatakan perbedaan antara Terorisme dan Jihad. Terorisme bersifat merusak dan tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain. Sedangkan jihad bersifat melakukan perbaikan sekalipun dengan cara peperangan, tujuannya untuk menegakkan agam Allah dan membela hak-hak pihak yang terdzalimi, serta dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang jelas.
Maka sudah sangat jelas sekali perbedaanya, bagaimana terorisme itu ditujukan untuk menciptakan suasana penuh ketakutan dan ketidaknayaman, bahkan untuk membunuh, merusak sasaranya. Sedangkan jihad adalah sangat mulia. Jika jihad diartikan sebagai perang maka perang tersebut bertujuan untuk menegakan keadilan dan menolong orang-orang yang tertindas. Oleh karenanya, perlu kembali diluruskan pemahaman dan pandangan terhadap jihad sebagai terorisme. Sangat jauh berbeda.
Jihad Melawan Terorisme
Jika mengacu pada makna jihad yang dijelaskan oleh Ar-Raghib Al-Ashfahani yang berarti mengerahkan segala kemampuan untuk melawan musuh. Maka mari artikan dan sempitkan musuh dalam hal ini adalah terorisme. Mari kita jihad melawan terorisme. Bagaimana caranya? dalam hal ini sebagai masyarakat yang beragama Islam khususnya, karena adanya teroris yang muslim, dan faktor kesalahan pemahaman dalam memaknai sebuah wahyu, maka sudah seharusnya kita perlu untuk belajar dan mendalami agama dengan secara menyeluruh serta belajar kepada seorang ulama atau guru yang paham betul mengenai Islam.
Kemudian, dalam melawan terorisme itu, perlu setiap orang yang beragama mengajarkan ajaran kasih sayang, cinta damai dan yang lainnya yang mengarahkan pada sebuah perdamaian dan kedamaian. Dalam setiap agama tentu diajarkan sebuah keharusan bagi pemeluknya untuk menciptakan sebuah kedamaian. kita lihat ajaran-ajaran agama yang mengajarkan kedamaian sebagai berikut:
1.    Hindu
Berbicara tentang persoalan kekerasan dalam ajaran hindu ada istilah ahimsa. Ahimsa adalah pengingkaran terhadap kekerasan (himsa). Seseorang dapat melihat cakupan luas ahimsa dengan melihat arti-arti dari himsa diantaranya sebagai berikut:
a.    Menyebabkan orang lain terluka.
b.    Menyakiti atau melukai orang lain dengan ucapan, pikiran dan gerak-gerik.
c.    Mengintimidasi, memukuli, mengikat, merusakkan, dan menghilangkan sumber penghidupan orang lain. [14]
Maka dalam hindu telah dijelaskan bahwasannya kekerasan dalam hal apapun tidak dibolehkan, apalagi dalam ini terorisme yang kebanyak aksinya adalah pengeboman.
2.    Budha
Dharma adalah ajaran pokok Buddha. Ajaran pokok agama Buddha dirumuskan di dalam apa yang disebut: empat kebenaran yang mulia (4 aryasatyani). [15] Salah satu dari empat itu adalah ajaran nirodha yaitu pemadaman. Dalam ajaran yang lainnya, adanya ajaran nirwana. Nirwana secara harfiah berarti pemadaman atau pendinginan. Yang dipadamkan adalah keinginan, api nafsu, kebencian dan sebagainya.[16]
Secara jelas agama Buddha mengajarkan dalam salah satu ajarannya bahwa api nafsu, kebencian dan juga kekerasan termasuk di dalamnya, merupakan hal yang harus dipadamkan atau dijauhi. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa kekerasan bertentangan dengan ajaran nirwana Buddha apalagi terorisme, di mana telah disebutkan bahwa seorang Budhis harus memendam atau mendinginkan segala bentuk nafsu, kebencian, kekerasan dan sebagainya yang dapat menghilangkan ke-Buddhaanya.
3.    Kristen
“Kamu sudah mendengar yang telah dikatakan: Kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu. Namun aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu, berkatilah mereka yang mengutukmu, perlakukanlah dengan baik mereka yang membenci kamu an berdoalah bagi mereka yang membenci kamu dan menganiaya kamu. Supaya kamu menjadi anak Bapamu yang di Surga. Sebab ia menerbitkan matahari-Nya bagi yang jahat dan yang baik, dan Dia menurunkan hujan bagi yang benar dan tidak benar “.[17] (Matius 43-46)
Secara eksplisit di dalam kitab suci umat Kristen telah dikatakan bahwa umat manusia diperintahkan untuk mengasihi satu sama lain, sekalipun terhadap musuhnya. Sungguh sangat indah sekali pesan agama Kristen untuk umat manusia dalam menolak ajaran dan sikap kekerasan atau terorisme yang selama ini terus terjadi di setiap penjuru bumi ini. Harus disadari oleh semua bahwa kekerasan tidak diajarkan di agama Kristen.



