Makalah Sejarah Buddha



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah  Sejarah Agama-Agama
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Fauzan Naif, M.A.


Disusun oleh :
Haikal Fadhil Anam                            : 17105030003
Wildan Maulana Shiddiq                    : 17105030001
Mohammad Chaudi Al-Anshori         : 17105030008


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017

KATA PENGANTAR

Maha suci Allah, pemilik kebesaran dan kemuliaan, Puji syukur kami haturkan kehadirat-Nya, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Sang revolusioner sejati, pembawa dan penuntun kalam ilahi.
Sebelumnya, kami ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang turut mendukung atas terselesaikan nya makalah ini. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini. Meskipun kami menyadari bahwa masih  banyak kekurangan di dalamnya, baik dari segi penulisan atau isi. Oleh karena itu, kami membuka lebar  saran dan kritik dari pembaca yang budiman, agar kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan  menambah pengetahuan serta  pengalaman bagi pembacanya.

Yogyakarta, 06 Februari 2018

Penyusun

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Agama termasuk salah satu pengaruh terbesar dalam kehidupan di Dunia. Hal ini, karena di dalamnya memiliki aturan-aturan yang berlaku, dimana aturan tersebut menjadi sebuah patokan atau tolak ukur dalam berkehidupan dan juga sebagai penyeimbangan dalam kehidupan itu sendiri. Di dunia ini terdapat beberapa agama yang dianut oleh masyarakat, salah satunya adalah agama Budha, yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini.
Agama Budha merupakan salah satu agama besar di dunia. Dalam alur sejarah agam-agama di india, agama Budha dimulai sejak tahun 500 SM hingga tahun 300 M. secara historis agama tersebut mempunyai kaitan erat dengan agama yang mendahuluinya dan yang datang sesudahnya.[1] Kata Budha diambil dari kata buddh yang berarti membangun. Sedangkan orang Budha sendiri artinya orang yang membangun. Ada sebutan lain yaitu Bhagavat yang artinya luhur serta Thatagat artinya yang sempurna.[2]
Agama Budha ini ada di sekeliling kita karena agama Budha termasuk salah satu agama yang ada di Indonesia, akan tetapi banyak yang tidak mengetahui tentang ajaran agama ini, terutama bagi mereka yang tidak menganut nya. Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba menelisik lebih dalam lagi mengenai seluk beluk agama Budha.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diperoleh, antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah perkembangan agama Budha ?
2.      Bagaimana ajaran-ajaran yang dianut atau dibawa oleh agama Budha?
3.      Apa saja Aliran yang ada dalam agama Budha ?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan agama Budha.
2.      Untuk memahami ajaran-ajaran yang dianut oleh agama Budha dan aliran-aliran yang terdapat di dalamnya.

D.    Metode

Adapun metode yang kami lakukan dalam penyusunan ini dengan “studi pustaka” yakni mengambil dan menyusun berbagai sumber mengenai materi tersebut, kemudian dikumpulkan dan kami susun secara sistematis.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Munculnya Agama Buddha

