Makalah Tasawuf Dalam Pandangan Islam

       
Gambar: Obrolansantri.com
   
Oleh: 
                                                              HAIKAL FADHIL ANAM
ANDI PRATAMA
ABDUL MALIK QUMAERULLAH

Siswa MAN Darussalam

Bab  I
  Pendahuluan

A.    Latar Belakang

Tasawuf merupakan salah satu pelajaran Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan dari segi rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan dari segi rohani atau batin. Hal ini berbeda dengan aspek Fiqih, khususnya bab thaharah yang lebih memusatkan perhatian pada pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah. Islam sebagai agama yang bersifat universal/umum dan mencakup berbagai jawaban atas berbagai kebutuhan manusia, selain menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada segi batinnya. Hal ini misalnya terlihat pada syarat diterimannya ibadah tergantung pada niatnya.

      Melalui pelajaran tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya dengan benar. Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat melakukan berbagai aktivitas dunia yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan dan sebagainya. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan.

       Makalah yang sederhana ini akan dipaparkan pengertian dari tasawuf dan para ahli yang melakukan penelitian tasawuf.

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian Tasawuf
2.      Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Qur’an dan hadist
3.      Esensi Tasawuf
4.      Contoh Perilaku Sufistik
5.      Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
6.      Maqamat Dalam Tasawuf

C.    Tujuan

1.      Mengetahui Pengertian Tasawuf
2.      Mengetahui Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Qur’an dan hadist
3.      Mengetahui Esensi Tasawuf
4.      Mengetahui Contoh Perilaku Sufistik
5.      Mengetahui Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
6.      Mengeathui Maqamat Dalam Tasawuf


Bab II
Pembahasan
A.    Pengertian Tasawuf

Secara etimologis, kata Tasawuf diambil dari kata “tasawwafa” artinya memakai baju wol, karena para sufi populer dengan orang-orang yang memakai pakaian berbulu (wol) dengan satu keyakinan bahwa pakaian tersebut merupakan pakaian Rasulullah. Diceritakan dalam hadis bahwa Rasulullah memakai wol dan menunggang keledai serta memenuhi undangan umatnya.
Pandangan lain menyebutkan bahwa secara linguistik kata tasawuf memiliki empat makna, yaitu :
Pertama, safa atau safwun yang berarti bersih atau suci. Nabi saw. Menyamakan dunia ini dengan sedikit air hujan di dataran tinggi yang safwun-nya telah di minum dan yang tersisa tinggal ampas.
Kedua, istilah Tasawuf sering dikaitkan dengan ahli suffah (penghuni serambi masjid) yang berasal dari orang-orang muhajirin yang fakir pada masa Rasulullah saw, yang tinggal di serambi masjid. Mereka berkumpul dan saling mencintai karena Allah, mereka tidak disibukkan dengan urusan keduniaan tetapi lebih menyibukkan diri dengan urusan ibadah, menjaga dan mengakaji kitabullah dan hadis Rasul. Orang-orang inilah yang dirujuk oleh   Al-Qur’an dalam surah al-Kahf (18) ayat 28.
رَبَّهُم يَدْعُونَ الَّذِينَ مَعَ نَفْسَكَ وَاصْبِرْ
الْحَيَاةِ زِينَةَ تُرِيدُ عَنْهُمْ عَيْنَاكَ تَعْدُ وَلَا وَجْهَهُ يُرِيدُونَ وَالْعَشِيِّ بِالْغَدَاةِ
فُرُطاً أَمْرُهُ وَكَانَ هَوَاهُ وَاتَّبَعَ ذِكْرِنَا عَن قَلْبَهُ أَغْفَلْنَا مَنْ تُطِعْ وَلَا الدُّنْيَا
Artinya : Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhan-nya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami Lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.
   
