Mari mulai tulisan ini dengan ketidakjelasan yang hakiki. Aku adalah Tuhan dibalik realitas yang banyak. Tuhan berada di alam dan bersemayam di jiwa-jiwa yang telah dibersihkan oleh hasil daya manusia dan usahanya serta Tuhan mengkunnya. Tidak ada kejelasan yang jelas selain diri-Nya. Meski aku kini masih ada pada level kata-kata aku akan selalu berusaha untuk merealisasikannya selama aku diberi daya oleh-Nya. Semoga diri-Nya membukakan untuk diri-Nya sendiri dalam aku yang bukan aku.
Aku tidak tahu sebenarnya di mana Tuhan berada, tetapi yang jelas adalah Tuhan ada bahkan lebih dekat di dalam diri kita. Tuhan ada di mana-mana dalam realitas nyata yang hanya dirasakan oleh jiwa-jiwa yang bersih dan suci. Tuhan bukan yang ada dalam pikiran kita, pula bukan yang ada dalam hati kita kecuali diri-Nya mengizinkan kita untuk merasakan-Nya. Tuhan adalah Tuhan yang Ada dan Satu.
Aku tak tahu kenapa aku begitu tertarik pada Tuhan, yang bahkan ketidakjelasan hatiku sering mengabaikan sisi-sisi untuk mencapai Tuhan. Mungkin aku menulis ini Tuhan pun menyisipkan kata-Nya. Ahh sangat tidak mungkin jiwaku yang masih kotor penuh dengan kehinaan ini menerima irfan dari-Nya. Apakah aku ini ditakdirkan oleh-Nya untuk menulis tentang tulisan ini?
Sebenarnya dalam dan seperti apa aku ini. Katanya, aku ini adalah bukan aku yang ini. Aku Haikal hanyalah sebagai sarana orang mengenaliku. Aku yang sebenarnya aku yang ada dibalik raga dan yang ada di dalam genggaman-Nya. Mengapa kamu paham dengan apa yang aku tulis ini, dan sepakat dengan semua tataran kata yang padahal itu hanya sebuah kesepakatan.
Pemahaman kata ini, kamu paham dan aku paham dalam pengasupan sejak kecil telah dipahamkan untuk ini itu dalam semua kesepakatan dan imajinasi. Bahasa memang yang paling mudah untuk mentranformasikan makna yang dimaksud oleh yang dibalik raga ini. Suara a i u e o pun adalah kesepakatan yang secara sadar dan tidak sadar dipahami oleh antara kita. Begitu?
Kamu berdiri, itu adalah suatu keadaan bahwa kamu sedang menopang tubuh tegak lurus. Padahal kenapa tidak dinamai duduk. Bukankah jika itu disepakati bahwa posisi itu adalah duduk pun bisa. Begitualh imajinasi seorang manusia yang berakal dan merasa. Padahal bahasa bukan hanya melalui kata, bisa gerak, mimik, diam dan lain sebagainya.
Bukankah banyak orang dahulu yang bahkan bertemu tidak berucap kata apapun tetapi saling mengerti. Bahkan ada bahasa telepati, Ah kenapa aku jadi bahas bahasa kata dan makna. Lantas apakah Tuhan menurunkan kitab suci dengan mendiktekan sebagaimana yang dipahami. Atau bahkan melangsungkan pada hati nabi dan rasul. Bukankah para nabi bisa terhubung dengan Tuhan, bukan dengan kata tetapi dengan rasa.
Baiklah. Aku akui ketidakjelasan yang hakiki pun terjadi dalam tulisan ini.
Komentar
Posting Komentar