Secara etimologi, perkataan Buddha berasal dari “Buddh”, yang berarti bangun atau bangkit, dan dapat pula brarti pergi dari kalangan orang bawah atau awam. Kata kerjanya, “bujjhati”, antara lain berarti bangun, mendapatkan pencerahan, memperoleh, mengetahui, mengenal atau mengerti. Dari arti-arti seperti: orang-orang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara spiritual; orang yang siap sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang yang bersih dari kekotoran batin yang berupa dosa (kebencian), lobha (serakah) dan moha (kegelapan).
Dengan berkembangnya ajara tersebut, banyak para peminat ilmu agama yang mempertanyakan apakah agama Buddha dapat dipandang sebagai agama atau hanya salah satu aliran filsafat saja. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Edwarad Conze yang menyatakan bahwa Buddhisme dapat dianggap sebagai agama dan suatu aliran filsafat. Sebagai agama, kata Conze, Buddhisme merupakan suatu bentuk organisasi dari cita-cita yang bersifat spiritual yang menolak adanya kekuasaan duniawi, yang ajarannya telah mampu memberikan sukses dalam mengatasi dunia dan mencapai keabadian ataupun kehidupan sesudah mati.[3]
Para ahli Barat menuturkan, Budha Gautama yang merupakan sosok pendiri Agama Budha dilahirkan pada 563 SM dan wafat pada 483 SM. Suddhodana merupakan ayah darinya yang saat itu memerintah di suku Sakya dan ibunya bernama Maya. Budha Gautama diasuh dan dibesarkan  di ibukota kerajaan yang bernama Kapilawastu.[4]
Riwayat kelahiran Budha Gautama diliputi dengan berbagai cerita unik, dalam Mahayana[5] disebutkan, bahwa ia seorang Boddhisattwa dalam bentuk seekor gajah putih turun dari surga Tusita yang mana memasuki rahim Maya yang lantas kemudian ia hamil. Menjelang kelahirannya banyak terjadi peristiwa yang luar biasa, seperti halnya keadaan dunia tiba-tiba nampak menjadi indah.[6]
Pada hari kelima setelah kelahirannya, diadakanlah upacara pemberian nama, dan anak itu diberi nama: Siddhartha (Siddhattha). Pada kesempatan itu ada diantara para Brahmana terdapat ahli nujum. Dan tujuh dari mereka meramalkan bahwa kelak anak tersebut akan menjadi seorang Budha. Kelak anak tersebut akan melihat empat tanda: orang tua, orang sakit, orang mati dan orang pertapa.
Setelah beranjak dewasa, kehidupan Siddhartha dalam kemewahan yang diberikan oleh ayahnya. Ia hidup dalam kesenanagan dan kekayaan yang melimpah yang mana dimaksudkan agar ia tidak tertarik pada kehidupan pertapaan. Pada umur 16 tahun, ia dicarikan jodoh oleh ayahnya, didatangkanlah banyak gadis dari dalam negaranya maupun luar negaranya. Datanglah banyak gadis kepada Siddhartha, dan ia membagikan banyak perhiasan kepada mereka. dari sekian banyak gadis, tidak ada satu pun yang ia sukai, dan pada akhirnya ia menyukai seorang gadis yang bernama Yasodhara anak pamannya sendiri. Lantas dari perkawinan mereka lahirlah seorang anak yang diberi nama Rahula.
Pada usianya yang ke 29, mulai timbulah kesadaran bahwa hidup dalam segala kemewahan dan kekayaan tidaklah dapat menentramkan batinnya. Timbulnya kesadaran seperti itu disebabkan oleh beberapa peritiwa. Pertama, ia melihat seorang yang sudah tua dan sangat lemah tubuhnya, sehingga ia lihat seperti hidup dalam penderitaan. Lantas kemudia ia berpikir bahwa bagaimanapun seseorang hidup tetapi tetap akan berakhir mengalami tua yang penuh penderitaan. Kedua, ia melihat orang sakit yang merasakan penderitaan dari penyakitnya. Ketiga, ia melihat seseorang yang mati, ia melihat tubuh seseorang itu utuh tetapi tidak bergerak sedikitpun.[7]