ketiga, istilah itu juga kerap dikaitkan dengan istilah ahli suffah (orang dalam barisan). Penamaan dikarenakan kaum sufi adalah orang yang selalu berada di barisan paling depan dalam menuju Allah, hal itu karena tingginya tekad dan daya juang mereka dalam menghadapkan hatinya kepada Allah.
Keempat, kata itu berasal dari kata suffah al-Kaffa yang berarti spon halus. Kata ini di kaitkan dengan kaum sufi karena sangat bersihnya, hati mereka menjadi begitu lembut.
Adapun pengertian tasawuf secara termonologis dapat digambarkan sebagai berikut.
1.      Menurut Abu bakar al-Kattan : Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberimu bekal budi pekerti maka berarti dia telah memberimu bekal kesucian.
2.      Menurut Abu Muhammad Al-Jariri : Tasawuf adalah memasuki moralitas yang tinggi (sunni) dan keluar dari moralitas yang rendah.
3.      Moh. Amin al-Kurdy memberi pengertian bahwa Tasawuf : suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui kebaikan dan keburukan jiwa. Cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dari sifat-sifat terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridha’an Allah dan meninggalkan larangan-nya menuju perintahnya.
4.      Imam junid al-Baghdadi mendefinisikan : Tasawuf adalah kebenaran telah mematikanmu dan engkau dihidupkan olehnya, engkau melakukan segala sesuatu bersama Allah bukan bersama dirimu, engkau hidup bersama Allah dan mati bersama dirimu.
5.      Menurut Imam al-Ghazali : Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberimu bekal budi pekerti maka berarti dia telah memberimu bekal tasawuf. Seorang hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan perbuatan maka sesugguhnya mereka telah melakukan suluk pada beberapa akhlak terpuji karena mereka telah melakukan suluk dengan cahaya keimanan.
6.      Menurut al-Junaidi : Tasawuf ialah bahwa yang hak adalah yang mematikanmu dan haklah yang menghidupkanmu.
7.      Menurut Amir bin Usman al-Makki : Tasawuf adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang utama.
8.      Menurut Moh. Ali Qassab : Tasawuf adalah akhlak yang mulia dari seorang yang mulia di tengah-tengah kaum nya yang mulia.
9.      Menurut Syamnun : Tasawuf adalah engkau memiliki sesuatu dan tidak dimiliki sesuatu.
            Dari ungkapan-ungkapan di atas, lebih utama bila kita memperhatikan apa yang telah di simpulkan al-Junaidi sebagai berikut:
Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal kita, memadamkan sifat-sifat kita sebagai manusia menjauhi seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat kerohanian, dan bergantung-gantung dari ilmu hakikat, dari memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan sehat kepada manusia memegang teguh janji dengan Allah dalam hal akikat dan mengikuti contoh Rasullah dalam hal syari’at.
     Jadi, kalau kita simpulkan dari berbagai pengertian terutama dari ungkapan al-Junaidi dapat kita ringkas sebagai berikut: ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju jalan ke abadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengkuti syari’at Rasullah dalam medekatkan diri dan mencapai keridha’an-Nya.

B.     Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadist

Dasar-dasar tasawuf ini dapat di lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau ajaran Rasulullah melalui hadis-hadisnya, antara lain.
1.      Landasan Al-Qur’an
Q.S At-Tahrim ayat 8
أَن رَبُّكُمْ عَسَى نَّصُوحاً تَوْبَةً اللَّهِ إِلَى تُوبُوا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
       لَا يَوْمَ الْأَنْهَارُ تَحْتِهَا مِن تَجْرِي جَنَّاتٍ وَيُدْخِلَكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ عَنكُمْ يُكَفِّرَ
   أَيْدِيهِمْ بَيْنَ يَسْعَى نُورُهُمْ مَعَهُ آمَنُوا وَالَّذِينَ النَّبِيَّ اللَّهُ يُخْزِي
     -٨- قَدِيرٌ شَيْءٍ كُلِّ عَلَى إِنَّكَ لَنَا وَاغْفِرْ نُورَنَا لَنَا أَتْمِمْ رَبَّنَا يَقُولُونَ وَبِأَيْمَانِهِمْ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan Menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS.At-Tahrim : 8)
Fatir Ayat 5
-٥- الْغَرُورُ بِاللَّهِ يَغُرَّنَّكُم وَلَا الدُّنْيَا الْحَيَاةُ تَغُرَّنَّكُمُ فَلَا حَقٌّ اللَّهِ وَعْدَ إِنَّ النَّاسُ أَيُّهَا يَا
Artinya: “wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (QS.Fatir : 5 )
Al-Baqarah ayat 115
Artinya : Dan milik Allah timur dan barat. Kemana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.

