![]() |
Gambar: maskumambang.com |
Bernama Moch. Cholil Haidar yang jika
disematkan gelarnya K.H. Drs, merupakan sosok seorang bapak (bapak penulis) yang
menurut penulis memiliki perangai yang luar biasa. Salah satu yang luar
biasanya adalah kesederhanaannya. Kesederhanaan begitu melekat pada perangai
dirinya.
Suatu waktu, bapak pernah dan bahkan terhitung
sering menceritakan tentang sendal yang dipakainya kepada anak-anaknya (jika
anaknya tidak tahu, kayanya harus dihapus dari daftar nama anaknya hhe). Bapak bercerita
bahwa sendalnya telah menemani hidupnya, selama kurang lebih 13 tahun. 13 tahun
merupakan waktu yang terhitung lama.
Bagaimana tidak, saking sederhananya,
bapak mengenakan sendal pun tanpa neko-neko. Bayangkan, menggunakan sendal
selama kurang lebih 13 tahun. Sendalnya pun hingga kini masih ada. Sendalnya memang
bermerk bagus, dan sekarang sendal itu pun masih bisa digunakan, bahkan sampai
sekarang belum ganti.
Bapak mengatakan bahwa beberapa kali sendal tersebut
pernah rusak, entah itu mengelupas kulit sendalnya, atau talinya lepas. Akan tetapi,
ia selalu perbaiki sendiri, dengan mengelemnya, mengaputnya dan segala cara
asal sendal dapat digunakan kembali. Adakah yang seperti ini? Mungkin ada,
mungkin juga tidak.
Bapak seperti itu bukan karena tidak
mampu membeli sendal. Tidak. Bapak sangat mampu membeli sendal. Tidak mungkin
tidak mampu dengan gaji pensiunan PNS atau sebelum PNS pun. Bapak seperti itu
memang karena ia suka dengan kesederhanaan, selagi masih bida dimanfaatkan
kenapa tidak, begituah prinsipnya.
Namun herannya, bapak tidak suka jika
anak-anaknya seperti itu. Tidak ingin sampai memelihara sendal sampai 13 tahun
misalnya. Bapak ingin kalau misalnya
sudah rusak, dan memang tidak bisa dibenarkan dan sudah tidak pantas, ia menyuruh
untuk membeli lagi. Luar biasa.
Kesederhanaannya terkadang menuai
protes dari sang ibu. Ibu selalu bilang, ini bukan di zaman dahulu lagi, beli jika
memang sudah rusak dan dibutuhkan. Memang, sewaktu kecil, bapak hidup dalam
kondisi yang dibilang jika dibanding sekarang kurang mampu. Tetapi jika dilihat
dari konteks dahulu mungkin termasuk yang mampu.
Bagaimana untuk makan pun, satu telor
dibagi dan dipotong-potong lagi menjadi beberapa potongan untuk anak-anak yang lain.
Mungkin suasana seperti itu masih membekas sehingga, untuk membeli sendal pun engga.
Hal ini yang dikritik oleh sang ibu.
Namun begitu, suatu hal yang bisa
diambil hikmahnya adalah perangai kesederhanaanya. Bapak mencontohkan selalu
untuk tidak membeli sesuatu hanya karena keinginan saja. Bapak mengatakan jika
ingin membeli sesuatu karena butuh. Hal ini pernah muncul dalam bentuk
kata-kata di status facebooknya.
Dalam statusnya, bapak menuliskan “Ingin
karena butuh, bukan butuh karena ingin”. Kata-kata tersebut terlihat sangat
simpel sekali, namun makna dibaliknya sangat luas. Bagaimana tidak, dalam makna
tersiratnya mengajarkan bahwa kita harus mengendalikan hawa nafsu keinginan
kita.
Begitulah sosok bapak dari perangai
kesederhanaannya. Ia selalu mengajarkan kesederhanaannya melalui cerita-cerita,
contoh dari dirinya, dan kata-kata yang mengarah pada kesederhanaanya. Sendal menjadi
salah satu contoh dari banyak kesederhanaanya yang lain.
Komentar
Posting Komentar