Kemudian ia mengadukan kepada ayahnya tentang hal-hal yang pernah ia lihat. Dan timbulah untuk mengembara keluar meninggalkan istananya. Ia memintai restu kepada ayahnya yang mana saat itu menjadi raja. Tetapi kemudian, ayahnya menahan dengan berjanji bahwa ia akan memberikan segalannya, sekalipun yang dimintai itu hidup menjadi raja. Mendengar hal itu kemudian Siddhartha mengjaukan permintaan kepada ayahnya itu: (1) keremajaan yang kekal, (2) kesehatan yang kekal tanpa penyakit, (3) hidup yang tanpa batas dan (4) kebebasan tanpa kebinasaan. Ayahnya menjawab bahwa tak mungkin memenuhi permintaannya, lantas ia mengganti dengan meminta kebebasan dari kelahiran kembali. Tetapi permintaan itu pun tidak dapat dipenuhi. Akhirnya, ayahnya menyerah dan mengizinkan Siddhartha untuk meninggalkan kerajaan.[8]
Ia pun mengembara di luar kerajaan. Dalam pengembaraanya, ia masuk ke dalam sebuah gua dan melihat seseorang sedang bertapa  dengan menyiksa dirinya sendiri. Diterangkan kepadanya bahwa menyiksa diri ini berharap mendapatkan kelepasan, sebab menurut mereka penderitaan adalah akar pahala. Namun Siddhartha menyatakan bahawa jalan itu tak mungkin sampai kepada kelepasan karena akal budilah yang menguasai tubuh, oleh karenanya budilah yang harus dikekang.
Kemudian akhirnya, pada suatu sore ia duduk di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya dengan maksud tidak akan meningglkan pohon tersebut sebelum mendapatkan pencerahan. Lantas ketika Mara, yaitu iblis mengetahui bahwa Siddhartha sekarang sedang bermaksud untuk mendapatkan pencerahan, Mara pun menganggunya dan berusaha menggagalkannya. Namun, setelah beberapa kali Mara mencoba untuk menggalkannya tak kunjung berhasil. Maka setelah beberapa lama kemudian, ia mendapatkan pencerahan. [9]
Sejak saat itulah ia memakai gelar Buddha, artinya yang telah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran sejati. Dengan derajat yang dicapainya itu, ia dapat melihat alam kedewaahn yang orang tidak dapat melihatnya, dan dapat melihat kembali rentetan perjalanan kehidupannya yang dahulu-dahulu.[10]
Isi dari penerangan yang diterima Gautama itulah yang menjadi pokok ajaran Buddhisme. Pesan ajaran itu terdiri dari 4 kebenaran pokok (aryasatyani) dan 8 jalan luhur. Empat kebenaran luhur itu:
1.      Hidup adalah menderita (dukkha)
2.      Penderitaan/sengsara itu ada sebabnya (samudaya)
3.      Sengsara bisa diatasi dengan melenyapkan keinginan (nirodha)
4.      Jalan mengatasi sebab-sebab derita itu terdiri dari 8 jalan (marga)
Ajaran ini merupakan kotbah pertama Buddha sesudah pengalaman penerangaan, yang dia paparkan di taman kijang di Benares. Ajaran marga akan membimbing manusia ke visi mendalam, menuntun menuju kebijaksanaan, mendidik menjadi terang, membawa pemahaman, menghantar ke pengalaman penerangan sempurna, menuntun menuju nirvana.[11]
Delapan prinsip pokok atau pedoman (8 jalan luhur untuk menapai kelepasan itu):
1.      Memandang dengan benar (samma ditthi)
2.      Memecahkan masalah dengan benar (samma sankappa)
3.      Berbicara dengan benar (samma vaca)