An-Nur ayat 35
Artinya : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah Memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia Kehendaki, dan Allah Membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Al-Baqarah ayat 186
Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.
Qaf ayat 16
Artinya : Dan sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dan Mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
An-Nisa 77
Artinya :” Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun.”
Demikianlah, sebagian ayat al-qur’an yang di jadikan landasan kaum sufi dalam     melaksanakan praktek-praktek kesufiannya.

2. Landasan Hadist
Dan dalam sebuah hadis qudsi Rasulullah saw. Bersabda, bahwa Allah berfirman.
Artinya : senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunah sehingga aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarnya yang dia pakai untuk mendengar dan penglihatanya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha, maka dengan-kaulah dia mendengar, melihat, berbicara, berpikir, meninjau dan berjalan (HR. Bukhari)
Dan juga ada beberapa matan hadist yang menjadi sumber atau landasan kaum sufi atau ilmu tasawuf sebagai berikut :
a.       “barang siapa yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal tuhannya”
b.      “aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, maka aku menjadikan makhluk agar mereka mengenalku”
Beberapa hadist diatas memberi petunjuk bahwa manusia dan tuhan dapat bersatu. Diri manusia dapat lebur dalam diri tuhan, yang selanjutnya dapat dikenal dengan istilah fana, yaitu fananya makhluk sebagai yang mencintai kepada tuhan, seperti yang dicintainya. Namun, istilah “lebur” atau fana, menurut Dr. Rosihun Anwar harus dipertegas bahwa antar tuhan dan manusia ada jarak atau pemisah, sehingga tetap ada perbedaanya antara tuhan dengan hambanya. Disini ditunjukan hanya keakraban antara tuhan dengan makhluknya. Dalam kehidupan nabi Muhammad SAW. Juga terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa beliau sebagai seorang sufi, nabi Muhammad telah mengasingkan diri ke gua Hiro menjelang datangnya wahyu. Beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh orang  arab yang tengah tenggelam di dalamnya, seperti dalam praktek perdagangan dengan prisnsip menghalalkan segala cara.

C.    Esensi Tasawuf

H.A Mustafa menyatakan bahwa tasawuf adalah kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan cara menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari lingkungan jasadnya yang hanya terkontiminasi oleh kehidupan benda serta melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercela, memutus setiap ajakan gejolak syahwat dan meninggalkan kemewahan dunia atau hal-hal yang di anggap baik serta kecendrungan pada hal-hal yang biasa berjalan di tengah kehidupan.
Ibnu al-Qayyim menyebutkan bahwa tasawuf adalah moral. Zakaria al-Anshari menyebutkan bahwa tasawuf merupakan ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara menyucikan jiwa, cara pembinaan lahir batin untk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Ibnu Khaldun menjelaskan, “asal pokok dari ajaran tasawuf adalah tekun beribadah, berhubungan langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan dan kemegahan duniawi, tidak suka pada kesenagan, harta benda, dan kemegahan yang di tiru orang banyak. Dan menyepi dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan,”
Esensi dari ajaran tasawuf adalah tekun beribadah, berhubungan langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan dan kemegahan dunia, tidak suka pada apa yang di buru orang banyak mulai dari kenikmatan, harta benda dan kedudukan, dan menyediri dalam kesunyian untuk beribadah kepada Allah.
Anas bin Malik r.a. berkata, Rasululllah, “wahai anakku, seandainya kamu mampu (hidup/berada) di waktu pagi dan sore dan di dalam hatimu tidak terdapat sedikit pun tipuan terhadap seseorang maka lakukanlah,” kemudian Rasulullah melanjutkan, “ wahai anakku, semua itu merupakan sebagian dari sunahku, barang siapa yang menghidupkan sunahku maka berarti dia mencintaiku , barang siapa mencintaiku maka dia akan bersamaku di surga.”


