Mbah Google Memang Bukan Kyai!

Gambar: tsarycraft.com


Sindiran  “Kyaiku Bukan Mbah Google” kemarin-kemarin sempat viral. Hal ini ditujukan bagi mereka yang belajar keilmuan agama hanya pada google. Tapi secara tekstual jelas salah. Google memang sudah jelas bukan kyai. Google kan aplikasi pencarian.

Mereka yang selalu mengatakan “Kyaiku Bukan Mbah Google” sebenarnya ingin mengatakan bahwa, belajarlah pada kyai di pesantren atau di majelis-majelis atau di manapun. Hal ini memang banyak kejadian ketika dalam suatu pembicaraan atau ketika diskusi, banyak mengambil data diskusi tersebut dari google.

Tetapi permasalahannya bukan pada letak googlenya, tetapi dari sumber yang dijadikan alasan pendapatnya. Terlebih lagi, pendapat-pendapat yang dilontarkan biasanya sangat dangkal sekali dan mendasarkan pada teks keagamaan luar saja. Juga di sisi lain mengambil pendapat-pendapat yang kurang kredibiltasnya

Misalnya, dalam forum diskusi untuk menguatkan alasannya, ia mengambilnya dari google dan merujuk hanya pada sebuah artikel yang tidak jelas kredibilitasnya dan sumber rujukan artikel tersebut. Terlebih sesuai yang penulis katakan di muka, hanya mendasarkan teks keagamaan luar saja.
 
Kritiknya terletak pada hal yang demikian. Kemudahan untuk mencari data melupakan data-data yang lebih kredibel, semisal diambil dari kitab yang jelas sumbernya dan dalam pemahamannya terhadap kitab suci. Kemudian mendasarkan pada kyai A yang ahli dalam bidang tafsir misalnya. Maka hal yang demikian perlu digencarkan kembali.

Memang mbah google bukan kyai, tetapi banyak kyai yang beredar di mbah google. Ya, memang bayak tulisan para kyai atau pun para ahli di mbah google. Maka seharusnya ketika ingin mendasarkan alasan kita, pilihlah data dan sumber yang memang jelas ahli pemahamannya.  Jangan ini, hanya didasarkan pada data yang tidak berbobot sama sekali.

Di sisi lain, kritiknya adalah untuk langsung berguru pada kyai. Karena hal ini kemudian bertujuan untuk meminimalisir pemahan yang salah ketika sebatas mengandalkan pemahamannya sendiri yang ia baca dari teks-teks, terlebih keilmuannya belum mumpuni. Kemudian, ketika langsung berguru akan berbeda psikologinya dengan hanya membaca dari teks saja.

Olehkarenanya, jika memang kita ingin mendasarkan alasan atau sesuatu apapun dari google itu boleh-boleh saja, hanya saja, harus memilih-milih lagi data yang memang kredibilitasnya tinggi dan pemahamannya mendalam. Ketika ingin memahami sesuatupun, kita tidak boleh serta merta langsung memahaminya tanpa ada latar belakang keilmuan apapun. Hal itu tentu akan mendatangkan sesuatu pemahaman yang kurang baik.

 Akhirnya, Mbah Google memang bukan Kyai, tetapi Mbah google juga banyak diisi oleh kyai-kyai. Wallahualam..


Komentar