4.    Islam
Allah berfiman “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk  (menjadi) rahmat bagi seluruh alam” [18] (Q.S 21/al-Anbiya’:107)
Beberapa ulama berkomentar mengenai ayat tersebut, pertama Abdullah Yusuf Ali, ia berkata “Disini tidak ada “bangsa terpilih” atau “anak cucu Ibrahim, atau “anak cucu Daud”; orang Hindu Arya-Varta; orang Yahudi atau Gentile, orang Arab atau Orang ‘Ajam (Persia) orang Turki atau Tajik, orang Eropa atau Asia, orang kulit putih atau kulit berwarna; Arya, Semit, Mongol, atau Afrika; Amerika, Australia, atau Polinesia. Semua manusia dan makhluk-makhluk lain selain manusia yang mempunyai tanggungjawab, dasa-dasarnya berlaku secara universal”.[19] Jadi dapat kita sederhanakan bahwa rahmat ini bagi seluruh makhluk di muka bumi ini.
M. Quraish Shihab, pakar Tafsir al-Qur’an Indonesia mengomentari ayat tersebut dalam tafsirnya al-Misbah “ Rasul saw. Adalah rahmat, bukan saja kedatangan beliau membawa ajaran, tetapi sosok dan kepribadian beliau adalah rahmat yang dianugerahkan Allah kepada beliau. Ayat ini tidak menyatakan bahwa “Kami tidak mengutus engkau membawa rahmat, tetapi sebagai rahmat atau agar engkau menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta”. [20]
Rahmat disini berarti kasih sayang. Kasih sayang sebagai pesan untuk umat manusia bahwa dengan diutusnya Nabi akan membawa kasih sayang, yang ada pada dirinya. Disini agama Islam memberikan pesan kepada manusia bahwasannya umat manusia harus hidup rukun dan damai dalam kehidupannya.
Dan akhirnya kita bisa melihat bahwa tidak ada satu pun agama yang mengajarkan terorisme. Sehingga mari bersama berjihad dengan mengerahkan segala kemampuan kita untuk menghilangkan tindakan terorisme. mari ciptakan kedamaian, untuk diri sendiri, keluarga, bangsa, negara dan dunia.

Referensi
Agama RI, Kementrian. 2010.  Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Fokus Media. Al-Qardhawi, Yusuf. 2011. Ringkasan Fikih Jihad. terj. Masturi Alwi. Jakarta Timur:
            Pustaka Al-Kautsar. 
Djelantik, Sukawarsini. 2010. Terorisme Tinjauan Psiko-politis, Peran Media,
 Kemiskinan, dan Keamanan Nasional. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.
Green, Jay P. 2008  Kitab Suci Perjanjian Lama Perjanjian Baru. Jakrta: Yayasan
            Lentera Bangsa.
Harahap, Syahirun. 2011.  Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Group.
Hasan, Rizki Akbar dkk, “Menguak Dalang Bom Kampung Melayu”, dalam
            https://m.liputan6.com diakses pada Rabu 03 Januari 2018
Hendropriyono, A.M. 2009. Terorisme : Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam.
            Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
L. Smith-Christopher, Daniel. 2005.  Lebih Tajam dari Pedang. Yogyakarta: Kanisius.
Mansur, Sufa’at. 2011. Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka
            Pelajar.
Mubaraq, Zulfi. 2011. Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global.
            Malang: UIN-Maliki Press.
Qadir, Abdul “Ini Kronologi Teror Bom Jakarta Dari Detik ke Detik” dalam
            http://nasional.kompas.com diakses pada Rabu 03 Januari 2018
Shihab, M. Quraish. 2011. Tafsir Al-Misbah ; pesan, kesan dan keserasian al-
            Qur’an,. Jakarta: Lentera Hati. Vol. 3
Sodiq, Ibnu. 2010.  BOM JW Marriot. Semarang: Widya Karya.



[1] Sukawarsini Djelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm. 179
[2] Abdul Qadir, “Ini Kronologi Teror Bom Jakarta Dari Detik ke Detik” dalam http://nasional.kompas.com diakses pada Rabu 03 Januari 2018
[3] Rizki Akbar Hasa, dkk, “Menguak Dalang Bom Kampung Melayu”, dalam https://m.liputan6.com diakses pada Rabu 03 Januari 2018
[4] Zulfi Mubaraq, Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm. 237
[5] Ibnu Sodiq,  BOM JW Marriot, (Semarang: Widya Karya, 2010), hlm. 10
[6] A.M Hendropriyono,  Terorisme : Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), hlm. 27
[7] A.M Hendropriyono, hlm. 41
[8] Yusuf Al-Qardhawi, Ringkasan Fikih Jihad, terj. Masturi Alwi, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hlm. 29
[9] Yusuf Al-Qardhawi, hlm.  39
[10] Yusuf Al-Qardhawi, hlm.  29
[11] Yusuf Al-Qardhawi, hlm.  30
[12] Yusuf Al-Qardhawi, hlm.  32
[13] Yusuf Al-Qardhawi, hlm.  34
[14] Daniel L. Smith-Christopher,  Lebih Tajam dari Pedang, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 108
[15] Empat kebenaran yang mulia itu meliputi dukha adalah penderitaan. Samudaya adalah sebab. Nirodha adalah pemadaman. Marga adalah jalan kelepasan. Lebih jauh baca Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),  hlm. 80
[16] Sufa’at Mansur , hlm. 86
[17] Jay P. Green,  Kitab Suci Perjanjian Lama Perjanjian Baru, (Jakrta: Yayasan Lentera Bangsa, 2008) , hlm. 6
[18] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Fokus Media, 2010), hlm. 331
[19] Syahirun Harahap, Teologi Kerukunan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 25
[20] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah ; pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 133  Vol. 3

Komentar