4.      Bertindak dengan benar (sammma kammanta)
5.      Hidup dengan benar (samma ajiva)
6.      Berikhtiar dengan benar (samma vayama)
7.      Berpikir dengan benar (samma sati)
8.      Berkonsentrasi dengan benar (samma samadhi)
1 dan 2: Pedoman kebijaksanaan (rumus I), 3,4 dan 5 : Pedoman tingkah laku (rumus II), 6,7 dan 8 : Pedoman disiplin batin (rumus III).[12]
Itulah empat ajaran pokok yang dihasilkan dari penerangan yang diterima oleh Gautama dan delapan jalan untuk mencapai tujuan, yakni untuk mencapai tata hidup seimbang tertinggi yang utuh dan tersatukan.
Buddha Gautama dengan ajarannya mudah diterima di India pada abad ke -5 dan ke-6 SM. Saat itu keadaannya sebagai berikut:
-          Terdapat sikap hidup yang memandang ritual keagamaan dan korban sebagai sarana-sarana pokok untuk memenuhi apa yang diinginkan tata dunia diatur dan dipengaruhi oleh ritus korban dan keagamaan.
-          Sikap ajaran Upanished yang memandang ‘dunia objek yang bisa diamati’ serta si diri yang bisa ditelaah itu hanya sekedar “nama dan forma” (bentuk). Jadi sangat temporal, sementara, tidak memiliki dasar realitas yang lebih mendalam dan esensial.
-          Sikap Skeptis: - materialis – yang menolak semua yang berbau spiritual. – skeptis terhadap dua pandangan di atas karena ritual ekstrem menghasilkan magis serta korupnya para imam. – tidak mampu menawarkan bantuan untuk mengatasi ‘sengsara’.
Karena keadaan itulah, ketika Gautama muncul dengan menawarkan ajaran keselamatan, makna sengsara dan bagaimana mengatasinya dengan cepat, mendapat sambutan hangat.[13]
Adapun sumber-sumber penulisan tentang Buddha Gautama, sebagai berikut.
1.      Nidha Katha atau erita tentang mula jadi yang secara pasti tidak diketahui siapa penulisnya. Dalam kitab ini diterangkan bahwa Buddha Gautama telah melalui hidup yang tidak terbilang jumlahnya. Kitab ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a.       Permulaan hidup Buddha sejak zaman yang sangat lama sampai kelahirannya  yang terakhir sebelum menjadu Buddha Gautama.
b.      Mulai sejak kelahiran Buddha yang terakhir hingga Buddha turun ke dunia. Bagian ini berakhir dengan peristiwa penyeraha  taman Jevatana sebagai hadiah yang terjadi pada permulaan hidup Buddha.
c.       Mahavastu atau peristiwa-peristiwa besar. Bagian ini juga menceritakan apa yang termuat dalam bagian sebelumnya, hanya pada bagian akhir diceritakan tentang terbentuknnya perkumpulan para rahib. Isinya bukan merupakan suatu kebulatan, sebab terjadinya secara berangsur-angsur; demikian pula bahasanya.
2.      Lalita Vistara, cerita tentang permainan. Cerita yang terdapat dalam bagian yang ditulis kira-kira 300 tahun setelah Buddha meninggal dunia ini dimulai sekitar zaman yang belum lama benar, kira-kira sama dengan bagian kedua dari Nidana Katha, hingga permulaan pekerjaan Buddha sebagai guru. Ceritanya penuh dengan keajaiban dan tidak dapat dianggap murni sejarah. Bagian ini sangat populer, dan kelanjutannya dipahatkan pada relief dan patung-patung di Candi Borobudur.
3.      Buddhacaruta atau cerita tentang Buddha. Bagian ini dikarang oleh penyair Asvagosha yang merupakan salah seorang tokoh Mahayana yang hidup sekitar tahun 200 M. Isinya lebih menyerupai hasil karya seni yang berbentuk syair hikmat, seperti Injil Yohanes, dan memuat seluruh riwayat hidup Buddha.[14]

