Munajat Politis 'Katanya' Munajat Baik 'Katanya'


Lagi-lagi intrik politik menjadi kegelisahan dan perdebatan yang selalu menarik di publik khususnya di media sosial. Tidak asing akan asing lagi berita ini, yaitu mengenai munajat yang akhir-akhir ini menjadi pro kontra di jagat media sosial. Yang menjadi titik fokusnya adalah munajat yang dipanjatkan oleh seorang aktivis 'katanya', Cut Nyak Dien masa kini 'katanya' dan lain sebagainya.

Terkejut, saya terheran-heran sebenarnya. Tapi tentu tidak salah bagi seseorang yang memang ingin menyamakannya dengan seorang Cut Nya Dien atau Mario Ozawa atau siapapun itu. Bebas asal ada argumennya. 

Aktivisi atau Neo-Cut Nyak Dien itu bermunajat seperti ini kira-kira penggalannya "Karena jika Engkau tidak menangkan, Kami khawatir ya Allah, Tak ada lagi yang menyembah-Mu". Sebagian berpendapat bahwa munajat ini seolah mengancam kepada Allah. Sebagian lain berpandangan bahwa niat munajat kini tak lain hanya bagian dari intrik politik, tercemari. 

Kalangan yang pro tentu akan manut wae. Kalangan pro akan biasa saja tidak terlalu mempermasalahkan. Ya biasalah, ini kan tidak akan lepas dari suasana politik. Tentu arah ya akan terlihat siapa yang pro dan kontra tanpa argumen, ya kaya kerbau kemana saja mengekor. 

Di samping pro dan kontra ada yang juga sekadar menanggapi redaksi dari munajat tersebut. Seorang ulama yaitu Buya Yahya mengatakan bahwa munajat tersebut redaksinya sama dengan doa yang dipanjatkan Nabi Muhammad ketika perang Badar. Dalam kontek perang badar, lawannya adalah orang kafir yang sudah sangat nyata. Maka, Nabi tidak ingin kalau ia kalah, orang kafir menguasai, sehingga tidak ada lagi yang menyembah Allah. Logika ini jelas sangat bisa diterima, karena melihat situasi kondisi tersebut. 

Persoalannya, bagaimana jika doa tersebut digunakan dalam kontek munajat sekarang oleh Neo-Cut tersebut? Ya karena saya adalah orang yang berpaham aliran monggoisme, maka saya persilahkan saja, tentu dengan syarat. Syaratnya adalah mengemukakan argumen alasannya mengapa memilih diksi tersebut?

Nah karena saya orangnya berusaha untuk husnudzan meski banyak juga di kepala suudzan nya, maka saya berkesimpulan secara husnudzan mungkin yang ada benak aktivis itu ya memang itu adanya. Kekhawatiran karena imannya kuat 'mungkin' sehingga sampai seperti itu, seolah yang lain kurang imannya. Kelompok nya lah yang paling kuat imannya. Tentu ia tidak akan lepas dari latar belakang politiknya juga. Jadi ya, wajarlah. Bisa saja juga cuma cari sensasi biar jadi trending topik. Kan lumayan tuh dapat undangan dari tivi-tivi. 

Jadi akhirnya, ya kalau mau husnudzan ya diperwajar saja. Niatnya mungkin baik sekali di dalam hatinya untuk kemajuan Islam. Kalo suudzannya ya tadi, untuk politik dan pragmatis diri sendiri. Terlepas dari itu semua, saya sarankan untuk bersikap bodo amat lah. Tetapi, justru saya sendiri yang tidak bersikap bodo amat ya, malah merespon dengan tulisan ini. Ya tulisan ini anggap saja hanya sekedar curhat. Heuheu
Wallahua'alam.. 

Komentar