Ramadan Bak Pertandingan Bola

Gambar: sportku.com


Di masjid al-Muhsin, setiap setelah shalat isya sebelum melaksanakan shalat tarawih, biasa diisi dengan kultum (kuliah tujuh menit) oleh segenap ustadz. Pondok telah menjadwalkan siapa saja yang akan maju menjadi pengisi kultum dalam setiap harinya. Jadwal tersebut telah tertera di dinding depan masjid.

Malam kemarin, kultum diisi oleh Pak kyai. Materi kultum beliau memang selalu menarik dan sangat berisi. Penulis suka dengan materi-materi yang disampaikannya, terlebih ia sangat mumpuni dalam bidang agama. Bagaimana tidak, ia lulusan Madinah. Jadi, paling tidak keilmuan yang Islam yang tertuang dalam kitab-kitab gundul ia biasa menyelaminya.

Kembali ke materi kultum. Materi kultum yang disampaikan Pak Kyai kurang lebih tentang hadis yang menjelaskan bahwa kalaulah umat Islam mengetahui betapa banyaknya pahala di bulan Ramadan, tentu mereka tidak akan bermalas-malasan, namun mereka tidak mengetahuinya. Lantas ia menjelaskan juga bahwa memang Ramadan perlu perjuangan yang besar.

Pak kyai mengkritik pelaksanaan Ramadan dengan seperti pertandingan bola. Banyak klub bola di awal-awal, tetapi semakin lama semakin sedikit, masuk semi-final kemudian masuk final. Begitulah Ramadan kita juga. Begitu juga Ramadan kita, ia mengatakan bahwa semakin hari orang yang melaksanakan tarawih akan semakin berkurang. Liat saja sekarang, di masjid kita, awal bulan Ramadan, shaf terisi sampai belakang, tetapi sekarang paling hanya 5 shaf.

Pak kyai membandingkan. Di masjidil Haram Mekkah itu, kalau kita tidak sejak sebelum magrib datangnya, tidak akan ke bagian tempat. Bahka  di luar pun penuh sekali. Begitu juga di masjid Nabawi Madinah.

Hal yang demikian tidak hanya pada masalah tarawih saja, tetapi juga tadarus, shalat berjamaah, dan lain-lainnya. Mengapa demikian? Telah disebut di muka bahwa memang karena tidak mengetahui betapa besarnya pahal di bulan Ramadan.

Padahal setan-setan telah dibelenggu, diborgol oleh Allah swt. Tetapi, tetap saja kita masih malas dalam beribadah. Ini berarti mengindikasikan bahwa kemalasan ibadah yang paling besar disebabkan oleh diri kita di samping juga oleh setan. Kebiasaan buruk yang telah membentuk diri kita akan selalu mengikuti tanpa setan sekalipun. Maka sesungguhnya, kembali kepada diri kita masing-masing.

Akhirnya kita bebas memilih, apakah Ramadan kita akan diperjuangkan sampai ke bebak final atau akan hanya gugur di awal saja. Apakah kita akan terus bertanding melawan hawa-hawa buruk kita dan memenangkannya atau justru kita dikalahkan olehnya. Semoga saja kita bisa sampai ke babak final, dan memenangkan pertandingan itu dan meraih piala di hari raya Idul Fitri. Amin. 
Wallahu’alam..


Komentar