B.     Ajaran-ajaran agama Buddha

Ajaran agama Budha bersumber dari kitab Tripitaka yang berarti tiga keranjang atau tiga kumpulan ajaran. Kitab ini merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan sang Budha yang pernah dilakukan dengan para siswanya atau pengikutnya.[15] Ketiga ajaran tersebut adalah sebagai berikut :



  1. Catur Arya Satyani
Ajaran pokok yang disampaikan oleh Buddha Gautama kepada murid-muridnya berupa empat kebenaran mulia yang di sebut Catur Arya Satyani, yang terdiri dari :
a.       Duhkha, artinya penderitaan. Maksudnya adalah bahwa hidup di dunia adalah penderitaan.
b.      Samudaya, artinya sebab penderitaan. Yang menyebabkan penderitaan adalah keinginan untuk hidup (the will to live), yang disebut Tanha.
c.       Nirodha, artinya pemadaman. Maksudnya adalah bahwa cara  pemadaman atau menghilangkan penderitaan adalah dengan jalan menghapuskan Tanha.
d.      Margha, jalan untuk menghilangkan Tanha.  Untuk menghilangkan tanha manusia harus menempuh delapan jalan mulia yang disebut Astha Arya Margha, yaitu :
a)      Kepercayaan yang benar.
b)      Niat dan pikiran yang benar.
c)      Perkataan yang benar.
d)     Perbuatan yang benar.
e)      Mata pencaharian yang benar.
f)       Usaha yang benar.
g)      Kesadaran yang benar.
h)      Samadhi yang benar.[16]
Menurut Buddha Gautama, jika manusia mau melaksanakan hidup suci dengan melenyapkan Tanha, maka setelah ia melakukan serangkaian reinkarnasi pada akhirnya ia akan mencapai Nirwana.
  1. Nirwana
Tujuan terakhir setiap pemeluk agama Budha adalah mencapai Nirwana.  Dimana seseorang telah lepas dari samsara, yang berarti ia telah lepas dari penderitaan. Nirwana dapat diartikan padamnya segala api nafsu, berhentinya segala perasaan, hilangnya segala gangguan, pendek kata tercapai ketenangan dan kedamaian yang sempurna.
Tidak mudah untuk mencapai Nirwana, karena untuk mencapainya seseorang harus hidup suci, artinya seseorang harus menjauhi segala apa yang dilarang oleh agama Budha. [17] Pada prinsipnya ada sepuluh larangan yang disebut Dasasila, yang merupakan pokok-pokok etika Budha. Yaitu :
a.       Dilarang menyakiti atau membunuh sesama manusia.
b.      Dilarang mencuri.
c.       Dilarang berzina.
d.      Dilarang berkata kasar atau berdusta.
e.       Dilarang minum-minuman keras.
f.       Dilarang serakah.
g.      Dilarang melihat kesenangan.
h.      Dilarang bersolek.
i.        Dilarang tidur di tempat yang mewah.
j.        Dilarang menerima suap.
Sepuluh larangan ini tidak berlaku untuk seluruh umat Budha, melainkan untuk dua kelompok. Pertama untuk pemeluk agama Budha yang biasa, yaitu Upasaka dan Upasika, yang dilarang mengerjakan yang dilarang dari nomor satu sampai lima. Sedangkan yang kedua adalah golongan pemuka-pemuka agama Budha yang terdiri dari Biksu dan Biksuni dilarang mengerjakan sepuluh larangan tersebut.[18]
  1. Arahat
Seorang Arahat adalah seorang yang telah melenyapkan segala hawa nafsu dan keinginannya, sehingga iya tidak teringat dengan apapun. Sebelum seseorang mencapai tingkat Arahat maka keadaan yang mendekatinya dapat dibagi menjadi tiga :
a.       Sotapatti, yaitu tingkat dimana seseorang harus menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai Nirwana.
b.      Sekadagami magga, yaitu tingkat seseorang tinggal satu kali menjelma sebelum mencapai Nirwana.
c.       Anagami, yaitu tingkat dimana seseorang sudah tidak akan menbjelma lagi, ia tunggu menunggu saatnya untuk mencapai niwana sesudah itu tinggallah tingkat Arahat, dimana seseorang telah mencapai Nirwana.
Setelah mencapai tingkat ini jika ia melihat, mendengar, mencium, membau, makan, minum, meraba, dan sebagainya tidak ada lagi rasa senang atau benci, hatinya diliputi oleh kedamaian. Pada tingkat inilah menurut kepercayaan agama Budha orang dapat mengetahui kebenaran yang hakiki dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya.[19]
Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa inti pokok ajaran Budha adalah mengenai keempat kebenaran yang mulia, kedelapan jalan yang mulia, dan sepuluh larangan atau aturan yang berlaku. Sehingga jika seorang pemeluk agama Budha ingin mencapai derajat mulia maka harus melewati beberapa tahapan tersebut.