Sedangkan tujuan tasawuf di uraikan dalam paparan Prof. Dr. Dimuh, mantan rektor IAIN sunan Kalijaga, yang mengutip ajaran tasawuf di antaranya oleh Rabiah Al-Adawiyah sebagai berikut.

“Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta yang timbul dari hatiku dan cinta dari anugrah-Mu
Adapun cinta dari kerinduanku
Menenggelamkan hati berdzikir pada-mu dari pada selain kamu
Adapun cinta dari anugerah-Mu
Adalah anugehrah-Mu membuka tabir sehingga aku melihat wajah-Mu
Tidak ada puji untuk ini dan untuk bagiku
Akan tetapi dari-MU segala puji baik untuk ini dan untuk itu”

Ibn Al-Qayyim dalam “Madarijus Salikin”  menyebutkan para pembahas ilmu ini telah sependapat bahwa tasawuf adalah moral. Barang siapa yang di anataramu semakin bermoral tentu jiwanya pun semakin bening.
Selanjutnya Syaikhul Islam Zakaria Al-Ansahari menyebutkan, tasawuf adalah ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara mensuci-bersihkan jiwa, tentang cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Dengan demikian, nampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain yang lebih baik dan yang lebih tinggi dan lebih sempurna, suatu perpindahan dari alam kebendaan ke alam rohani.

                      
                        D. Contoh Perilaku Sufistik                                 
Kehidupan pribadi Rasulullah merupakan cermin utama bagi setiap muslim yang ingin mencapai puncak kesalehan hidup baik secara personal atau sosialnya, hal itu bukan semata-mata karena apa yang dikatakan atau dilakukan oleh Rasulullah merupakan hadits yang dijadikan sebagai sumber rujukan hukum setelah al-Quran. Akan tetapi, karena moralitas beliau merupakan cerminan atau maninfestasi hidup dari al-quran seperti yang digambarkan oleh Aisyah r.a sehingga kepribadian beliau merupakan teladan utama bagi setiap muslim. Allah menegaskan:
لقد كا ن لكم فى رسول الله اسوة حسنة لمن كا ن يرجوا الله واليوم الاخرودكرالله كثيرا                                     
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
Perilaku hidup Rasulullah yang hanya mengdepankan dan menempatkan Allah dalam setiap aspeknya merupakan cerminan dari perilaku sufistik yang oleh banyak para sahabat dijadikan teladan dalam kehidupan mereka.Sebagian ulama mengatakan bahwa gambaran perilaku sufistik itu telah beliau lakukan sebelum menjadi nabi dan rasul yang kemudian mencapai puncaknya setelah beliau melakukan tahanus/kontemplasi di gua hira’. Disinilah, setelah melalui perenungan yang luas dan mendalam atas besarnya kekuasaan Allah yang digambarkan lewat jagad raya dan berbagai fenomena yang ditampilkan di muka bumi, Rasulullah mendapatkan limpahan tetesan kesadaran akan terhingga cahaya ilahiyah.
Pengalaman batiniyah Rasulullah inilah yang oleh para ahli tasawuf digambarkan sebagai contoh Rasulullah pengembaraan batin untuk sampai pada puncak kesadaran untuk memperoleh limpahan-limpahan ilham dari cahaya ketuhanan yang pada akhirnya merefleksikan diri dalam totalitas kesadaran sebagai makhluk dan totalitas penghambaan kepada sang khaliq dalam hubungan kerindu’an dan kebersahajaan.
             Di kalangan sahabat, banyak yang mengikuti perilaku sufistik seperti yang dilakukan Rasulullah. Abu Bakar misalnya seperti dikutip Rosihun Anwar, pernah berkata, “aku mendapatkan kemuliaan dalam ketakwaan, kefanaan dalam keagungan dan kerendahan hati”.
            
