Tolong.. tolong.. dari jauh suara itu terdengar pelan. Aku segera mencari sumber suara itu. Ku lihat sana-sini, mata sibuk tak seperti biasanya, telinga menajam dua kali lipa untuk mendengar suara itu. Suara itu semakin mengecil dan terdengar lagi. Aku bingung dan pikiranku semakin tak karuan, ada perasaan bersalah karena tidak bisa menolongnya.
Aku berhenti, duduk di pinggiran sungai, di atas tembok yang baru dibangun oleh mesin-mesin besar terbuat dari baja, besar dan sangat keras. Mata masih mondar-mandir sana-sini untuk memantau. Ahhh .. tidak. Aku langsung terjun berenang. Rambutnya panjang mengambang terbawa arus sungai. Aku tidak lagi berpikir tentag arus yang sedang deras itu. Aku berenang, dengan yakin.
Nona.. Nona.. aku goyang-goyang tubuhnya. Ia tidak sadarkan diri. Aku angkat ke pinggir sungai. Segera, aku tekan perut dan dadanya, untuk mengeluarkan air-air yang ada di dalam tubuhnya. Air keluar dari tubuhnya. Uaaaa uaa nona itu muntah air dan terbangun. Ia tiba-tiba memelukku dengan sangat erat. Matanya menyorotkan rasa ketakutan yang mendalam.
Aku, membiarkannya. Aku, mengusap punggungnya dan membelai rambutnya. Canggung. Nona itu, menangis. Pelan-pelan dari pipinya air bercucuran. Suara tangisannya ditahan-tahan tak dikeluarkan. Aku, diam dan bingung. Nona.. ucapku, mari ke sana terlebih dahulu, ke gubuk sana, jangan di tanah seperti ini, tenangkan dahulu, dan ceritakanlah, kalau berkenan nona..
Gubuk itu tua, tetapi bersih dan nyaman. Keliatannya begitu. Di samping gubuk itu ada sungai kecil bersih yang mengalir ke sungai besar tadi. Aku gendong nona itu, ia masih lemas. Aku dan nona itu duduk. Kita saling menatap. Istirahat di sini dulu nona, tenangkan dirimu dahulu, ucapku. Nona itu, menganggukan kepalanya, menutup matanya sambil duduk, menghela nafas dalam-dalam.
Terima kasih mas.. tiba-tiba nona itu berucap dengan sangat pelan. Aku, tadi mencoba bunuh diri. Aku, lompat dari jembatan sana. Aku sudah tidak kuat dengan kehidupan ini, semua orang tidak ada yang peduli padaku. Ia pergi meninggalkanku, ia selingkuh. Aku, sangat-sangat sakit hati, setelah aku sangat mati-matian mencintainya. Ahh .. Sudahlah. Ketika ku terseret arus aku menyesal.
Aku, diam dan hanya mendengarkan. Dengan pelan, aku berkata, mengingat kata-kata seorang tokoh, lupa. Yang saat ini tragedi, suatu saat nanti akan menjadi komedi. Nona itu tertawa terbahak-bahak sambil air matanya bercucuran.
Komentar
Posting Komentar