C.    Aliran-aliran agama Buddha

Setelah Buddha Gautama wafat pada tahun 488 SM, maka tidak ada dari pengikutnya yang dapat menggantikannya, karena kedudukan Budha bukan kedudukan yang dapat dicapai dalam satu generasi saja. Ajaran Buddha waktu itu belum dibukukan, hanya tersimpan dalam ingatan murid-muridnya. Maka setelah turun dari generasi ke generasi berikutnya terdapat perubahan dan timbul beberapa macam penafsiran terhadap Dharma atau ajaran agama Budha.[20]
Dari sekian banyak mashab itu dapat dikelompokkan menjadi dua aliran, yaitu aliran Hinayana dan Mahayana.
  1. Aliran Hinayana
Aliran Hinayana ( kendaran kecil) adalah aliran ortodoks. Yaitu aliran yang mempertahankan keasliannya ajaran agama budha. Pengikut aliran ini banyak terdapat di negara-negara srilangka, myanmar, Thailand, Kamboja, Laos dan Vietnam. Aliran ini disebut juga “Theravada” artinya jalan bagi kaum tua-tua.Buddha sendiri tentunya berbahasa dengan dialek Pali.Kitab Suci ini dikenal sebagai Pali Canon.[21] sesuai dengan ajaran asli buddha Gautama, aliran hinayana tidak mengajarkan penyembahan kepada tuhan. Yang penting ialah melaksanakan ajaran moral yang di ajarkan oleh gurunya itu. Buku-buku ajarannya banyak menggunakan bahasa pali.
Tujuan tertinggi ialah menjadi Arahat yaitu seorang yang bener-benar  telah lenyap nafsu dan keinginannya serta ketidaktahuannya (avidya) sehingga ia dapat mencapai nirwana dan dengan demikian terbebaslah ia dari rangkaian samsara. Aliran ini menitikberatkan pada kelepasan individual, artinya tiap-tiap orang berusaha melepaskan dirinya masing-masing dari penderitaan hidup. [22]
  1. Aliran Mahayana
Mahayana yang artinya kendaraan besar adalah aliran yang mengadakan pembaharuan terhadap ajaran budha yang asli.[23] Ciri yang menonjol dari aliran Mahayana adalah timbulnya upacara penyembahan kepada tuhan dalam agama budha.
Cita-cita tertinggi dalam Mahayana adalah untuk menjadi Badhisattwa. Cita- cita ini berlainan dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi Arahat sebab seorang arahat hanya memikirkan kelepasan sendiri, sedangkan seorang Badhisattawa dalam Mahayana ada ajaran yang disebut dengan Pariwarta. Yaitu bahwa, kebaikan itu dapat digunakan bagi kepentingan orang lain, orang yang mendapat pahala karena kebaikannya. Ajaran ini sudah barang tentu berlainan sekali jika dibandingkan dengan ajaran agama Budha yang kuno, dimana diajarkan bahwa hidup seseorang itu terpisah daripada hidup orang lain.[24]
Dalam aliran Mahayana ada beberapa ajaran pokok, yaitu :
a)      Orang dalam usahanya mencapai Nirwana tidak egoistis/mementingkan diri sendiri akan tetapi dapat saling membantu
b)      Orang tidak sendirian dalam mencapai kelepasan, tetapi dapat ditolong orang lain yang telah menjadi bodhi-satva
c)      kunci keutamaan ialah kasih sayang yang disebut “karunia”
d)     Agama punya hubungan dengan ehidupan di dunia bagi orang awam di luar golongan pendeta.
e)      Type ideal manusia ialah Bodhisatva
f)       Budhi dipandanag sebagai juru selamat manusia
g)      Melaksanakan dengan teliti hal-hal yang berhubungan denagn metafisika
h)      Mengadakan upacara keagamaan
i)        melakukan doa-doa permohonan kepada dewa-dewa Buddhisme
j)        ajarannya bersifat liberal
k)      mengenal dewa-dewa Lokpalaserta dewa-dewa Trimurti Budisme
l)        memperhatikan pengalaman Yoga dan mantra-mantra