             Begitu juga Umar bin Khattab, tak jarang tampil berkhutbah dihadapan kaum muslimin dengan pakaian yang sangat sederhana yang tak layak untuk seorang Khalifah. Seorang Khalifah yang selalu duduk membaur bersama rakyatnya tanpa tempat duduk yang dikhususkan, tidur dimana saja, di atas tikar dirumahnya atau diatas pasir di bawah pohon kurma, dan makan apa adanya. Dan ketika masyarakat lelap dalam tidur beliau berjalan berkeliling untuk mengetahui keadaan kaumnya.

              Keteladanan seperti ini banyak kita jumpai pada sahabat yang lain, seperti Salman Al-Farisi, Abu dzar Al-Ghifari, Abdullah bin Ma’ud, dan lain-lain. Mustafa Zahra menjelaskan bahwa mereka itu mempunyai akhlak yang luhur, iman dan keyakinan yang sangat kuat. Tentang mereka Rasulullah pernah bersabda kepada Abu Hurairah, ”ahlusuffah itu adalah tamu-tamu orang islam, mereka tidak mempunyai keluarga, tidak mencintai harta benda, dan hatinya tidak terikat kepada seorang manusia pun, kecuali kepada Allah dan Rasulnya.

E. Hubungan Tasawuf  dengan Akhlak
            
              Sebagaimana telah diuraikan bahwa tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkanya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, atau ilmu untuk memperbaiki hati sehingga tasawuf dapat diartikan bersihnya hati dan tertujunya hati hanya kepada Allah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Basyar bin Harits,”seorang sufi adalah orang yang dapat menyucikan hatinya untuk Allah swt. Sedangkan akhlak adalah kebiasaan dari perilaku manusia yang berjalan sehari-hari atau sebagaimana yang disampaikan al-Ghazali,” Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menjadi pendorong timbulnya perbuatan secara mudah dengan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.

             Jika dilihat dari definisi berikut uraian yang mengikutinya, dapat dipahami bahwa terbentuknya akhlak pada diri manusia sangat dipengaruhi oleh aspek internal atau kejiwaan manusia itu sendiri. Akan tetapi, perlu diakui bahwa jiwa manusia tidak selamanya berada dalam kondisi yang stabil, tapi justru seringkali mengalami kondisi yang goncang, yang mudah mengarahkan pemiliknya pada perilaku yang menyimpang. Karena itu, untuk sampai pada kesempurnaan, jiwa manusia membutuhkan latihan-latihan spiritual melalui perjalanan menuju allah secara benar dan sempurna, membutuhkan norma dan nilai yang secara murni dapat membentuk moralitas yang luhur, yang dengannya manusia mencapai kebahagiaan sejati.

             Uraian di atas memberikan gambaran bahwa ada hubungan kuasalitas yang erat antara akhlak dan tasawuf seperti hubungan ibu dan anak dimana masing-masing memberi peran yang sangat vital terhadap yang lain. Tasawuf memberikan nilai dasar terhadap akhlak dan akhlak mewarnai pembentukan nilai-nilai sufistik manusia.
       
