![]() |
Gambar: notemu.com |
Biasanya, menjelang Idul Fitri, ‘ustadz-ustadz
sunnah’ muncul dengan komentar-komentar yang sedikit menyinggung tentang
kebiasaan/tradisi umat Islam di Indonesia. Berbagai komentar mereka lontarkan
dengan dalih sunnah dan lain-lain. Setidaknya bagi orang yang kurang mengerti
dan memikirkan dengan akal sehat, ia akan menerima mentah-mentah dalih sunnah
tersebut dan meningalkan yang biasa mereka lakukan.
‘Ustadz sunnah’ tersebut
berkomentar tentang kata “mohon maaf lahir batin”. Kemarin saya lihat pesan di
grup di WA, yang di dalamnya mempermasalahkan kata “mohon maaf lahir batin”,
dan setelah saya klarifikasi, ternyata hoax, tetapi dalam chanel youtube,
memang itu benar dikatakan oleh ‘ustadz sunnah’ tersebut, dan ‘ustadz-ustadz
sunnah yang lainnya’.
Dalam komentarnya, ia mengatakan
bahwa kata-kata tersebut bukanlah sesuai sunnah nabi Muhammad, terkhusus
apabila dikhususkan pada hari raya Idul Fitri. Seolah mengatakan bahwa hal
demikian kurang sesuai. Padahal jika dilihat secara menyeluruh justru itu
merupakan sesuatu yang amat sangat sesuai dengan sunnah nabi, dari pada
substansinya.
Bagaimana tidak, kata ‘mohon maaf
lahir batin’ sebagai sarana penghapusan kesalahan yang kita lakukan kepada
sesama manusia yang mana menjadi dosa, telah kita ketahui bersama bahwa Allah tidak
akan mengampuni sebelum meminta maaf kepada yang bersangkutan. Lain hal dengan
dosa yang dilakukan kepada Allah, tentu langsung meminta ampunan kepada Allah
tanpa perantara siapapun.
Momentum Idul Fitri ini merupakan
momentum yang pas. Ramadan adalah bulan penghapusan dosa, dan apabila menjalani
Ramadannya dengan kesungguhan yang nyata, maka ketika selesai Ramadan akan
kembali ke fitri, sebagaimana digambarkan dengan bayi yang baru lahir. Dengannya,
perlu kiranya permintaan maaf terhadap sesame sebagai sarana pembersihan dosa
juga.
Kemudian, jika melihat tradisi di
kampung-kampung bahkan mungkin masih ada di kota-kota, setelah pelaksanaan
shalat Ied, masyarakat saling berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain untuk
langsung meminta maaf di hadapan orangnya. Di sisi lain, ini merupakan sarana
silaturahim, sarana meramaikan keagungan hari raya itu sendiri. (Masa mau
diem-diem bae ah hhe)
Jangan merusak apa yang sudah
menjadi tradisi amat sangat baik ini, justru kalau bisa mari bergabung hai kau
yang semangat sekali penggembor ‘Sunnah’ hhe. Jangan malah
memabanding-bandingkan seolah yang ini tidak sesuai dengan sunnah. Permintaan maaf
justru dianjurkan, silaturahim dianjurkan. Jangan terlalu mengekor kepada teks
secara literal-skriptual-tekstual dengan tidak melihat konteks dan
kebaikan-kebaikannya.
Mari kita teruskan apa yang sudah
menjadi tradisi yang baik. Jangan sampai hilang karena hanya mendengar atau
melihat komentar dengan dalih sunnah. Mari berpikir kritis dengan tidak hanya
percaya dan mengekor pada dalih sunnahnya saja. Islam itu luas dan luwes. Mari kita
lihat substansi bukan kulitnya saja. Semoga apa yang sudah menjadi tradisi yang
baik terus terlaksana dan terwariskan sampai ke anak cucu kita. Amiin. Wallahualam.
Komentar
Posting Komentar