Mahayana terpecah dalam beberapa sekte seperti Buddhisme di Tibet yang dikenal dengan Lamaisme, Buddhisme di Mongolia, Budhisme Jepang yang dikenal dengan Zen Buddhisme, buddisme di Cina, Buddhisme di Korea dan sebagainya .[25]



BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Agama Buddha adalah agama yang dibawa oleh seorang Buddhis bernama Siddharta Gautama. Ia dilahirkan pada 563 SM dan wafat pada 483 SM. Berawal dari pertemuan Gautama dengan orang sakit, tua dan mati, ia ingin mencari kehidupan yang sejati. Akhirnya ia meninggalkan istana lalu menjadi Buddha.
2.      Ajaran pokok terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya: 1). Catur Arya Satya, 2). Nirwana, 3). Arahat.
3.      Agama Buddha terbagi menjadi dua aliran, yakni Hinayana dan Mahayana. Hinayana merupakan aliran ortodoks, dimana umatnya masih menggunakan ajaran zaman dulu tanpa mengubahnya. Sedangkan Mahayana merupakan aliran yang berkembang mengikuti zaman.
B.     Saran
Tentunya hasil dari penusunan makalah ini tidaklah sempurna, maka dari itu kami mengizinkan pembaca untuk memberikian kritikannya agar ke depannya bisa lebih baik lagi.




DAFTAR PUSTAKA

 

JR, A. (1997). Ilmu Agama. Jakarta: Gunung Mulia.
Keene, M. (2006). Agama-agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius.
Manaf, M. A. (1994). Sejarah Agama-agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mansur, S. (2011). Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marzumah dkk. (2018, Februari 10). Agama Budha. Diambil kembali dari http://windarisri98.o.id: http://windarisri98.o.id
Romdhon dkk. (1988). Agama-agama di dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Sutrisno, M. (1993). Buddhisme : Pengaruhnya dalam abad modern. Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS.




[1] Mujahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 21
[2] A.G.Honig JR. Ilmu Agama. (Jakarta : Gunung Mulia, 1997), hlm. 165
[3]Romdhon dkk, Agama-agama di dunia, (Yogyakarta:IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hlm. 101
[4] Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar masa Kini, (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 67
[5] Mahayana adalah salah satu aliran utama Agama Budha yang kitab rujukannya Theravada yang ditulis dalam bahasa Cina lebih jauh baca: Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar masa Kini, (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2011),  hlm 76.
[6] Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Semarang: IAIN Walisongo), hlm. 25
[7] Mudjahid Abdul Manaf., hlm. 26
[8] Sufa’at Mansur., hlm. 70
[9] Sufa’at Mansur., hlm. 74
[10] Mudjahid Abdul Manaf., hlm. 36
[11] FX. Mudji Sutrisno, SJ (Editor), Buddhisme: pengaruhnya dalam abad modern, (Yogyakarta:Penerbit KANISIUS, 1993), hlm. 22-23
[12] Ibid., hlm. 27-28
[13] Ibid., hlm. 32-33
[14] Romdhon dkk., hlm. 103
[15] Mujahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama. (Jakarta:Raja Grafindo Persada). hlm. 26
[16] Ibid., hlm 28
[17] Ibid., hlm 31
[18] Ibid., hlm. 32
[19] Ibid., hlm. 34
[20] Ibid., 35
[21] Michael Keene. Agama-Agama Dunia. (Yogyakarta : Kanisius). 2006. hlm.70
[22] Op.cit., hlm. 35
[23] Op. cit., hlm. 36
[24] Sufa’at Mansur, hlm. 93
[25] Marzumah dkk. “Agama Budha”. Dalam http://windarisri98.co.id.html. Diakses pada 10 februari 2018

Komentar