F. Maqamat dalam Tasawuf
             Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tahapan.
Menurut Abu Nasr as-Sarraj, maqamat dalam tasawuf secara berurutan adalah sebagai berikut:
1.      Tobat
          Tobat artinya  kembali, sedangkan tobat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, kemudian diikuti dengan melakukan amal kebajikan.
            Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai tahapan awal di jalan menuju Allah. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad.Pada tingkat menengah, disamping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi adalah tobat yang merupakan usaha tujuan terakhir, yaitu tobat yang menyesali atas kelalaian mengingat Allah.
2.      Wara’
               Wara’ berarti shaleh, menjauhkan diri dari perbuatan mendekati dosa atau menjauhi dari hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi, wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara yang halal dan haram.
3.      Zuhud                                                                 
            Zuhud berarti tidak ingin terhadap sesuatu yang bersifat keduniawian. Dilihat daru maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama menjauhkan dari dunia agar terhindar dari hukuman akhirat.Kedua, menjauhi dunia dengan karena mengharap imbalan akhirat. Ketiga, mengucilkan dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah belaka.
4.      Fakir
             Fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh, atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih daripada dari yang menjadi hak, tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dan jiwanya lebih tertambat kepada Allah.
5.      Sabar
               Sabar berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakan sikap cukup walaupun sebenarnya dalam kefakiran secara ekonomi. Dikalangan para sufi, sabar terdiri dari sabar daam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi larangannya, dan sabar dalam menerima segala cobaan-cobaan yang ditimpakannya kepada diri kita.
6.      Tawakal
                Secara harfiyah tawakal berarti menyerahkan diri. Sedang menurut istilah tawakal adalah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah, sehingga selamanya berada dalam keadaan tentram. Jika mendapat kesenangan berterima kasih. Jika mendapat musibah bersikap sabar dan berserah kepada qada dan qadar tuhan. Tidak memikirkan hari esok, hidup dengan apa yang ada hari ini. Tidak akan memakan makanan jika ada orang lain yang lebih membutuhkan makanan tersebut daripada dirinya. Percaya kepada janji Allah. Menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dengan Allah, dan karena Allah.
7.      Rida
              Rida berarti rela, suka, atau senang. Harun Nasution mengatakan bahwa rida berarti tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar Allah, dan menerima qadarnya dengan senang hati. Pengembaraan spiritual yang dilakukan oleh seorang sufi untuk menemukan hakikat dan makrifat tersebut seringkali memiliki kecenderungan yang berbeda, sehingga muncullah beberapa tokoh sufi yang menonjol dalam pengalaman rohani tertentu seperti dalam zuhud, mahabbah, fana, hulul, wahdatul wujud, dan lain-lain.
A.     Zuhud
  Di antara beberapa tokoh zuhud yang terkenal adalah sebagai berikut:
1)      Saad bin Musayyab (91 H)
2)      Hasan Bashri (21 H)
3)      Sufyan Ats-Tsauri (97 H)
4)      Ibrahim bin Adam (165 H)
B.     Mahabbah
            Tokoh mahabbah yang terkenal adalah:
Rabi’ah Al-Adawiyah (185 H), ia dilahirkan di Basrah, hidupnya bermula sebagai hamba cahaya yang kemudian mengabadikan hidupnya dengan shalat dan berdzikir sepanjang malam. Bagi Rabi’ah, zuhud harus dilandasi dengan mahabbah yang mendalam.

C.     Fana dan Baqa
Fana artinya sirna, lebur atau hilang. Sedangkan Baqa artinya kekal, abadi, dan senantiasa ada. Melalui penghancuran akan muncullah kekekalan. Jadi, ketika sufi mencapai tingkat ini ia merasa Fana yaitu sirnanya sifat yang tercela dan munculnya sifat yang terpuji. Tokoh muqamat ini adalah Abu Yazid Al-Bustami

D.    Ittihad
Ittihad yaitu pengalaman kesatuan sufi kepada Allah.Seorang sufi akan mabuk dalam kenikmatan bersatu dengan Allah.Tokoh yang populer dalam Ittihad ini adalah Abu Yazid Al-Bustami.
E.     Hulul
Tokoh yang terkenal dalam Hulul adalah Abu Mansur Al-Hallaj. Hulul yaitu bertempatnya sifat ketuhanan kepada sifat kemanusiaan.
F.      Wahdatul Wujud
Doktrin ini bertolak dari pandangan, bahwa semua wujud hanya mempunyai satu realitas, dan realitas tunggal itu ialah Allah swt. Adapun alam semesta yang serba ganda ini hanyalah wadah penampakan diri dari nama dan sifat-sifat Allah dalam wujud terbatas. Tokoh yang terkemuka dalam Wahdatul Wujud ini adalah Ibnu ‘Arabi. 
                
                                                                                                                                                                          
Bab III
Penutupan
A.    Simpulan
1.      Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha diri, berjuang memerangi hawa nafsu,  mencari jalan kesucian dengan maripat menuju jalan ke abadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengkuti syari’at Rasullah dalam medekatkan diri dan mencapai keridha’an-Nya.

2.      Dasar-dasar Tasawuf sebagai berikut :
Landasan Qur’an
                                                 
أَن رَبُّكُمْ عَسَى نَّصُوحاً تَوْبَةً اللَّهِ إِلَى تُوبُوا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
       لَا يَوْمَ الْأَنْهَارُ تَحْتِهَا مِن تَجْرِي جَنَّاتٍ وَيُدْخِلَكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ عَنكُمْ يُكَفِّرَ
   أَيْدِيهِمْ بَيْنَ يَسْعَى نُورُهُمْ مَعَهُ آمَنُوا وَالَّذِينَ النَّبِيَّ اللَّهُ يُخْزِي
     -٨- قَدِيرٌ شَيْءٍ كُلِّ عَلَى إِنَّكَ لَنَا وَاغْفِرْ نُورَنَا لَنَا أَتْمِمْ رَبَّنَا يَقُولُونَ وَبِأَيْمَانِهِمْ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan Menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS.At-Tahrim : 8)


Landasan Hadist
Senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunah sehingga aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarnya yang dia pakai untuk mendengar dan penglihatanya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha, maka dengan-kaulah dia mendengar, melihat, berbicara, berpikir, meninjau dan berjalan (HR. Bukhari)
3.      Esensi dari ajaran tasawuf adalah tekun beribadah, berhubungan langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan dan kemegahan dunia, tidak suka pada apa yang di buru orang banyak mulai dari kenikmatan, harta benda dan kedudukan, dan menyediri dalam kesunyian untuk beribadah kepada Allah.
4.      Contoh Perilaku Sufistik Kehidupan pribadi Rasulullah merupakan cermin utama bagi setiap muslim.
5.      Maqamat dalam Tasawuf antara lain sebagai berikut :
1.      Tobat
2.      Wara
3.      Zuhud
4.      Fakir
5.      Mahabbah
6.      Fana dan Baqa
7.      Ittihad
8.      Hulul
6.      Hubungan Tasawuf Dengan akhlak sangatlah saling keterkaitan, karena tasawuf adalah cara bagaimana membersihakan hati sedangkan akhlak adalah manifestasi apa yang ada dihati, tentu ketika hati kita bersih atau suci maka akhlak yang akan terbiasa pun merupakan akhlakul karimah.

B.     Saran

Dengan selesainya makalah ini, yang telah kami susun sedemikian singkat untuk mempermudah dalam mempelajari ilmu Tasawuf. Maka dengan itu disamping pembaca budiman membaca hasil karya kami, kami berharap kepada pembaca untuk bisa memberi saran atau kritikan terhadap makalah kami yang telah dibuat ini.

                                                                                                                                                  DAFTAR PUSTAKA


Anwar Rosihun, DR. M.Ag. & Solihin Mukhtar, DR. M.Ag, 2007, Ilmu Tasawuf, Bandung : Pustaka setia
Isa, Syaikh ‘Abdul Qadir, 2011, Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press, cetakan ke-13.
Inayahwati Ida & Usman, 2011, Ayo mengkaji Akidah Akhlak, Surabaya: Erlangga
Mustafa, Drs. H, 1997, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia

Komentar